Strategi peningkatan produksi minyak nasional secara signifikan untuk mengejar target yang sudah dicanangkan kalau menurut saya hanya ada 2 yaitu pertama eksplorasi baik pada conventional maupun unconventional hydrocarbon, dan yang kedua Enhanced Oil Recovery (EOR). Selain dari itu memang  terdapat berbagai macam kegiatan peningkatan produksi seperti work over, infill drilling, reaktivasi idle well, tetapi itu hanya mengurangi kemiringan decline produksi agar tidak terlalu anjlok, namun tidak bisa menaikkan produksi secara drastis. Untuk bisa  menaikkan secara signifikan harus dengan dua metoda tadi yaitu eksplorasi dan EOR.

Pertanyaannya pada pelaksanaannya. Kalau untuk eksplorasi, sudah didapatkan temuannya tapi diperoleh gas, bukan minyak. Diketemukan di blok Andaman, Geng North, lalu di Bali Utara yang mana diperkirakan gas semuanya. Jadi itu memang nasib penemuan. Tapi harus diakui bahwa ada hambatan di eksplorasi yaitu kurang cepat di beberapa perusahaan. Jadi andalannya menurut saya EOR  karena itu mentargetkan lapangan minyak. Kalau produksi gas saat ini dan prospek kedepan cukup bagus, karena temuan eksplorasinya kebanyakan gas.

EOR dapat dimaksudkan untuk mengambil minyak yang tidak terambil dengan metode primary dan secondary. EOR menargetkan cadangan atau minyak yang sudah ada disitu, tidak perlu seismik dan lain-lain lagi. Kalaupun diperlukan seismik, bukan di wilayah eksplorasi tapi di development area sehingga risiko lebih kecil. Pada lapangan minyak tua yang masih dalam tahap primary dimana tekanan reservoir minyaknya sudah turun cukup rendah, dipasang teknik pengangkatan buatan seperti pompa angguk, gas lift dan teknik-teknik lainya untuk mengangkat minyak dari reservoir bWah tanah ke permukaan. Untuk tahapan lebih lanjut yaitu secondary recovery, diinjeksikan air untuk menambah tenaga dorong pengurasan minyak sehingga menambah cadangan, dengan demikian faktor perolehannya (recovery factor-nya) atau RF akan naik, yaitu prosentase perolehan terhadap Volume Awal Minyak di Place ( Oil Original in Place , OOIP).  OOIP nasional adalah sekitar 75 milyar barrel minyak, selama sejarahnya telah diproduksikan kurang lebih sebesar 35% nya. Pada umumnya pada lapangan-lapangan minyak di Indonesia adalah Primary dan Secondary, dan EOR skala masif dan berhasil sangat baik adalah Injeksi Uap (Steam Flooding) Lapangan Duri di Rokan, yang bukan sebagai lanjutan dari Secondary Recovery, tetapi memang dari sejak awal diketemukan sudah dilakukan EOR injeksi uap karena keharusan dari peluangnya.

RF primary pada lapangan minyak dengan reservoir bertenaga dorong air (water drive) berkisar antara 30-35, kemudian RF secondary dengab injeksi air yang berhasil baik dapat mencapai RF 45% seperti di Minas. Untuk meningkatkan lagi dilanjutkan dengan Tahapan Tertiary Recovery yaitu dengan EOR untuk bisa mencapai RF sekitar 50-60%.  Indonesia itu RF nasional sekitar 35%, secara teoritis mestinya masih bisa ditingkatkan dengan EOR. Permasalahan teknis dan ekonominya adalah tersebarnya lapangan-lapangan kandidat EOR tersebut. Prediksi awal peningkatan produksi minyak dengan EOR tercantum pada Perpres 22 tahun 2017, bersamaan dengan peningkatan produksi oleh eksplorasi. Permasalahan umumnya adalah diperlukan komitmen yang tinggi dari Pemerintah dan KKKS yang berpotensi menerapkan EOE untuk merencanakan dengan detil, mengadopsi teknologi yang paling efektif dan murah, bekerjasama dengan lembaga-lembaga kredibel dan kompeten, dan mengimplementasikannya dengan terus melakukan monitoring dan evaluasi sebagai pembelajaran untuk perbaikan.

