JAKARTA – Di dalam ajang KTT G-20 di Bali tahun 2022, Presiden Jokowi telah menegaskan komitmen Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan transisi energi untuk mengurangi efek rumah kaca dan mencapai Net Zero Emission (NZE). Sebagai salah satu upaya yang dilakukan adalah mendorong penelitian dan pengembangan teknologi pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT), di mana pemanfaatan energi nuklir merupakan salah satu pilihan. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) sebagai lembaga pemerintah yang bertugas melaksanakan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia tentu memiliki kewajiban untuk mendukung implementasi kebijakan pemerintah tersebut.
Seiring dengan diimplementasikannya Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi Undang-Undang pada tanggal 21 Maret 2023 lalu, Bapeten berkomitmen untuk mendukung peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, terutama di sektor ketenaganukliran. Komitmen ini diwujudkan dengan dikeluarkannya kebijakan layanan konsultasi perizinan (pre-licensing) untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Kebijakan pre-licensing ini memberikan kesempatan kepada pelaku usaha ketenaganukliran untuk melakukan konsultasi dengan Bapeten terkait aspek 3S (Safety – Keselamatan; Security – Keamanan; dan Safeguards – Garda Aman), sebelum nantinya pelaku usaha ketenaganukliran mengajukan permohonan izin ke Bapeten.
“Yang paling penting adalah adanya roadmap Thorcon sampai 2029. Di negara lain juga ada pra perizinan seperti ini. Target 1-2 tahun terpenuhi sehingg bisa masuk ke perizinan yang sebenarnya. Roadmap-nya sama dengan yang ada di DEN, yaitu kita bisa punya PLTN di 2032,” kata Sugeng Sumbarjo, Plt Kepala Bapeten, dalam Executive Meeting Pengawasan PLTN Dalam Rangka Kick Off Perizinan PLTN dan Penandatangan Kerangka Kerja dengan PT Thorcon Power Indonesia, di Gedung Bapeten, Selasa(28/3/2023).
Diharapkan melalui proses layanan konsultasi perizinan (pre-licensing) ini, calon pelaku usaha ketenaganukliran bisa mempersiapkan dokumen persyaratan izin sesuai dengan regulasi yang diterbitkan Bapeten sehingga proses perizinan berjalan dengan cepat, tentu saja tanpa mengorbankan pemenuhan aspek 3S tersebut.
Di penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sektor ketenaganukliran, pembangunan PLTN menggunakan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) KBLI 43294, dan untuk penelitian dan pengembangan ketenaganukliran menggunakan KBLI 72107.
Sugeng mengungkapkan saat ini terdapat beberapa pelaku usaha yang berminat untuk berinvestasi di kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kedua KBLI tersebut. Salah satu pelaku usaha yang telah memulai studi teknis dan studi ekonomi, serta menyatakan minatnya secara serius untuk berinvestasi dengan membangun PLTN pertama di Indonesia adalah PT ThorCon Power Indonesia (PT TPI).
“Pada bulan Desember 2022, Thorcon Power menyampaikan permohonan ke Bapeten untuk dapat melaksanakan kegiatan konsultasi pembangunan dan pengoperasian PLTN tipe TMSR500 dan fasilitas lainnya. Bapeten menyambut baik permohonan ini dan didokumentasikan dalam Perencanaan Konsultasi 3S,” kata Sugeng.
Perencanaan Konsultasi 3S oleh Direktur Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Bapeten Haendra Subekti, dan Nuclear Safety Senior Manager Thorcon Power Tagor Malem Sembiring.
Thorcon Power telah menyampaikan dokumen High Level Safety Assessment (HLSA) yang disusun bersama konsultan engineering nuklir Spanyol, Empresarios Agrupados (EA) dan Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika (DTNTF) UGM.
“Diharapkan melalui penandatanganan dokumen Perencanaan Konsultasi 3S ini dapat medukung terlaksananya praktik baik dalam implementasi UUCK melalui kegiatan pre-licensing yang efisien dan predictable bagi para pelaku usaha yang hendak melakukan investasi untuk membangun PLTN di Indonesia,” kata Sugeng. (RA)
Konsultasi 3S merupakan inovasi untuk akselerasi proses dalam penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
Kegiatan Konsultasi 3S ini mencakup antara lain:
1. Konsultasi dokumen masterplan yang disesuaikan dengan tahapan proses perizinan;
2. Konsultasi peta jalan terkait purwarupa TMSR500 dan fasilitas Non-fission Test Platform (NTP);
3. Konsultasi dokumen persyaratan baik teknis maupun nonteknis terkait perizinan purwarupa TMSR500 dan fasilitas Non-fission Test Platform (NTP); dan
4. Konsultasi persetujuan desain (design approval) TMSR500.
Apa sudah ada PLTN jenis ini yang sudah dioperasikan di dunia sampai saat ini?