JAKARTA – Pemerintah akan mengonsultasikan kebijakan dana ketahanan energi (DKE) kepada Komisi VII DPR RI pada persidangan Januari 2016. Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, pemerintah akan mengelola DKE secara profesional, transparan, dan akuntabel.
“Kami akan mengatur secara khusus tata cara pemungutan dan pemanfaatan DKE ini, termasuk prioritas pemanfaatanya. Dalam persidangan Januari nanti kami akan konsultasikan kepada Komisi VII DPR,” ujarnya, dalam rilisnya kemarin.
Menurut dia, pemerintah juga akan mengusulkan ke DPR, agar DKE masuk dalam mata anggaran APBN Perubahan 2016. Ia menuturkan pemungutan DKE sudah sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 dan PP Nomor 79 Tahun 2014.
Secara internal, lanjutnya, DKE akan diaudit Itjen Kementerian ESDM atau BPKP dan selanjutnya BPK. Sebagai uang negara, DKE akan disimpan di Kementerian Keuangan dengan otoritas pengggunaan oleh Kementerian ESDM.
Sudirman menambahkan DKE akan digunakan mendukung kegiatan eksplorasi untuk meningkatkan cadangan, membangun infrastruktur cadangan strategis, dan mengembangkan energi baru dan terbarukan. “Situasi pengelolaan energi ke depan sudah harus berbeda karena tantangannya berbeda. Kebijakan yang tidak tepat di masa lalu tentu harus dikoreksi dan sebaliknya yang baik harus dipertahankan,” katanya.
Menurut dia, rezim subsidi harus secara bertahap bergeser menjadi netral subsidi, dan suatu saat dikenakan pungutan premi atas BBM.
Di sisi lain, beban keuangan negara harus diprioritaskan ke belanja yang lebih produktif seperti infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. “Saat ini, kita dihadapkan persoalan kilang pengolahan yang sudah tua dan hanya mampu memenuhi separuh dari kebutuhan, sehingga kita tergantung pada impor BBM,” ujarnya.
Di tambah lagi, produksi minyak mentah terus menurun yang berakibat pada impor minyak mentah terus meningkat. Namun, lanjutnya, di sisi lain, potensi energi baru dan terbarukan yang demikian besar belum terolah dengan baik.
Pemerintah akan memungut DKE dari penjualan BBM jenis Premium dan Solar. Setiap liter penjualan Premium dipungut DKE Rp200 dan Solar Rp300. Kebijakan tersebut berlaku bersamaan penurunan harga kedua jenis BBM tersebut per 5 Januari 2016. Pemerintah diprediksi mampu menghimpun dana ini sebesar Rp16 triliun.
Berbagai kalangan menilai kebijakan tersebut tidak memiliki dasar hukum bahkan menyalahi undang-undang. “Dasar hukumnya apa? Pungutan itu sangat janggal,” kata Direktur Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean, di Jakarta, Kamis (24/12).
Menurut dia, Undang-undang Nomor 30/2007 tentang Energi tidak mengatakan dana ketahanan energi dapat diperoleh dari pungutan masyarakat. Dia juga tidak sepakat dengan alasan pemerintah memungut dana ketahanan energi karena memanfaatkan momentum turunnya harga minyak dunia. “Momentum turunnya harga minyak dunia seharusnya digunakan pemerintah untuk menurunkan harga jual bahan bakar minyak,” tegasnya.(LH)
Komentar Terbaru