Tahapan dalam melakukan EOR Itu apa saja? Pertama harus dilakukan screening dulu metode mana yang tepat. Ada  berbagai macam metode EOR seperti injeksi uap,  CO2, surfactant, polymer atau gabungan ASP (alkaline surfactant polymer). Masing-masing mempunyai mekanisme berbeda dan ketercocokan pada kondisi reservoir, jenis minyak, batuab jenis batuan tertentu. Injeksi surfactan mempunyai mekanisme mengurangi keterikatan minyak dengan batuan (surface tension), sehingga minyak mudah lepas dari batuan. Sedangkan injeksi polymer yang adakah makro-molekul, mempunyai mekanisme menyapu sisa-sisa minyak yang masih tertinggakl di batuan (minyak). Dengan demikian, gabungan injeksi surfactant-polymer seperti sesudah dicangkul lalu disapu minyaknya.

Injeksi uap (steam flooding) di Duri, Blok Rokan adalah EOR paling sukses dan terbesar di dunia, karena secara screening sangat ideal untuk injeksi uap yaitu, minyak berat, kedalaman dangkal, dan permeabilitasnya besar. Kalau Minas tidak cocok untuk diinjeksikan uap karena minyak ringan dan terlalu dalam sehingga uap menerobos minyak ringan dan juga uap bisa terkondensasi dan menjadi air. Lapangan Minas sesuai untuk injeksi surfactan dan atau polymer. Itu surfactant polymer. Minas itu menurut saya paling kompleks di dunia untuk EOR karena permeabilitasnya tinggi itu (seperti jalan tol untuk air lewat), sehingga justru mengakibatkan sedikitnya waktu surfactant berinteraksi dalam mengurangi tegangan permukaan minyak dan batuan. Ditambah lagi hanya 1% kandungan minyak dalam aliran di reservoir, 99% lainya adalah air. Itulah tantangan besarnya. Namun demikian, sudah banyak dijalankan sebelum-sebelumnya  uji laboratorium dan uji coba di lapangan (pilot). Jadi sudah ada tingkat keyakinan yang memadai untuk diterapkan, dan menjadi pembelajaran penting dan berharga dikemudian hari. Permasahan utama lain adalah keekonomian, apakah cukup ekonomis hasilnya? Kunci utama pada harga bahan kimianya (surfaktan, polimer).   Apabila EOR Minas berhasil, akan menjadi yang terbesar di Indonesia dan berkontribusi sangat signifan untuk target produksi miyak nasional. Juga, kalau Minas saja bisa, maka di lapangan kandidat EOR sejenis lainya akan lebih mudah.

Untuk Minas saya sudah lihat ada tanda-tanda bagus karena formula sudah dioptimasikan dari pada sebelumnya. Formula saat ini juga dari Chevron tapi sudah dioptimasikan jadi lebih kecil kebutuhan surfactantnya sehingga akan mengurangi biaya.

Memang EOR butuh insentif pemerintah. Minas menggunakan skema kontrak gross split tambahan insentif bisa diperhitungkan dengan Kepmen ESDM No. 199 Tahun 2021. Insentif beragam diantaranya adalah bisa berupa tambahan split sekian persen.

Pertamina Andalan EOR dan Masa Depan EOR di Indonesia yang Lebih Nyata

Dalam pengembangan lapangan dengan EOR, saat ini Pertamina termasuk pioneering di depan, namun implementasi berbagai metode EOR sesuai dengan reservoirnya harus terus didorong untuk dipercepat karena berkejaran dengan waktu dengan berkembangnya main stream implementasi energi terbarukan. Sekarang ini EOR dalam kondisi real practice skala lapangan adalah hanya injeksi uap di Lapangan Duri, Rokan. Selain Rokan ada juga potensi peluang di blok Offshore North West Jawa (ONWJ) yang mempunyai OOIP besar dan RF masih kecil karena minyak berat, yaitu Lapangan Zulu. Tantangan tambahan adalah karena di laut tidak memungkinkan dengan injeksi uap mengingat fasilitas permukaan yang diperlukan memerlukan luasan besar dan beban luar biasa besar,  jadi kemungkinan pilihannya adalah injeksi surfactan. Sekali lagi, harus dipastikan efektif dan ekonomis,surfaktannya harus cukup yang murah. Untuk itu perlu keterbukaan dalam penyediaannya melalui kompetisi yang fair dan sehat, dan menerus.

Untuk di Rokan sendiri sudah ada planningnya dengan tahap awal dimulai sebelum 2030 untuk dilihat keberhasilannya guna tindak lanjut skala lapangan yang lebih besar. Kemudian Lapangan Sukowati, menurut saya, one of the best kandidiat, paling bagus, untuk injeksi CO2. Targetnya rata-rata sekitar 2030 dengan tujuan untuk mengejar target 1 juta barel per hari.

