JAKARTA – Sebagai aktor utama pemenuhan kebutuhan listrik di tanah air, PLN Indonesia Power (PLN IP ) juga memiliki program penurunan emisi yang dihasilkan dari kegiatan operasinya. Salah satu langkah yang ditempuh adalah diversifikasi energi.
Mochamad Soleh, VP Technology Development PLN IP, menjelaskan PLTU yang dioperasikan PLN IP saat ini sudah menggunakan campuran biomassa, jadi tidak hanya mengandalkan batu bara. Tahun lalu rata-rata penggunaan biomassa mencapai 1,09%.
“Jadi PLTU mampu membakar sampah-sampah menurunkan emisi karbon. 2022 kita kontribusi turunkan 525 ribu ton co2 dengan penggunaa cofiring,” kata Soleh dalam paparannya di webinar DETalk dengan tema Climate Change Mitigation : Collaborative Strategies for Greener Energy Industry yang digelar Dunia Energi, Selasa (17/10).
Selain biomassa, PLN juga mengembangkan pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan kapasitas mencapai 14,6 Megawatts (MW) dan 5,1 MW Solar PV. “Dengan kontribusi penurunan emisinya lebih dari 15 ribu ton CO2,” ujar Soleh.
Hingga tahun 2028, PLN IP komitmen untuk menurunkan intensitas emisinya menjadi hanya 0,75 ton/MWh. Beberapa strategi yang dicanangkan antara lain mengembangkan pembangkit listrik EBT dengan kapasitas mencapai 2,7 Gigawatt (GW) serta penggunaan biomassa hingga 6% di PLTU.
“Lalu penggunaan Hidrogen dan Ammonia, ketika membakar biomassa biar rendah tapi ada karbon, kalau gunakan hidrogen itu tidak mengandung karbon sehingga jadi ada proses carbon capture,” ujar Soleh.
PLN IP juga mulai melirik penggunaan energi nuklir. Alih-alih membangun pembangkit listrik nuklir raksasa, PLN IP kata Soleh bakal mengkaji pengembangan energi nuklir untuk listrik dengan skala kecil dan modular.
“Nuklir, small and modular reactor, target kita pada awalnya meningatkan daya terima dari masyarakat. Kalau bicara PLTN besar-besar bisa sampai 1.000 MW, kalau small modular 100 MW itu bisa,” kata dia.
Selanjutnya adalah mengembangkan Integrated coal gasification combined cycle (IGCC) dan Carbon Capture Storage (CCS).
Dalam rencana jangka panjang, PlN IP berencana mendekarbonisasi aset pembangkit listriknya guna menuju target Net Zero Emission 2060 melalui enam inisiatif strategis.
Pertama adalah membangun lebih banyak pembangkit listrik berbasis EBT. Kedua pensiun dini PLTU. Ketiga implementasi biomassa dan memastikan pasokannya. Lalu yang keempat adalah implementasi CCS/CCUS. Kelima penggunaan hidrogen dan amonia sebagai biomassa untuk energi alternatif batu bara kemudian meningkatkan konsumsi energi baru terbarukan melalui inisiatif pembangunan manufaktur solar PV dan baterai.
Soleh menjelaskan dalam pembangunan pembangkit listrik baru yang ramah lingkungan untuk turunkan karbon tentu harus membangun pembangkit listrik EBT lebih banyak, hanya saja tentu ada tantangannya dari sisi investasi dan apa yang harus dilakukan dengan pembangkit eksisiting yang masih memiliki nilai ekonomis.
Dalam target penyediaan pembangkit EBT sendiri PLN IP menargetkan menambah 50 GW hingga tahun 2060 lalu ada juga tambahan dari nuklir sampai 10 GW.
Soleh menuturkan PLN IP juga berencana menggantikan seluruh disel dengan solar PV dan battery energy storage. Lalu memanfaatkan aset-aset yang ada sampai masuki masa pensiun dengan terus mengusahakan penggunaan bahan bakar alternatif pengganti batu bara.
“Natural mulai retire tahun 2040 tapi paralel kita studi konversi, jadi aset yang masih ada konversi menjadi biomassa, jadi tadinya membakar batu bara 100% menjadi biomassa 100%, sehingga bisa lebih hijau. Lalu bisa juga membakar amonia dan hidrogen, jadi fisik PLTU masih bisa digunakan namun bahan bakarnya yang ramah lingkungan bebas karbon itu amonia dan hidrogen ditambah lagi dengan penangkapan karbon dan instalasi baterai,” jelas Soleh.
Sejauh ini PLN IP kata Soleh telah sukses melalui tantangan untuk tetap memproduksi listrik secara stabil atau EAF (Equivalent Availibility Factor) dan menjaga agar Equivalent Force Outage Rate (EFOR) tetap rendah namun konsistem menjalankan upaya penurunan emisi.
“EAF keandalan ini menunjukkan jam tersedia pembangkit listrik, setiap saat dijamin kita berkomitmen sediakan EAF diatas 90%. Terbukti 3 tahun terakhir kita sediakan EAF sampai dengan 95% di tahun 2022.dengan pengelolaan baik kita bisa turunkan potensi gangguan sampai angka 0,96% tahun 2022. Di sini komitmen kita, jadi dalam waktu yang sama harus turunkan emisi, jaga lingkungan dan waktu yang sama kita harus turunkan turunkan EFOR dan jaga kesiapan,” jelas Soleh.
Komentar Terbaru