JAKARTA – Pelaku usaha didorong untuk menjalankan arah baru dalam program hilirisasi, salah satunya adalah mulai masuk untuk mengembangkan grafena dan logam tanah jarang (LTJ) yang ditemukan di batu bara.

Muhammad Wafid, Plt Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan saat ini Badan Geologi sudah berkerjasama dengan Perguruan Tinggi, Lembaga Riset dan lainnya untuk melihat keekonomian. “Sejauh ini nilainya lebih besar dari penambangan secara konvensional. Diharapkan akan ada Badan Usaha yang berminat untuk melakukan hingga project skala pilot yang dapat diusahakan,” kata Wafid dalam konferensi pers, Jumat (19/1).

Dia menuturkan dalam skala lab pengembangan hilirisasi untuk grafena dan LTJ di batu bara sudah memenuhi keekonomian untuk itu proses lanjutan seharusnya bisa dilakukan. “Sesuai dengan roadmap pengembangan dan pemanfaatan batubara, secara umum dalam skala lab, cukup ekonomis, dan sedang kita lakukan kajian bersama sama dengan stakeholder yang ada dalam scale up yang lebih besar, sejauh ini Badan Geologi juga masih menyelidiki potensi2 di wilayah lain secara komprehensif,” jelas Wafid.

Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Badan Geologi Kementerian ESDM, menjelaskan grafena ini banyak ditemukan di barang-barang elektronik, sensor, biomedis, energi (harvest & storage), komposit & pelapis.

Agung Pribadi, Kepala Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Badan Geologi Kementerian ESDM, pernah menjelaskan grafena yang terkandung dalam batu bara sangat berpotensi besar menggantuikan grafit, apalagi harga dan sumber dayanya yang melimpah.

Pengembangan grafena merupakan satu dari empat strategi yang diusulkan Badan Geologi untuk meningkatkan nilai tambah batu bara. Tiga lainnya adalah batu bara metalurgi, adanya pengembangan logam tanah jarang (rare earth), serta asam humat batu bara yang bisa jadi Asam Humat atau pupuk batu bara yang dapat diekstrak dari batubara kalori rendah.

Grafena kata Agung selama ini tidak diproduksi di Indonesia dan hanya diimpor. Menurut dia Cina melakukan impor batu bara tidak hanya untuk digunakan sebagai bahan bakar PLTU tapi justru banyak digunakan untuk diambil grafena dan logam tanah jarangnya.

Dengan adanya potensi lain produk turunan batu bara ini Pemerintah berharap batu bara ke depannya tidak lagi dibakar hanya untuk memenuhi kebutuhan PLTU. “Jadi nanti tidak hanya untuk bahan bakar termal tapi ada juga alternatif lain mengolah sumber daya alam ini,” ujar Agung. (RI)