JAKARTA – Iklim investasi hulu migas tanah air dinilai akan kembali memasuki masa kelam seiring dengan rencana pemerintah yang akan menerbitkan aturan main baru tentang tata kelola gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri. Baru-baru ini Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang, menyatakan bakal segera terbit Peraturan Pemerintah tentang gas bumi yang bakal lebih menjamin kepastian harga gas di konsuemen. Salah satu poin utama beleid ini adalah pengaturan harga, kewajiban pasokan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO).

Tumbur Parlindungan, praktisi migas sekaligus mantan Presiden Indonesia Petroleum Association (IPA), menilai aturan main baru untuk gas industri nanti berpotensi makin membuat kepastian hukum dan berinvestasi sangat lemah. Bahkan menurut dia ketentuan baru nanti secara tidak langsung bertentangan dgn PSC yg ditanda tangani antara Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan Pemerintah.

“Tidak adanya kepastian hukum dan contract sanctity merupakan faktor utama menurunnya investasi baik di sektör migas dan sektör lainnya,” kata Tumbur kepada Dunia Energi, Kamis (11/7).

Menurut Tumbur jika gas untuk kebutuhan domestik harganya ditentukan oleh Pemerintah, maka jelas akan menghambat pengembangan lapangan ataupun investasi di sektör migas. Pasalnya pelaku usaha pasti hanya akan bekerja memproduksi gas yang ada jika memang sudah ada kepastian pengembalian usaha dan profit.

“Harga gas harus disesuaikan dengan keekonomian dari lapangan atau blok tempat gas itu dikembangkan. Bagaimanapun juga KKKS hanya berproduksi bila harga commodity sesuai dengan keekonomian lapangan,” jelas Tumbur.

Wacana pengaturan DMO gas sebesar 60% menurut Tumbur masih bisa dikompromikan dengan pelaku usaha, tapi untuk urusan harga jika sudah dipaksa harus US$6 per MMBTU jadi cerita yang berbeda.

“Kalau DMO 60% dengan harga keekonomian lapangan atau hanya bagian negara yg dikurangi, ini mungkin masih bisa diterima, terapi kalau dipaksa HGBT US$6 per MMBTU, ini akan merubah view industri migas dan dampaknya ke industri juga karena tidak tersedianya gas. In the long run semua industri akan berdampak negatif termasuk ekonomi Indonesia,” jelas Tumbur.

Agus Gumiwang, Menteri Perindustrian, menjelaskan RPP Gas Bumi terbaru tersebut pada dasarnya akan mengatur pengelolaan gas untuk kepentingan industri dan untuk kepentingan sumber energi.

Menurut dia, aturan main terbaru ini penting pasalnya dari data yang ada ternyata pemanfaatan gas untuk dalam negeri khususnya untuk industri manufaktur termasuk pupuk baru 40% dari total produksi gas nasional padahal pemerintah memiliki target pertumbuhan industri yang tidak sedikit sehingga tentu membutuhkan jaminan pasokan gas.

“Jadi, kami mempunyai kepentingan untuk men-secure produksi gas nasional, produksi gas bumi nasional, untuk kepentingan industri manufaktur, dan untuk kepentingan kelistrikan nasional,” tegas Agus.

Secara detail akan ada beberapa poin pengaturan dalam RPP gas bumi terbaru nantinya. Selain tentu harga gas yang akan ditetapkan di plant gate juga di well head (sumur) ada juga pengaturan tentang pengelolaan gas di kawasan industri. Pemerintah bakal memberikan lampu hijau bagi kawasan industri untuk mengelola gas bumi sendiri bahkan bisa melakukan impor.

“Cukup rigid diatur dalam RPP Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri harganya kita cantumkan dalam PP. Ada harga di titik wellhead ada harga di titik plant gate. Dalam RPP tersebut, kawasan industri diperbolehkan untuk mengelola gas bumi bagi kawasan industrinya atau bagi tenantnya untuk melakukan penyediaan dan penyaluran gas bumi di dalam kawasan industri tersebut, termasuk melalui importasi,” ujar Agus. (RI)