JAKARTA – Perlakuan terhadap lapangan minyak dan gas (migas) yang kontraknya telah habis, sangat mempengaruhi perekonomian nasional. Maka dari itu, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia mengusulkan kepada pemerintah, untuk membuat Tim Interdep (lintas sektoral/Kementerian) guna membahas perpanjangan kontrak migas.
Ketua Komite Tetap Hulu Migas KADIN, Firlie Ganinduto mengungkapkan, perpanjangan kontrak migas adalah persoalan yang rumit. Pertama, karena tiap-tiap Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) migas dan lapangan yang dikerjakannya, mempunyai problematika serta karakteristik yang berbeda-beda.
Jika salah memperlakukan lapangan migas habis kontrak, maka produksi dari lapangan itu bisa merosot, bahkan terhenti sama sekali. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada pencapaian target produksi migas nasional, dan berujung pada merosotnya penerimaan negara. Terlebih ladang migas yang produksinya terlanjur turun, membutuhkan waktu lama untuk dipulihkan.
Kedua, perpanjangan kontrak migas sangat terkait dengan investasi dan risiko yang cukup besar. Pengambilan keputusan terkait lapangan yang habis kontrak, tidak bisa diambil terlalu mepet. Minimal lima tahun sebelum kontrak berakhir, harus sudah ada keputusan.
Ketiga, pemerintah wajib memperjuangkan kepentingan perusahaan nasional, untuk mendapat kesempatan mengelola blok-blok migas potensial, setelah kontrak lamanya dengan perusahaan asing berakhir. Peran nasional ini, harus terus ditingkatkan dari waktu ke waktu, tanpa mengesampingkan investasi asing yang memang masih dibutuhkan.
“Maka dari itu, kami mengusulkan pemerintah membentuk Tim Interdep untuk melakukan pengkajian, analisis, perumusan masukan dan rekomendasi, tentang perpenjangan kontrak KKKS migas, baik dari sisi keuntungannya maupun kerugiannya,” kata Firlie dalam Diskusi Buku “Surviving Crisis; A Quest for Prosperity, Indonesia’s Economic Review” yang diterbitkan Indonesia Finance Today, Selasa, 11 September 2012.
Lebih dari itu, KADIN juga memandang perlu perlakuan terhadap lapangan migas yang habis kontrak, serta mekanisme perpanjangan kontrak KKKS secara rinci, dimasukkan dalam pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Migas Nomor 22 Tahun 2001.
Menurut Firlie, dalam UU Migas hasil revisi nantinya, substansi tentang promosi kepentingan nasional harus diperkuat. Namun kontrak-kontrak kerjasama migas (Production Sharing Contract/PSC) yang telah berjalan, tetap dihormati hingga jangka waktunya berakhir.
KADIN juga mendukung peningkatan partisipasi kepentingan nasional di sektor migas, dengan adanya kebijakan yang jelas tentang kewajiban divestasi. “Tentunya dengan tetap memperhatikan peluang investasi sektor swasta nasional maupun asing,” ujar Firlie.
“Adanya kepastian hukum dalam perpanjangan PSC, dengan dikeluarkannya keputusan paling sedikit lima tahun sebelum berakhirnya masa kontrak, harus disebutkan secara tegas dalam UU Migas hasil revisi,” tandasnya.
Hal lain yang dipandang penting oleh KADIN untuk masuk pembahasan revisi UU Migas, adalah penguatan peran regulator. Peran regulator migas baik di hulu maupun hilir, harus diberdayakan lebih baik, serta lebih jelas pembagian tugas dan kewenangannya.
Firlie menambahkan, KADIN siap bekerjasama dengan DPR, untuk menyusun Naskah Akademik yang menjadi acuan, dalam penyusunan draft Rancangan UU Perubahan UU Migas. Dalam waktu dekat, KADIN juga akan membentuk Pokja (kelompok kerja) sebagai tim pelaksana penyusunan masukan kepada DPR. (Abraham Lagaligo/abrahamlagaligo@gmail.com).
Komentar Terbaru