JAKARTA – Sama seperti namanya, Proyek Abadi Masela seperti abadi tidak kunjung diselesaikan. Bahkan setelah seperempat abad atau 25 tahun ditemukan, cadangan gas di sana belum juga diproduksikan. Berbagai macam halangan ditemui dalam proses pengembangan Masela.
Inpex Corporation, perusahaan asal negeri Sakura Jepang yang menjadi operator di sana bersama dengan Shell tentu dipertanyakan komitmennya. Bahkan Shell terang-terangan sudah tidak lagi berminat melanjutkan proyek Masela dan kini sedang dalam tahap negosiasi menjual Participating Interest (PI)-nya sebesar 35% ke Pertamina.
Inpex sebagai operator praktis tidak bisa leluasa untk melanjutkan proyek Masela setelah rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) disetujui pemerintah pada 2019 lalu.
Inpex dikenal portofolio atau hanya memiliki PI di banyak proyek migas bukan sebagai operator atau pelaksana. Shell adalah tulang punggung proyek tersebut karena sudah teruji menggarap berbagai proyek migas jumbo.
Meskipun pemerintah menyatakan proyek Masela tetap lanjut tanpa Shell tapi tidak sedikit yang mempertanyakan kemampuan Inpex. Bahkan beredar kabar jumlah pekerja Inpex, perwakilan yang ada di Indonesia jumlahnya terus menyusut. Informasi yang diperoleh Dunia Energi menyebutkan bahwa jumlah pekerja Inpex hanya tersisa 15 orang. Apa yang bisa dilakukan dengan jumlah sebanyak itu untuk proyek sebesar Masela?
Kini pemerintah berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan proyek Masela. Agar tidak kehilangan momentum ditengah gegap gempitanya tren transisi energi. Karena gas dianggap sebagai energi paling pas di masa transisi menuju penggunaan secara maksimal Energi Baru Terbarukan (EBT).
Pemerintah terlihat jelas geram dan menyalahkan Shell yang sudah diberikan karpet merah dengan berbagai insentif agar proyek Masela sesuai dengan keekonomian tapi justru kini malah menjual PI-nya.
Terbaru, Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyebut Shell sebagai salah satu aktor terganggunya ketahanan energi nasional.
“Kita minta Shell sungguh-sungguh untuk ini, karena kita serius karena ini mengganggu transisi energi kita, mengganggu ketahanan energi kita ini yang krusial,” kata Arifin pekan lalu di kantor Kementerian ESDM.
Blok Masela merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang hak partisipasinya dipegang oleh Inpex dan Shell. Namun Shell kemudian menyatakan keinginan untuk melepas hak partisipasinya. di Lapangan Abadi, sehingga harus dicari penggantinya. Sebelum menarik diri dari Blok Masela, Shell menguasai 35% saham participating interest (PI). Sisanya dikuasai Inpex sebesar 65%. Shell sendiri sebenarnya menjadi pemain kunci dalam pengembangan blok Masela karena memiliki teknologi membangun fasilitas pengolahan LNG berskala besar.
Menurut Arifin sikap Shell yang keras terhadap negosiasi harga PI sangat merugikan Indonesia. Indonesia seperti tersandera oleh sikap Shell.
“Karena sudah delay berapa tahun, harusnya 2027 sudah COD tapi dengan adanya ini kan mundur, padahal kita sudah kasih kesempatan, ok Shell you divest segera dicari, tapi jangan disandera kita,” tegas Arifin. (RI)
Komentar Terbaru