JAKARTA – Hingga kini pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT PLN (Persero) belum juga menyepakati Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Kementerian ESDM dibawah Bahlil Lahadalia menyoroti adanya masalah dalam penyusunan RUPTL terbaru.

Bahlil menyatakan RUPTL yang ada tidak didesain secara komperehensif. Indikatornya adalah adanya ketimpangan antara sumber pasokan listrik dengan transmisinya.

“Di Sumsel, itu ada sumber energi baru-terbarukan 350 megawatt (MW). Tapi tidak ada jaringan. Ya kalau tidak ada jaringan, sampai ayam tumbuh gigi pun siapa yang mau beli itu listrik? Ini kan cara berpikir yang aduh saya bilang, ini kacau nih. Saya sekolah di kampung, yang bodoh atau gimana gitu kan. Atau PLN yang terlalu pintar gitu. Jadi memang jujur, RUPTL itu tidak didesain secara komprehensif tapi parsial. Listriknya ada, jaringannya nggak ada,” jelas Bahlil dalam BNI Investor Daily Summit di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (9/10).

Dalam RUPTL yang baru kata Bahlil, PLN bakal mendapatkan mandat lebih besar untuk menyediakan jaringan listrik. Jadi ketika diketahui ada potensi sumber listrik terutama yang berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT), maka tugas PLN yang utama adalah langsung bangun jaringan transmisinya terlebih dulu.

Dalam RUPTL terdahulu menurut Bahlil PLN sering jatuh ke “lubang” yang sama dimana selalu memprioritaskan penyediaan pembangkit listrik terlebih dulu namun ujungnya tidak bisa salurkan listrik ke konsumen. Pada akhirnya PLN sendiri yang kena akibatnya yaitu harus membayar pinalti atau Take or Pay. Hal itu yang membuat PLN tergerus keuntungannya.

“Kami dari Kementerian ESDM menyusun RUPTL itu kita breakdown berapa kapasitas yang kita butuhkan dengan pertumbuhan ekonomi, di wilayah mana, energi baru terbarukan di mana, di lokasinya di mana. Dan sudah ada jaringan atau belum? Kalau belum ada jaringannya, PLN harus melakukan investasi bangun dulu jaringan,” tegas Bahlil.