JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjajaki penyelesaian di luar pengadilan terhadap tuntutan India Metals & Ferro Alloys Limited (IMFA) di forum Permanent Court of Arbitration di Den Haag, Belanda.
Bambang Gator Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, mengatakan saat ini pemerintah Indonesia sedang menghadapi tuntutan persidangan di Singapura dengan nilai tuntutan sebesar US$ 581,11 juta atau Rp 7,5 triliun.
“Ini rangkaian akibat dari pemberian izin di Kalimantan Tengah (Kalteng), dimana terjadi pengalihan kepada investor India yang ternyata terjadi tumpang tindih. Karena India punya treaty dengan Indonesia, sehingga sekarang mereka menuntut dan di bawa ke arbitrase. Kita juga coba dengan settlement of court, melakukan pendekatan dengan perusahaan. Akan dilihat apakah dapat diselesaikan di luar pengadilan,” kata dia di Jakarta, Rabu.
Menurut Bambang, pemerintah Indonesia telah menunjuk Jaksa Pengacara Negara sebagai kuasa pemerintah dibantu oleh kementerian terkait untuk menghadapi kasus ini.
Kasus ini berawal dari pembelian PT Sri Sumber Rahayu Indah oleh India Metal pada 2010. PT Sri memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk batu bara di Barito Timur, Kalimantan Tengah.
Investor asing asal India ini merasa dirugikan karena telah menggelontorkan uang US$ 8,7 juta untuk membeli PT Sri, tapi tidak bisa melakukan penambangan karena ternyata IUP di lahan seluas 3.600 hektar yang dimiliki PT Sri tidak clean and clear (CnC). IUP Sri Sumber Rahayu tumpang tindih dengan IUP milik tujuh perusahaan lain.
Karena itu, India Metals menuntut ganti rugi dari pemerintah Indonesia senilai Rp 7,5 triliun. Menurut perhitungan mereka, potensi pendapatan yang hilang (potential lost) akibat tidak bisa menambang batu bara ditambah investasi yang sudah mereka keluarkan mencapai Rp 7,5 triliun.
Gugatan tersebut masuk pada 23 September 2015 lalu dan akan mulai sidang pertama pada 6 Desember 2015 dengan tiga orang arbiter yang dipimpin arbiter independen di arbitrase Singapura. Dalam waktu maksimal dua tahun, arbitrase akan menetapkan keputusan. IUP yang tumpang tindih ini diterbitkan oleh bupati Barito Timur pada tahun 2006.
Kementerian ESDM telah berkoordinasi dengan Direktur Perdata Jamdatun Kejaksaan Tinggi Provinsi Kalteng untuk mengusut dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh mantan bupati Barito Timur. Akibat perbuatan mantan bupati Barito Timur pada 2006 tersebut, negara berpotensi dirugikan hingga Rp 7,5 triliun, jika kalah di arbitrase internasional.(RA)
Komentar Terbaru