JAKARTA – Salah satu cara untuk meningkatkan produksi minyak nasional adalah dengan metode Enhanced Oil Recovery (EOR). Namun hingga kini skema tersebut tidak kunjung dilakukan secara optimal dan masih sebatas pilot project.

Chalid Said Salim, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE), mengungkapkan hingga kini belum ada kepastian adanya fasilitas insentif tambahan dari pemerintah, padahal untuk melakukan EOR butuh biaya yang tidak sedikit.

Menurut Chalid salah satu strategi untuk bisa melakukan EOR adalah dengan adanya dorongan pemerintah seperti yang dilakukan dalam pengembangan Migas Non Konvensional (MNK).

“MNK sudah diberikan tapi menurut saya EOR harusnya didahulukan, impactnya akan terasa 3-5 tahun ke depan. Kami ini ingin kepastian. Khusus di Minas itu bisa sangat signifikan di situ,” ungkap Chalid dalam diskusi IATMI Business Talk bertema “Prediksi Arah Kebijakan Hulu Migas Nasional di Pemerintahan Baru” pekan lalu di Jakarta.

Pemerintah baru saja menerbitkan beleid terbaru tentang Gross Split new version yang memberikan keistimewaan bagi pelaku usaha yang mengembangkan MNK dengan bagi hasil bagian kontraktor bisa mencapai 95%.

Para stakeholder di hulu migas memang berharap pemerintah baru nanti bisa menerbitkan revisi UU Migas yang salah satu aturan bisa mengakomodir pemberian insentif bagi kegiatan EOR.

Benny Lubiantara, Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), menegaskan penerbitan UU Migas yang baru juga merupakan salah satu strategi utama untuk secara “radikal” mengubah paradigma industri migas di tanah air ke depan. Tuntutan keberlanjutan lingkungan dan transisi energi dipastikan harus masuk dalam UU baru tersebut.

Dia menegaskan masih banyak tantangan dari sisi non teknis yang tidak bisa diselesaikan tanpa adanya UU Migas yang baru.

“Urusannya non teknis. Mau nggak mau lewat UU Migas, ada terobosan radikal fiskal itu harus melalui payung UU Migas, ke depan harus radikal kalau nggak tidak akan bisa bergerak,” jelas Benny.

Ariana Soemanto, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan tongkat estafet industri hulu migas di tanah air akan terus berlanjut dengan mengedepankan prinsip fleksibilitas tanpa melupakan kepentingan negara.

Dia mencontohkan dalam pengembangan temuan Geng North di North Ganal, proses pembahasan rencana pengembangan jadi salah satu benchmark dan contoh nyata bahwa pemerintah bergerak lebih cepat mengikuti ritme pelaku usaha. “Pemerintah berikan tambahan waktu eksplorasi untuk ENI. Pemerintah adaptif saat ini, terutama dalam 3 tahun terakhir. Misalnya apa yang dilakukan untuk blok baru itu kita bisa berikan split up to 50%,” kata Ariana.

Dia mengakui bahwa salah satu fundamental perubahan industri migas tanah air adalah UU Migas. Namun pemerintah tidak tinggal diam hanya menunggu terbitnya UU baru. “Dalam tiga tahun terakhir itu pemberian split untuk kontraktor itu sangat fleksibel sesuai Kepmen 199/2021. Jadi UU Migas kita memang tunggu, tapi kita nggak diam kita lakukan perbaikan tujuannya dua hal. IRR perusahaan dan profitability index perusahaan tetap terjaga, apapun caranya bisa macam-macam bisa ditambahin split, perubahan FTP, investment credit dan lainnya. ruang itu sudah dibuka,” jelas Ariana.

Usulan rencana pengembangan atau plan of development (POD) terhadap dua proyek EOR di Blok Rokan telah resmi disetujui dengan nilai investasi kumulatif senilai Rp5,18 triliun.

Proyek pertama yang disetujui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) adalah Steamflood EOR Lapangan Rantau Bais Tahap-1 di Blok Rokan. POD diloloskan pada 1 Desember 2023 dengan nilai investasi Rp3,7 triliun.

Adapun, proyek kedua yang baru mendapatkan lampu hijau adalah Chemical EOR Lapangan Minas Tahap-1 (Area-A), yang juga dikelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), dengan investasi Rp 1,48 triliun. Proyek ini disetujui pada 14 Desember 2023.