CILACAP – Penikmat kepiting di sekitar Cilacap tampaknya harus datang ke Kampoeng Kepiting di Kelurahan Kutawaru, Cilacap Tengah, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yang dibuka pada 2021. Pengunjung selain akan dimanjakan menu kepiting dan aneka seafood khas Kutawaru, juga dapat menikmati aktivitas memancing, sepeda air, dan telusur kawasan mangrove.

Lokasi alam di sekitar Kampoeng Kepiting yang masih hijau bakal menjadikan pengunjung betah beraktivitas di daerah tersebut. Tidaklah mengherankan apabila saat ini Kampoeng Kepiting menjadi salah satu primadona wisata kuliner andalan di Cilacap.

Kilang Cilacap yang turut berperan merintis Kampoeng Kepiting dan melakukan pembenahan dengan penambahan berbagai fasilitas, baik di area Kampoeng Kepiting maupun area dermaga Kutawaru, sebagai gerbang utama ke tempat wisata kuliner tersebut. Fasilitas yang dibangun di antaranya sebuah tambatan di area Dermaga Kutawaru. Tambatan yang dibangun menjorong ke perairan dengan dominasi warna merah tersebut kini menjadi spot swafoto berlatar pemandangan area Kilang Cilacap.

“Inilah keunikan tambatan spot selfie di Dernaga Kutawaru karena berlatar belakang view kilang Pertamina. Saran kami kalau mau mendapatkan pemandangan terbaik, mulai waktu senja hingga malam hari karena bertebaran cahaya lampu di area kilang,” ungkap Cecep Supriyatna, Area Manager Communication, Relations, and CSR PT Kilang Pertamina Internasional Unit Cilacap.

Kilang Cilacap memberdayakan Kotawaru karena wilayah tersebut merupakan area Ring 1. Untuk mencapai wilayah itu, pengunjung bisa menuju Dermaga Kalipanas di Kelurahan Donan. Dari dermaga tersebut, dilanjutkan dengan kapal dengan menyusuri perairan Bengawan Donan selama 10-15 menit menuju Dermaga Kutawaru. Dari dermaga, perjalanan bisa dilanjutkan dengan kendaraan bermotor atau layanan “odong-odong” sejauh 2 kilometer.

Letaknya yang susah dijangkau mengakibatkan Kotawaru kurang mendapatkan sentuhan pembangunan dari pemerintah. Penduduknya banyak yang menganggur, terutama perempuan eks pekerja migran – dulu dikenal dengan Tenaga Kerja Wanita (TKW) — dan anak buah kapal (ABK), yang tidak mempunyai kemampuan dan kapasitas dalam mengelola potensi Kutawaru yang berlimpah seperti ikan dan kondisi alam yang asri. Mereka banyak yang menjadi nelayan dengan menggunakan jaring ikan yang tidak ramah lingkungan. Aktivitas tersebut merusak ekosistem pesisir.

Kilang Cilacap tergerak untuk membenahi kondisi tersebut dengan menawarkan Program Masyarakat Mandiri Kutawaru (Mamaku). Para mantan anak buah kapal ini kemudian membentuk Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan), sedangkan eks pekerja migran yang bertekad tidak berangkat lagi ke luar negeri membuat kelompok Bunda Malutik Kutawaru (Buntikku). Kata ‘Malutik’ berasal dari bahasa setempat, yang artinya ‘grumbul’ atau dalam Bahasa Indonesia dimaknai bersatu.

“Kami bekerjasama dengan Pemkab Cilacap memberikan pelatihan pengelolaan tambak. Sedangkan Buntikku diberikan peningkatan kapasitas pengelolaan jerami menjadi makanan tradisional atau UKM,” lanjut Cecep.

Ketua Kelompok Buntikku, Sumiyati, menyambut antusias kegiatan pelatihan yang diinisiasi oleh Kilang Cilacap. “Ini menjadi wujud sinergi yang terjalin sangat baik selama ini. Kami yakin kegiatan ini bermanfaat untuk memberdayakan para mantan TKW untuk fokus pada potensi lokal sehingga tidak harus menjadi TKW lagi,” katanya.

