JAKARTA – Setelah melalui drama selama sekitar tiga tahun, akhirnya salah satu perusahaan tambang nikel terbesar yang beroperasi di Indonesia mampu dikuasai negara. Meskipun tidak menjadi pemilik sepenuhnya tapi tangan pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor tambang yaitu Mineral Industri Indonesia (MIND ID) punya otoritas paling tinggi di PT Vale Indonesia Tbk (INCO) karena menguasai 34% saham. Sisanya sebesar 33,9% dikuasai oleh Vale Canada Limited (VCL) dan Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. (SMM) menguasai 11,5%. Serta 20,6% dimiliki oleh publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Jalan terjal harus dilalui MIND ID dalam proses akuisisi ini. Meskipun sebagai kepanjangan tangan pemerintah tentu wajar jika MIND ID melihat proses ini sebagai pintu masuk MIND ID menjadi salah satu perusahaan dunia yang menjadi produsen nikel, salah satu mineral paling berharga saat ini.
Selain berhak menetapkan jajaran beberapa posisi di dewan direksi, sebagai pemilik saham terbesar, pemerintah Indonesia melalui MIND ID akan memiliki hak untuk menunjuk 3 Komisaris, termasuk Komisaris Utama, serta Direktur Utama, dan Direktur SDM.
MIND ID menjadi pemilik saham terbesar setelah bernegosiasi hampir lebih tiga tahun lamanya setelah sukses ambil 20% saham Vale. Pemerintah MIND ID kembali ditunjuk untuk akuisisi 14% saham.
Bolak-balik negosiasi berakhir dengan jalan buntu. Salah satu isu terbesarnya selain tentu saja harga adalah masalah hak pengendalian operasional Vale pasca akuisisi. Hingga garis akhir negosiasi sebenarnya manajemen MIND ID tetap bersikeras menjadi pengendali serta konsolidasi finansial. Sementara pihak VCL dengan tegas menolak rencana tersebut.
Keinginan MIND ID tentu bukan tanpa alasan. Sebelumnya berdasarkan informasi yang diperoleh Dunia Energi, jika hak pengendali tidak dimiliki MIND ID maka aset Vale berikut dengan cadangannya tentu bisa tercatat di luar negeri. Ini tentu bisa dimanfaatkan untuk mencari pendanaan alias utang. Setelah melalui pembahasan yang sangat alot, akhirnya kesepakatan jalan tengah tercapai.
Alotnya negosiasi membuat kepala negara bahkan bergerak langsung. Presiden Joko Widodo pada November 2023 lalu disela kunjungan menemu Presiden Amerika Serikat, Joe Bidden juga menggelar pertemuan dengan CEO Vale Base Metal, Deshnee Naido. Pertemuan tersebut tentu menjadi signal kuat bagaimana pemerintah mendesak agar kesepakatan antara MIND ID dan Vale segera rampung.
Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menegaskan bahwa MIND ID tidak sepenuhnya mengendalikan Vale meskipun jadi pemilik saham terbesar. MIND ID akan bersama-sama dengan VCL mengendalikan PT Vale Indonesia karena ini sifatnya kontrol bersama atau joint control over corporation,” ujar Erick dalam keterangannya setelah penandatanganan kesepakatan, Senin (27/2).
Mengendalikan Vale Indonesia bukan perkara receh, karena Vale saat ini jadi salah satu perusahaan nikel paling produktif, tidak hanya di Indonesia tapi juga dunia. Hingga saat ini Vale baru memproduksi nikel dari wilayah Sorowako dimana sepanjang tahun 2023 saja realisasi produksi nikelnya telah tembus 70.728 metrik ton (MT). Ini belum ditambah dengan produksi nikel yang nantinya bakal digenjot ketika proyek nikel di Pomalaa dan Bahadopi rampung. Tidak hanya produksi nikel dalam matte nantinya seluruh produksi nikel di tiga wilayah yakni Bahadopi, Pomalaa dan Sorowako akan langsung diolah menjadi produk turunan nikel.
Pendapatan Vale juga terus merangkak naik seiring dengan meningkatnya harga komoditas nikel. Tahun lalu Vale membukukan pendapatan US$1,2 miliar serta laba bersih US$269,88 juta. Laba tahun lalu jauh lebih tinggi dari laba tahun 2022 yang sebesar US$200,4 juta ataupun tahun 2021 yang hanya 165,79 juta.
Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves), menyatakan akuisisi Vale Indonesia merupakan babak baru bagi Indonesia dalam target menguasai panggung transisi energi di dunia yang akan banyak mengandalkan baterai maupun kendaraan listrik. Bahan baku utama untuk memproduksi semua itu adalah nikel dan pasokan nikel dunia itu kini dipasok dari Indonesia.
“Saya kira hari ini adalah hari yang penting karena akan menandai Pemerintah Indonesia melalui MIND ID menjadi Pemegang Saham terbesar PT Vale Indonesia. Hal tersebut akan menjadi satu hal yang penting dalam program hilirisasi nikel Indonesia kedepannya, terutama untuk mensuplai produk turunan nikel kepada pasar Eropa dan IRA-Amerika Serikat,” jelas Luhut.
Pemerintah mengklaim bahwa aksi akuisisi ini sangat menguntungkan karena mendapatkan harga dibawah pasaran.
Hendi Prio Santoso, Direktur Utama MIND ID, menyatakan bahwa perusahaan menyiapkan total dana mencapai sekitar US$ 300 juta untuk menutup kesepakatan akuisisi saham Vale ini.
“Nilainya Rp 3.050 per lembar (saham), kira-kira US$ 300 juta-an, tapi itu ada yang langsung primary ada yang secondary,” kata dia setelah penandatanganan kesepakatan.
Berdasarkan informasi dari laman resmi VCL total biaya yang harus dibayar oleh MIND ID kepada VCL secara tunai di akhir tahun 2024 adalah sekitar US$160 juta atau jika dengan kurs sekitar Rp 15.500 mencapai Rp2,48 triliun.
Transaksi itu untuk memenuhi persyaratan utama bagi Vale untuk memperpanjang izin pertambangannya melalui penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang akan habis pada akhir tahun 2025 mendatang.
Saat ini pekerjaan rumah dimiliki pemerintah yaitu memastikan kegiatan operasional terus berlanjut. Bahkan itu diakui juga oleh Luhut yaitu urusan perizinan.
“Saya minta perizinan-perizinan yang masih belum selesai, terutama IUPK, bisa segera dikeluarkan pada minggu ini, sehingga proses transaksi akuisisi ini bisa dituntaskan segera,” tegas Luhut.
Akuisisi Vale Indonesia dan menjadikan BUMN sebagai pemegang saham mayoritas ini jadi satu dari beberapa deretan aksi “nasionalisasi” perusahaan kelas kakap di sektor energi di zaman pemerintahan presiden Jokowi.
Untuk sektor tambang sebelumnya telah dilakukan akuisisi saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Setelah melalui proses yang tidak kalah dipenuhi drama, pada tahun 2018 MIND ID melalui anak usahanya PT Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) akhirnya memiliki 51,23% saham Freeport Indonesia.
Selain sektor tambang, Migas juga menjadi incaran pemerintah. Blok Mahakam jadi incaran pertama. Awal tahun 2018 lalu menjadi babak baru pengelolaan salah satu blok gas terbesar di Indonesia yakni Mahakam yang berpindah kepemilikan, dari Total E&P Indonesie ke Pertamina. Tidak hanya itu, tahun 2021 blok minyak terbesar dalam sejarah Indonesia juga beralih kepemilikan. Chevron harus gigit jari karena pemerintah memutuskan menyerahkan pengelolaan blok Rokan kembali ke Pertamina.
Semua aksi “nasionalisasi” itu memeng terlihat berani dan ada kesan keberpihakan kepada Indonesia. Tapi jangan senang dulu, karena pekerjaan lain justru menanti dan jauh lebih besar. Pemerintah harus memastikan terjadi transformasi teknologi, pengetahuan sehingga bisa dikelola langsung oleh generasi penerus.
Pencaplokan perusahaan asing menjadi milik negara itu juga harus dipastikan memberikan manfaat sepenuhnya untuk masyarakat. Jangan sampai meskipun secara kepemilikan saham punya BUMN, tapi hasilnya justru dinikmati perusahaan dan elit semata. Kepemilikan perusahaan raksasa di sektor energi tersebut oleh pemerintah melalui BUMN seharusnya memberikan pintu pengawasan lebih ketat dan pemerintah harusnya bisa membuktikan kesan BUMN sebagai sapi perah yang selama menjadi dogma di masyarakat adalah salah. (RI)
Komentar Terbaru