Memang beda size (ukuran) antara EOR Rokan dengan Sukowati. EOR Rokan ditargetkan ampai puluhan ribu barel per hari, Sukowati tidak sebesar itu. Keberhasilan EOR CO2 di Sukowati tergantung dari tekanan CO2 yang diinjeksikan, semakin cepat itu semakin baik. Dalam injeksji CO2 itu ada parameter Minimum Miscibility Pressure (MMP) dimana apabila diinjeksikan diatas tekanan MMP itu, maka CO2 bisa tercampur dengan minyak. MMP itu karakteristik dari minyak itu. Karena makin lama tekanan reservoir akan semakin turun akibat diproduksikan, maka akan semakin jauh dadi MMP sehingga semakin jauh dari kondisi terjadi injeksi tercampir. Dengan denikian, seharusnya segera diimplementasikan. Secara teoritis, injeksi CO2 tercampur itu bisa mencapai RF sekitar90%, untuk diaplikasikan ke lapangan bisa mencapai 70% minyak terambik. Injeksi CO2 di Sukowati ini bisa jadi pemantiku untuk EOR CO2 di tempat lain. Di Lapangan Sukowati telah dilakukan pilot-pilot injeksi dan produksi di sumur yang sama, dikenal dengan Huff&Puff, untuk seoanjutnya sebagai pemahaman dalam melaksanakan full-field ke depan. Peningkatan produksi minyak dengan EOR diharapkan pada 2030 sekitar 100 ribuan barel per hari.

Pertamina harus didepan, pemerintah mendukung dengan memberikan fasilitas membuka akses ke dunia luar dengan perusahaan-perusahana penyedia/provider (chemicals) dari manapun, apakah dari hasil karya  dalam negeri, dari China atau dari manapun sehingga bisa kompetitif. Pemerintah dapat memfasilitasi diskusi bersama para expert tingkat dunia dan perusahaan provider.

Adapun peluang penggunaan  teknologi lain juga perlu dikembangkan, ada teknologi yang saat ini masih belum banyak diterapkan seperti Microbial EOR dan Vibroseismic Techonology yang sebetulnya juga sudah lama dikembangkan.

Dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) untuk EOR, Pertamina memang perlu serius membuat divisi atau bagian dedicated untuk ranah ini dalam beberapa tahun ke depan. Perlu ada jenjang karir tersendiri yang cukup menjamin tenaga ahlinya bisa bertahan dalam waktu panjang. Menggarap EOR sampai bisa jalan itu tidak bisa dalam setahun dua tahun, bisa memakan waktu 10 tahun. Sementara untuk teknologi sebetulnya sudah tersedia, sehingga yang diperlukan adalah manajemen yang baik.

Pada dasarnya untuk bisa segera merealisasikan EOR secara masif pertama harus ada komunikasi yang baik antara Pemerintah dan KKKS, penting sekali untuk mengetahui apa yang dibutuhkan, dan apa yang menjadi kendala. Hal ini akan membangun trust atau kepercayaan.  KKKS menyampaikan programnya secara detil, sementara bagi pemerintah memfasilitasi apa yang dibutuhkan KKKS. Perlu keterbukaan antara Pemerintah dan KKKS untuk mencari solusi dan mencari kesepemahaman dan kesepakatan. Kemudian yang harus dipahami juga bahwa industri migas memerlukan teknologi yang terus dimutakhirkan, tidak bisa mengandalkan hanya yang tersedia saat ini. Teknologi EOR itu mempunyai ciri khas pemutakhiran untuk efektifitas dan pengurangan biaya. Disini letak pentingnya Research and Development terapan langsung lapangan itu sebagai riset berkelanjutan dengan hasil laboratorium seperti lapangan dan mur-sumur migas sebagai terapan riset. Rumus umumnya adalah siapapun yang menguasai teknologi paling ampuh dan berbiaya kompetitif, maka akan menguasai pangsa pasar. Laboratoriumya itu laboratorium nyata/real, industri migas memiliki sarana prasarana untuk itu. Konsekuensinya perlu disadari bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan  Inovasi butuh waktu lama. Pemerintah bisa membantu sejak dari pengembangan R&D dengan berbagai insentif dari beberapa kementrian dan bisa bervariasi terhadap waktu sesuai kebutuhan dari besar di waktu awak ke kecil setelah berhasil dikembangkan. Didasari keterbukaan dan kepercayaan pemerintah membantu, dan bantuannya dipakai yang memerlukan dan hasilnya nyata, untuk masa depan EOR di Indonesia yang lebih nyata.