JAKARTA—Pelaku industri di Tangerang, Banten, ramai-ramai menghentikan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik sendiri dan memutuskan beralih ke listrik PLN untuk mengurangi polusi udara. Salah satunya adalah PT Polychem Indonesia (ADMG) yang mengalihkan penggunaan ke listrik PT PLN (Persero) setelah sebelumnya membangkitkan listrik mandiri dari PLTU sebesar 2×15 MW. Listrik tersebut dipakai untuk membuat bahan baku polyester, yaitu etilen glikol.
 
“Untuk mengurangi polusi udara, kami mempensiunkan PLTU yang sebelumnya dikelola mandiri untuk menekan emisi,” kata Taufan Prihadi, Electric Instrument Manager PT Polychem Indonesia.
 
Selain tidak lagi mengonsumsi batu bara untuk membangkitkan listrik, lanjut Taufan, Polychem jauh lebih hemat dari sisi operasional. Diketahui pengeluaran biaya listrik Polychem hampir Rp10 miliar per bulan jika masih menggunakan pembangkit mandiri.
 
“Sekarang menggunakan listrik dari PLN juga lebih hemat dari sisi pengeluaran. Ongkos listriknya lebih murah dan bebas biaya maintenance. Dulu saat PLTU kami beroperasi, konsumsi batu bara kurang lebih mencapai 740 ton per hari,” kata Taufan.
 
Tak hanya itu, menurut Taufan, manajemen Polychem, memperoleh nilai positif dalam penggunaan listrik PLN. “Kebijakan energi manajemen selaras dengan kebijakan pemerintah untuk segera mencapai net zero emission pada 2060,” katanya. 
 
PT Indonesia Toray Synthetic, diketahui juga menghentikan penggunaan PLTU milik sendiri berkapasitas 2×15 MW dan memutuskan beralih ke listrik PLN dengan total pasokan 45 MVA.
 
PLN diketahui memasok seluruh kebutuhan listrik sebesar 45,38 mega volt ampere (MVA) ke PT Indonesia Toray Synthetics (ITS), produsen serat sintetis di Banten. ITS merupakan anak usaha Toray Group dari Jepang mengandalkan suplai listrik yang berasal dari PLTU milik sendiri dan sebagian melalui layanan tegangan menengah PLN.
 
ITS mengklaim, mampu mengurangi emisi karbonnya hingga lebih dari 60 ribu ton CO2 per tahun sesuai dengan visi dari Toray Group. (RA)