SORONG – Rehabilitasi terumbu karang menjadi upaya yang dilakukan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Pertamina EP Papua Field untuk memperbaiki ekosistem laut di Pulau Soop dan Misol, Sorong, Papua.

Muslim Nugraha, Manager Field PEP Papua menyatakan program rehabilitasi terumbu karang ini telah dilakukan sejak 2021 di Pulau Misol dan menyusul kemudian di Pulau Soop sejak 2022.

”Total area Rehabilitasi Terumbu Karang baik di Pulau Misol maupun Pulau Soop adalah 1.000 meter persegi, dengan jumlah fragmen terumbu karang sebesar 9.902 di Pulau Misol dan 1.248 fragment di Pulau Soop,” ujar dia disela-sela Kegiatan Kunjungan Lapangan Indonesia Timur di Pulau Dome, Sorong, Papua, Rabu (20/12).

Menurut Muslim, dengan rehabilitasi terumbu karang ini, diharapkan, ekosistem terumbu karang yang sempat hancur karena pemakaian bom ikan oleh nelayan setempat bisa kembali normal. Dengan begitu, ekosistem bawah laut di Pulau Soop dan Misol dapat kembali hidup.

“Awalnya karena terumbu karang yang rusak, ikan-ikan menjauh sehingga hampir tidak ada ekosistem bawah laut di wilayah ini, tetapi sejak dilakukan transplantasi terumbu karang, ikan-ikan mulai kembali dan ekosistem terumbu karang di perairan ini mulai tumbuh,” kata dia.

Muslim berharap, dengan rehabilitasi terumbu karang ini, Pulau Soop dan Pulau Misol dapat menjadi alternatif wisata bahari, selain Raja Ampat. Apalagi, jarak dari Kota Sorong ke kedua pulau tersebut relatif dekat dan jarang terkendala cuaca.

“Raja Ampat memang sudah menjadi destinasi wisata sejak dulu, harapannya, Pulau Misol dan Soop bisa menjadi alternatif bagi para wisatawan untuk menikmati dunia bawah laut di Papua Barat Daya,” kata dia.

Menurut Muslim, dengan mengembangkan Pulau Soop dan Misol sebagai destinasi wisata baru, diharapkan ekonomi masyarakat sekitar menjadi terbangun. “Kami tidak hanya memperbaiki ekosistemnya tetapi juga membangun ekonomi sekitar,” kata dia.

Pertamina EP Papua Field, kata Muslim, menggandeng lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah setempat dalam menjalankan program. Bahkan untuk memastikan keberlanjutan program, dibentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmawas) Terumbu Karang Lestari yang bertugas menjaga kelestarian terumbu karang.

“Terumbu karang menjadi spesies penting yang memberikan perlindungan pantai bagi masyarakat, habitat ikan, dan potensi pariwisata, sehingga menjadi penting untuk merestorasi kembali terumbuh karang itu,” katanya.

Dia mengakui bahwa konservasi turut berkontribusi dalam mengurangi emisi karbon, di samping aktivitas penanaman pohon, sehingga terumbu karang perlu dilestarikan.

Pada kesempatan yang sama, Galih W. Agusetiawan, Kepala Departemen Formalitas dan Komunikasi Perwakilan SKK Migas Wilayah Papua dan Maluku (Pamalu) mengatakan, program rehabilitasi terumbu karang diharapkan dapat menjadi contoh bagi wilayah lain yang mengalami kondisi serupa agar dapat mengembalikan habitat bawah laut yang rusak menjadi lebih baik.

Ia berharap Pulau Misol dan Soop dapat mengembangkan ekowisata yang tak kalah menarik dibanding Raja Ampat. “Desa Ekowisata terbukti tak hanya memperbaiki kondisi lingkungan di sekitarnya tetapi juga membangun ekonomi masyarakat, sehingga program ini memiliki prospek yang sangat baik ke depannya,”

Selain itu, konservasi terumbu karang juga mendukung pencapaian 17 pilar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu no. 3 Kehidupan Sehat dan Sejahtera, no. 11 Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan, no. 14 Ekosistem Lautan, no. 15 Ekosistem Daratan, dan no. 17 Kemitraan untuk Mencapai Tujuann

Menurut Galih, SKK Migas mengimplementasikan SDGs lewat Peningkatan Kapasitas Masyarakat melalui Program-Program Pengembangan Masyarakat (PPM) dalam kerangka memandirikan masyarakat desa. Upaya tersebut dilakukan secara bersama oleh SKK Migas dan para KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama), sehingga nantinya dapat secara berkesinambungan didukung oleh pemerintah pusat (kementerian) dan pemerintah daerah, utamanya untuk menciptakan kemandirian masyarakat dari sektor perikanan dan pariwisata.

Ia mencontohkan Objek Wisata Teluk Sorong dengan nama sandi Dewi Bakul (Desa Wisata Bahari dan Kuliner), yang berada di Kampung Arar, Kabupaten Sorong, dikelola Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) setempat, dimana keunggulan sumber daya alam yang penuh pesona untuk menarik wisatawan dipadukan dengan kuliner khas yang bisa memanjakan lidah para pelancong.

Galih mengungkapkan program-program PPM bertujuan membangun masyarakat desa agar nantinya dapat mandiri secara ekonomi. SKK Migas dan KKKS serta pihak pemerintah pusat maupun daerah secara bersama terus berusaha mewujudkannya.

Salah satu yang didorong adalah pembentukan Bumdes di berbagai daerah yang memiliki potensi sumber daya alam dan dapat dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

“Bumdes adalah badan hukum dan ini merupakan syarat untuk dapat dibangunnya sinergi dengan berbagai instansi pemerintah maupun swasta, memungkinkan adanya kolaborasi dengan KKKS di sekitar wilayah badan usaha milik desa itu berada,” kata Galih.(AT)