Jika berkesempatan melintas di Desa Garoga, Kecamatan Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, berhentilah di jembatan Sungai Garoga. Di bawah jembatan, air sungai mengalir jernih. Ratusan ikan yang berenang melawan arus dapat dilihat dengan mata telanjang. Ikan tersebut bukan sembarangan. Sebagian besar adalah ikan jurung – yang sejak lama dikenal sebagai konsumsi para raja. Ikan ini rasanya enak dan harganya sangat mahal. Sekilo bisa dihargai Rp1 juta.
Kenapa ikan-ikan tersebut bebas berenang di sungai selebar 7 meteri di jalan lintas Sibolga-Padangsidempuan tersebut tanpa ditangkap masyarakat sekitar?
Hal ini disebabkan mereka berada pada radius lubuk larangan sepanjang 1,5 kilometer yang ditetapkan Desa Garoga. “Lubuk Larangan adalah kearifan lokal kami untuk menjaga kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem di sepanjang sungai. Dalam rentang lubuk larangan ini, warga dilarang beraktivitas yang merusak lingkungan dan menangkap ikan. Apabila melanggar, dendanya sangat berat,” tutur Kepada Desa Garoga, Risman Rambe, saat ditemui Dunia Energi, pekan lalu.
Risman menuturkan warga sekitar Sungai Garoga berinisiatif untuk menghidupkan lubuk larangan pada 2022. Mereka meminta bantuan kepada PT Agincourt Resources (PTAR), perusahaan tambang emas yang berlokasi tak jauh dari Desa Garoga. “Kami meminta dukungan, terutama untuk menyediakan bibit dan pakan ikan,” katanya.
Sugeng Maskat, Superintendent Community Development PTAR, mengatakan perusahaan tertarik untuk mendukung program tersebut asalkan pihak desa merevitalisasi aspek kelembagaan lubuk larangan. Tidak lama kemudian, Kepala Desa Garoga menerbitkan Peraturan Desa (Perdes) tentang lubuk larangan setelah melewati musyawarah bersama Masyarakat desa. “Setelah kelembagaannya direvitalisasi, PTAR dengan seremoni adat melaksanakan tebar benih ikan,” paparnya.
Dukungan yang diberikan PTAR bertujuan untuk melestarikan adat lubuk larangan dan pengembangbiakan ikan jurung sebagai spesies endemik Tapanuli Selatan dan ikan air tawar lainnya sebagai bentuk konservasi ekosistem dan biodiversity sungai.
PTAR pada September 2023 melepaskan 4.000 benih ikan jurung, nila, dan mas. Ikan jurung yang menjadi satwa endemik perairan Sumatera. Ikan ini tersebar dari Aceh, Sumatera Utara, hingga Riau dan Jambi. Karakteristik ikan jurung seperti ikan salmon, menghuni kawasan hulu sungai dengan arus sedang-deras dan jernih. “Mereka cenderung untuk berdiam di satu tempat apalagi di titik tempat petugas memberikan pakan,” kata Sugeng.
Risman menjelaskan tugas berat yang dipikul apparat desa adalah memberikan pengertian kepada masyarakat agar memahami lubuk larangan. “Kami memberi pengertian sederhana kepada warga bahwa untuk menjaga ikan tetap hidup di sungai, maka kondisi sungai harus bersih. Mau tak mau warga juga harus menjaga kelestarian sungai dan lingkungan sekitarnya. Dulu pada 2000 sebelum dibuat lubuk larangan Masyarakat susah dapatkan ikan (di sungai),” tutur Risman.
Pemahaman tentang lubuk larangan sangat penting karena warga Garoga hingga kini masih bergantung pada sungai untuk aktivitas sehari-hari seperti mencuci, mandi, hingga sumber air untuk memasak. “Saat ini, aktivitas itu tetap dilakukan namun warga sangat menjaga kelestarian lingkungan,” katanya.
Ikan-ikan itu tidak selamanya dilarang untuk ditangkap. Setiap enam bulan, sekitar Mei-Juni dan akhir tahun, sungai dibuka untuk pemancingan. “Ratusan orang di luar Tapsel sejak malam sudah datang untuk mengikuti pemancingan di Sungai Garoga. Setiap orang harus membayar karcis Rp100 ribu baru boleh memancing. Dana yang terkumpul kami gunakan untuk memperbaiki infrastruktur desa dan kebutuhan lainnya,” papar Risman. Acara pemancingan ini menghasilkan dana lebih dari Rp40 juta.
Panen besar di lubuk larangan dilakukan setahun sekali, seminggu setelah Lebaran Idul Fitri. Masyarakat berbondong-bondong turun ke sungai. Hasil tangkapannya dikumpulkan dan kemudian dibagi rata untuk sekitar 250 KK. “Suasananya seperti pesta. Apalagi masih ramai dengan pemudik. Program ini sekaligus makin mengokohkan ikatan kekeluargaan di Desa Garoga, tidak hanya bermakna ekonomi,” kata Risman.
Panen lubuk larangan, ungkap Risman, diharapkan dapat menarik warga yang tinggal di luar daerah untuk pulang kampung sehingga mereka bisa menikmati ikan yang tadinya sudah tidak terlihat di Sungai Garoga. Menurut dia, selama lubuk larangan dibuka, warga masih bisa mengkonsumsi ikan ini lewat acara masak-masak dan makan bersama di pinggir sungai sebagai wujud rasa syukur.
PTAR memperluas zona lubuk larangan ke Sungai Aek Ngadol dan Sungai Garoga di Desa Sumuran yang berada di Kecamatan Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, dengan melepas puluhan ribu bibitikan jurung dan bibit ikan mas. Di Sungai Aek Ngadol, tepatnya di Desa Aek Ngadol Sitinjak, sebanyak 7.000 bibitikan jurung dan 1.600 bibit ikan mas dilepaskan. Ribuan bibit ikan itu dibiarkan berkembang di zona lubuk larangan sepanjang 6 kilometer.
Sementara, di Sungai Desa Sumuran yang merupakan bagian dari Sungai Garoga, PTAR dan masyarakat juga menerjunkan 7.000 bibitikan jurung dan 1.600 bibit ikan mas di zona lubuk larangan sepanjang 2 kilometer. “Lubuk larangan merupakan bentuk pelestarian lingkungan yang secara konsisten kami lakukan. Setelah pembentukan lubuk larangan di dua desa ini, kami akan bergerak ke desa lain untuk membentuk lubuk larangan. Kami juga akan melakukan penyetokan ulang sebanyak 3.200 bibit ikan mas di lubuk larangan Desa Garoga yang dipanen pada Mei lalu,” ujar Sugeng.(LH)
Komentar Terbaru