JAKARTA – Setiap tahun anggaran Pemerintah Indonesia selalu tercekik oleh biaya subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang terus melambung angkanya. Agar keluar dari problem klasik ini, penyelenggara negara diminta realistis dan tegas, segera menghentikan subsidi energi untuk transportasi darat.
Demikian salah satu rekomendasi yang diperoleh dari Diskusi “Sewindu Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono” dalam rangka peluncuran buku “Surviving Crisis; A Quest for Prosperity” yang diterbitkan Indonesia Finance Today.
Chief Economist PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Anton Gunawan kembali memaparkan kesalahan konsep subsidi energi di Indonesia. Dengan realitas Indonesia sebagai negara kepulauan, semestinya pemerintah memberikan subsidi pada transportasi antar pulau, baik kapal maupun pesawat terbang.
“Kebijakan subsidinya secara sektor sudah salah. Transportasi darat yang diberi subsidi energi, sehingga merangsang penduduk berlomba memiliki kendaraan pribadi. Tak heran pasca lebaran, kuota BBM bersubsidi 2012 pun nyaris habis,” jelas Anton dalam diskusi yang berlangsung awal pekan ini.
Akibat lainnya, mobilitas penduduk terpusat di Jawa, dan pembangunan ekonomi di luar Jawa terlebih di Indonesia timur, berlangsung sangat lambat. Belum lagi pembangunan ekonomi di pulau-pulau terpencil dan perbatasan, yang mencapai ribuan jumlahnya.
Akibat kesalahan subsidi secara sektoral ini, lanjut Anton, penerima subsidinya pun meleset. Akibat disparitas harga BBM subsidi dan non subsidi, sulit dihindari timbulnya inefisiensi dan penyimpangan. “Jika tidak realistis dan tegas, Indonesia tidak akan pernah keluar dari derita ini,” tandasnya.
Celakanya lagi, Anton memperoleh data bahwa Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2013 ternyata tidak memasukkan skenario kenaikan harga BBM. Padahal realitas yang ada, harga minyak mentah dunia saat ini sudah melambung, dan tentu akan terus meroket tahun depan.
Anton mengaku mencoba berbaik sangka, bahwa tidak dimasukkannya skenario kenaikan harga BBM di RAPBN 2013, merupakan strategi pemerintah. “Mungkin pemerintah berpikir menaikkan harga BBM bersubsidi bisa dilakukan sewaktu-waktu, tanpa meminta persetujuan DPR,” tukasnya. (Abraham Lagaligo/abrahamlagaligo@gmail.com).
Komentar Terbaru