JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi menetapkan Holding Subholding PT PLN (Persero), Rabu(21/9/2022). Langkah ini diyakni akan membawa PLN menjadi perusahaan energi yang berbasis teknologi, inovasi dan berorientasi pada masa depan menuju “The New PLN 4.0 Unleashing Energy and Beyond”.
“Kelihatannya Pemerintah sedang fokus untuk holdingisasi BUMN. Kita lihat sektor mineral sudah dilakukan dengan membentuk holding MIND ID. Untuk Semen sudah ada Semen Indonesia. Untuk pupuk ada Pupuk Indonesia. Untuk industri obat ada Biofarma. Sedangkan untuk migas sudah dibentuk Holding dan Subholding Pertamina. Kini merambah sektor ketenagalistrikan. PLN holding dengan beberapa subholding dan membaginya sesuai nomenklatur proses kegiatan. Karena itu terlihat ada subholding transmisi, distribusi, pembangkitan, penyediaan bahan bakar dan subholding penunjang,” kata Surya Darma, Ketua Energi Terbarukan APINDO, kepada Dunia Energi, Kamis(22/9/2022).
Surya menjelaskan, untuk transmisi, distribusi dan pembangkitan, sudah merupakan standar kaidah yang juga dijalankan di banyak negara. Ini adalah pola unbundling yang sebetulnya sudah dikenalkan pada UU No.20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang sudah dibatalkan oleh MK karena dianggap bertentangan dengan UUD Pasal 33. UU tersebut kemudian diubah dengan UU No.30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Konsep undbundling dihilangkan dan PLN melakukan kembali secara terintegrasi mulai Pembangkitan, transmisi dan distribusi.
“Tetapi ketika PLN merasa untuk memenuhi jaminan pasokan, maka dibentuk PLN Batubara. Maka mulailah terlihat PLN juga sudah merambah pada komoditas bukan hanya listrik sebagai infrastruktur. Bahkan untuk melengkapi kegiatan PLN, juga dibentuk beberapa anak perusahaan yang bergerak mendukung jaringan dan proses digitalisasi sistem kelistrikan dan jaringan,” ujar Surya Darma yang juga mantan Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI).
Karena itu, kata dia, bisa dipahami jika PLN harus difasilitasi dengan berbagai kegiatan tersebut. Sekarang, semua kegiatan PLN tersebut dilegalisasi dalam Badan Usaha yang berbentuk holding dan bahkan ada subholding.
Menurut Surya Darma, disinilah sekarang ketika lahirnya subdholding yang secara peraturan perundangan, berarti bukan lagi sebagai BUMN, proses unbundling di sektor ketenagalistrikan mulai berlaku.
“Secara hukum apakah bertentangan dengan UU No.30 Tahun 2009? Ini persoalan yang berbeda. Mungkin tidak bertentangan karena PLN tetap masih PLN. Sedangkan liberalisasi itu pada sektor swasta. Kita lihat bagaimana subholding itu merupakan perusahaan yang bisa dikategorikan swasta sesuai UU PT dan UU BUMN,” ujarnya.
Lebih lanjut Surya Darma menjelaskan, bagi pengusahaan dan pengadaan listrik yang makin meningkat dan memerlukan peran swasta maka undbundling memang diperlukan. Dengan demikian berarti untuk pembangkitan sudah terjadi multi sellers.
Menurutnya, tinggal selangkah lagi agar listrik yang dihasilkan oleh IPP (Independent Power Producer) juga bisa dijual ke berbagai pembeli karena distribusi PLN juga di swastanisasi.
“Apakah ini menjadi langkah awal menuju proses multi buyer – multi seller? Kita masih menunggu langkah Direksi baru dan Komisaris PLN yang baru dibentuk. Jika multi seller – multi buyer ini terjadi, tentu saja akan membuka peluang bagi pengembangan energi terbarukan yang sudah menanti untuk mendukung transisi energi menuju Net Zero Emission Indonesia tahun 2060,” ujar Surya Darma.(RA)
Komentar Terbaru