BANDUNG – PT Jabar Environmental Solutions (JES), Perusahaan yang didirikan oleh Sumitomo Corporation, Hitachi Zosen (Hitz), dan PT Energia Prima Nusantara (EPN), resmi menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) untuk mengelola Fasilitas Pengolahan dan Pembuangan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Legok Nangka,(28/6).
Kerja sama ini menandai langkah penting dalam upaya peningkatan pengelolaan limbah dan pengembangan solusi lingkungan yang berkelanjutan di Jawa Barat dengan mengimplementasikan aspek Environmental, Social, dan Governance (ESG).
Berdasarkan jangka waktu perjanjian, JES akan memiliki konsesi pengoperasian fasilitas tersebut selama 20 tahun, terhitung sejak Commercial Operation Date (COD) yang diproyeksikan pada bulan Februari 2029. Penandatanganan perjanjian ini turut dihadiri dan disaksikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan, serta Penasihat Senior Menteri Kementerian Lingkungan Hidup Negara Jepang.
“Pembangunan infrastruktur proyek TPPAS Legok Nangka ini harapannya dapat dipercepat, namun tetap memastikan kualitas yang baik dalam prosesnya. Hal ini sebagai upaya untuk memberikan dampak positif yang lebih cepat guna terwujudnya lingkungan yang berkelanjutan,” ujar Luhut Binsar Panjaitan.
Kolaborasi ini menunjukkan komitmen Pemerintah Indonesia dan Jepang dalam mengurangi emisi karbon global, termasuk mempercepat upaya mencapai Net Zero Emissions. Proyek Legok Nangka merupakan fasilitas pengolahan dan pembuangan limbah yang akan melayani 6 kotamadya di Provinsi Jawa Barat yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kota Cimahi, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung Barat. Setelah selesai dibangun, fasilitas tersebut akan berkapasitas sekitar 2.000 ton per hari dengan target produksi listrik sebesar 40 Megawatt (MW).
“Proyek TPPAS Regional Legok Nangka merupakan upaya pemerintah Provinsi Jawa Barat terhadap masa depan yang lebih hijau dan bersih. Kolaborasi ini membuka jalan bagi pengelolaan sampah tingkat lanjut dan pembangunan berkelanjutan di wilayah Bandung Raya,” Penjabat (Pj) Gubernur Provinsi Jawa Barat yang juga merupakan Government Contracting Agency (GCA), Bey Machmudin.
Proyek Legok Nangka ini diharapkan dapat menjadi model pengelolaan limbah yang dapat diadopsi oleh daerah lain di Indonesia. JES dan Pemprov Jawa Barat akan terus berkolaborasi dalam mengawasi dan mengimplementasikan proyek ini agar dapat mencapai hasil yang optimal.
PT Energia Prima Nusantara berdiri pada tanggal 28 Februari 2014. Pada awalnya Perseroan memiliki pasokan energi listrik yang terintegrasi dengan bisnis di sektor batubara dan infrastruktur pendukung, dimana Perseroan memiliki dan mengoperasikan pembangkit listrik mulut tambang PAMA-1 dengan kapasitas 2×15 MW yang terletak di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Pembangkit listrik tersebut menjadi penyuplai listrik Mining Cluster Improvement Program (MCIP) Grup PAMA dengan skema Wilayah Usaha Ketenagalistrikan (WUK).
Tahun 2018, new stream business beralih ke sektor Energi Terbarukan, mulai dari penyediaan PLTS Atap secara sistematik dengan total instalasi sebesar 17 MWp dan progress instalasi sebear 17 MWp, Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) baik yang dikembangkan sendiri oleh EPN melalui PT Uway Energi Perdana untuk Proyek PLTM Besai Kemu 7 MW ataupun melalui entitas anak usahanya, PT Arkora Hydro Tbk, serta pembangunan jaringan transmisi distribusi yang dikembangkan oleh PT Bina Pertiwi Energi yang juga sebagai salah satu entitas usaha di bawah EPN. Selain itu, EPN juga merampungkan akuisisi new business yakni Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Geothermal Project PT Supreme Energy Rantau Dedap di Sumatera Selatan dengan kapasitas 91,2 MW.
Dalam mendukung program ESG di bisnis PLTU, Energia Prima Nusantara memiliki langkah strategis dalam percepatan implementasi co-Firing biomass dengan memproduksi dan melakukan bauran woodchip dan sawdust sebesar 3% dari total konsumsi bahan bakar (coal) yang digunakan. Hal ini juga menjadi upaya mereduksi karbon di lingkungan sekitar PLTU. Pengelolaan limbah B3 dan Non B3 menggunakan prinsip 3R yaitu, Reduce, Reuse dan Recycle. Salah satu pengelolaan terbesar adalah pengelolaan Fly Ash dan Bottom Ash dengan memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai ekonomis seperti menjadikan produk concrete batako dan paving block.(RA)
Komentar Terbaru