Pokdakan dan Buntikku membentuk kawasan wisata terpadu Kampoeng Kepiting serta pengelolaan sampah oleh Bank Sampah Abhipraya.  Sampah organik dikembangkan untuk budi daya magot dan kompos yang bernilai ekonomis. Sedangkan sampah anorganik dipilah kembali untuk dimanfaatkan ulang, antara lain menjadi cacahan plastik yang bisa dijual kembali dengan harga lebih tinggi, serta pembuatan paving block. Selain meningkatkan perekonomian Masyarakat, bank sampah menjadi upaya merawat lingkungan tetap bersih.

Kawasan Kampoeng Kepiting dikembangkan dengan pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 6,6 kilowatt peak (kWp) untuk menyuplai kebutuhan listrik di area wisata dengan energi baru terbarukan.  Kehadiran PLTS tersebut mampu menurunkan emisi karbon sebesar 8.580 kilogram setara CO2/tahun dan mampu menghemat konsumsi listrik sebesar Rp13 juta/tahun.

Program Mamaku yang terdiri atas Kelompok Pokdakan, Kelompok Buntikku dan Bank Sampah Abhipraya melibatkan sebanyak 40 orang. Berdasarkan pengukuran dalam Kompas Keberlanjutan, ungkap Cecep, dampak Program Mamaku terhadap berbagai aspek cukup baik. Pada aspek alam memberikan dampak antara lain mengurangi pencemaran lingkungan sebesar 195 ton/tahun atau 80,93%, mengurangi emisi pemanasan dari pengelolaan sampah anorganik sebesar 161,8526 ton/CO2/tahun dan mengurangi emisi karbon sebesar 8,580 kg CO2 setara/tahun dari penggunaan PLTS.

Pada aspek ekonomi program ini memberikan dampak antara lain omzet mencapai Rp44 juta/bulan dari kegiatan Kampoeng Kepiting, meningkatkan pendapatan Pokdakan dan Buntiku sekitar Rp4,35 juta/bulan, peningkatan pendapatan dari kegiatan pengelolaan sampah plastik Bank Sampah Abhipraya menjadi Rp3,8 juta /bulan dari pengelolaan sampah organik Rp3 juta per bulan.

Pada aspek kesejahteraan yang berdampak antara lain pencapaian Indonesia Social Innovation Award Kategori Gold 2023, Silver Winner PR Indonesia Awards Kategori Program CSR Subkategori Community Based Development 2023, dan Kampoeng Kepiting sebagai UMKM Destinasi Wisata Terbaik di Jawa Tengah oleh Brand Satria Award 2022. Pada Mei 2024, program ini meraih anugerah Predikat Gold di ajang Indonesian Social Sustainability Forum (ISSF) dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang hadir dalam acara itu menyampaikan perlunya peran perusahaan swasta dan BUMN untuk mendorong ekonomi desa agar maju lebih cepat. “Lanjutkan komitmen BUMN, perusahaan swasta dan BUMDES serta seluruh aktor penggerak lokal dalam program CSR. Selain itu perlu dipastikan target penerima CSR tepat sasaran mendorong pembangunan insklusif dan ramah lingkungan,” katanya.

Kesuksesan Program Mamaku yang sudah dilaksakan selama empat tahun juga menyebabkan PT KPI Unit Cilacap kembali meraih Platinum Kategori Pilang Ekponomi pada ajang TJSL & CSR Awards 2024, Selasa (30/7/2024).

Tingkat Social Satisfaction Index (ICM) yang diperoleh Program Mamaku sebesar  93%. Nilai ini masuk dalam kategori “A” (sangat baik). Nilai Social Return On Investment (SROI) sebesar 5,86 yang memberikan gambaran bahwa investasi yang diberikan oleh Kilang Cilacap untuk Program Mamaku telah melewati batas waktu yaitu nilai yang diperoleh melebihi angka 1.

Selain itu, Program Mamaku memberikan dampak pada pemenuhan tujuan Sustainability Development Goals (SDGs) yaitu pada Tujuan 1  bebas kemiskinan, Tujuan 6  air bersih dan sanitasi, Tujuan 7  Energi bersih dan terjangkau, dan Tujuan 8  pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi.

Kilang Cilacap akan mereplikasi Program Mamaku di lokasi lain, terutama yang terkait pemanfaatan PLTS untuk peningkatan ekonomi. Realisasinya telah dilaksanakan di Program Masyarakat Pengelola Pertanian Berkelanjutan (Mapan), di Desa Kalijaran, Kecamatan Maos, Cilacap. PLTS dimanfaatkan untuk mendukung pengairan untuk sawah tadah hujan.