JAKARTA – Komunitas adat di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) menggagalkan upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan PT PLN (Persero) untuk memasang patok di atas tanah ulayat yang merupakan bagian dari pengembangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu. Warga melakukan aksi saat sejumlah pejabat dari Pemkab dan PLN mendatangi Poco Leok, pada 1 Oktober 2024.

Aksi warga ini merupakan rangkaian dari upaya penolakan terhadap perluasan PLTP Ulumbu, bagian dari proyek strategis nasional di Flores. PLTP Ulumbu yang telah beroperasi sejak 2011 berada di sekitar tiga kilometer arah barat Poco Leok.

Proyek PLTP Ulumbu Unit 5-6 yang masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030 menargetkan peningkatan kapasitas 2×20 Megawatt (MW), meningkat dari 10 MW yang dihasilkan saat ini.

Berbagai cara telah dilakukan warga dari belasan kampung adat di Poco Leok untuk menyatakan penolakan, termasuk menyurati Bank Kreditanstalt für Wiederaufbau [KfW] dari Jerman yang mendanai proyek tersebut. Pada 3 September 2024, tim independen yang dibentuk Bank KfW telah mengunjungi Poco Leok dan beraudiensi dengan warga.

“Seharusnya tidak ada masalah baik secara teoritis maupun secara implementatif di lapangan. Semua lapangan panas bumi di seluruh dunia tidak mengalami hambatan dalam pengembangannya. Kalau pun ada masalah dalam pembebasan lahan, biasanya diselesaikan dengan musyawarah baik secara sosial maupun secara bisnis. Akhirnya, proyek akan tetap berjalan sesuai dengan kaidah ketentuan panas bumi yang baik,” kata Surya Darma, Ketua Indonesia Center for Renewable Energy Studies (ICRES), kepada Dunia Energi, Senin(7/10).

Dalam ajang The 10th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024, mengukuhkan posisi energi panas bumi sebagai energi hijau yang strategis untuk membantu agenda transisi energi nasional dan pencapaian target Net Zero Emission (NZE) 2060. Untuk merealisasikan potensi ini, diperlukan kapasitas yang mumpuni serta kolaborasi dalam menggali sumber daya dan mempercepat pengembangan energi panas bumi.

Dalam sambutannya di ajang IIGCE 2024, Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya peran panas bumi bagi masa depan energi Indonesia dan komitmen penuh pemerintah untuk mendukung dan memfasilitasi kolaborasi antara berbagai pihak guna mewujudkan pengembangan panas bumi yang berdampak nyata pada kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan.

Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa dengan sumber daya 24 GW, Indonesia memiliki cadangan panas bumi terbesar kedua setelah Amerika Serikat, yang menjadikannya salah satu instrumen penting dalam meningkatkan porsi energi baru dan terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional.

Panas bumi memiliki karakteristik unggul sebagai pemikul beban dasar kelistrikan (baseload energy) yang menjadikannya ideal untuk menggantikan sumber energi konvensional. Namun, baru sekitar 2,6 GW atau 11% dari sumber daya yang sudah dikembangkan. Padahal, untuk mencapai target kapasitas 10,5 GW pada 2035 sesuai dengan target bauran energi nasional, dibutuhkan penambahan kapasitas 700-800 MW setiap tahun. Tantangan utamanya adalah keekonomian proyek panas bumi.

“Untuk masalah lingkungan diselesaikan melalui AMDAL dan RKL/RPL. Akhirnya proyek tetap jalan. Tetapi kenapa di Poco Leok ada upaya penghambatan seperti sekarang ini, perlu dicari tahu dan penyelesaian segera agar tidak menjadi preseden buruk bagi pengembangan panas bumi. Apa lagi panas bumi nanti akan menjadi salah satu tulang punggung bagi pelaksanaan transisi energi untuk memenuhi target NZE Indonesia tahun 2060,” ujar Surya Darma.(RA)