TIDAK banyak perusahaan mau terjun ke lebih dari satu bisnis energi sekaligus, apalagi perusahaan nasional. Salah satu yang agresif kembangkan energi sekaligus di beberapa sektor adalah PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Sejauh ini ada tiga bisnis utama Medco, pertama adalah bisnis migas, kemudian power atau ketenagalistrikan serta terakhir bisnis mineral berupa tambang tembaga.
Manajemen melihat peluang cukup besar dengan mengembangkan beragam portofolio bisnis lantaran kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan regional yang tumbuh pesat sehingga permintaan energinya juga diyakini terus tumbuh positif.
Migas jadi bisnis utama perusahaan dengan kontribusi terhadap Ebitda perusahaan mencapai 96%. Hingga kuartal I tahun ini Medco tercatat memilik cadangan migas 2P yang telah tersertifikasi sebesar 302 juta Barrel Oil Equivalent (BOE) serta sumber daya 2C mencapai 1,125 miliar BOE.
Sementara di sektor power atau kelistrikan Melalui anak usahanya PT Medco Power Indonesia, saat ini Medco mengelola pembangkit listrik dengan total kapasitas pembangkit sekitar 3.800 Megawatt (MW) melalui pembangkit sendiri (IPP) maupun jasa operasi dan pemeliharaan (O&M). Manajemen mematok target kapasitas pembangkit bisa mencapai 5.000 MW dalam lima tahun. Satu hal yang menarik, Medco sampai sekarang konsisten memiliki maupun mengelola pembangkit bersih berupa pembangkit gas, panas bumi, tenaga surya atau matahari serta pembangkit listrik tenaga air.
Myrta S. Utami VP Corporate Planning & Investor Relations Medco Energi, menjelaskan sampai sekarang Medco berkomitmen menjalankan bisnisnya dengan memperhatikan lingkungan. “Karena itu di bisnis power kalaupun ada fosil kami gunakan gas yang relatif lebih bersih,” kata Myrta, disela paparan company update dalam gelaran IPA Convex 2021, Selasa (1/9).
Di lini bisnis tambang mineral. Melalui anak usahanya PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), Medco memiliki salah satu wilayah tambang tembaga yang paling prospektif di tanah air bahkan dunia. Ini penting karena tembaga diyakini akan jadi komoditas utama di masa depan seiring dengan makin tumbuhnya tren industri kelistrikan seperti kendaraan listrik.
Myrta menjelaskan salah satu strategi manajemen untuk bertransformasi menjadi perusahaan yang disegani di kawasan regional Asia Tenggara bahkan dunia adalah melakukan akuisisi sejak 2016. Beberapa akusisi tersebut diantaranya South Natuna Sea Blok B yang menghabiskan dana US$225 juta. Dengan akuisisi ini portofolio bisnis migas offshore Medco menjadi bertambah. Tidak hanya itu, akuisisi ini juga cukup krusial bagi Indonesia karena letak blok B berada di wilayah perairan Natuna, salah satu perairan paling strategis di dunia.
Kemudian akuisisi PT Newmont Nusa Tenggara yang menghabiskan dana US$650 juta. Dengan akuisisi Newmont kini Medco punya cadangan tembaga yang merupakan komponen utama dalam tren elektrifikasi. Lalu akuisisi blok A, Aceh dengan biaya US$65 juta yang menambah jumlah cadangan migas Medco. Tahun 2017 Macmahon Holding Ltd juga diakuisisi dengan biaya US$143 juta yang membuat Medco memiliki kemampuan dalam kegiatan operasional tambang yang lebih efisien. Selanjutnya selama dua tahun lamanya Medco bernegosiasi untuk memiliki saham secara penuh di PT Medco Power Indonesia yang menghabiskan dana US$161 juta. Medco Power diakuisisi secara penuh karena manajemen memiliki rencana strategis jangka panjang di sektor ketenagalistrikan.
Serta yang terbaru, pada tahun 2019 secara mengejutkan Medco mengakuisisi Ophir Energy plc seharga US$408 juta. Bisa dibilang akuisisi Ophir ini merupakan salah satu langkah paling strategis dan cukup krusial sehingga merubah posisi Medco di kawasan regional.
Di saat yang bersamaan manajemen juga melakukan rasionalisasi bisnis yang dinilai tidak sesuai dengan bisnis utama perusahaan. Ini jadi langkah maju karena dengan begitu berbagai kebijakan atau aksi korporasi bisa menjadi lebih efektif dan efisien. Beberapa rasionalisasi diantaranya melepas saham di beberapa unit bisnis serta melakukan kerja sama strategis dengan mitra usaha.
Beberapa aset yang dilepas misalnya Bawean, 35% of SSB & Rimau PSC and acreages USA & Tunisia yang meghasilkan dana US$85 juta. Kemudian pelepasan aset yang bukan bagian dari bisnis utama melalui divestasi proyek distribusi air dan penjualan 51% saham pada bisnis properti yang membuat perusahaan mengantongi dana segar sebesar US$180 juta . Medco juga memonetisasi shareholder loan serta konversi ke equity dan sedang dalam persiapan Initial Publilc Offering (IPO) Amman Mineral ke lantai bursa dengan perkiraaan penerimaan dari aksi korporasi tersebut secara total mencapai US$464 juta. Medco juga melepas lisensi kegiatan migas laut dalam yang dimiliki Ophir seperti di Mexico Block 5, EG, Aru, W Papua, Bangladesh, Vietnam sehingga mampu menghasilkan dana segar US$19 juta. “Terbaru adalah langkah kemitraan strategis antara PT Medco Power Indonesia dengan Kansai Electric untuk kerjasama di sektor ketenagalistrikan,” kata Myrta.
Berpengalaman Garap Proyek
Myrta menuturkan beberapa milestone penting berhasil dicapai yang membuktikan kemampuan perusahaan menggarap proyek besar dengan biaya dan waktu yang tepat. Pertama adalah kegiatan produksi gas di Blok A, Aceh yang mampu menyemburkan gas sejak tahun 2018 setelah diakuisisi. Pengembangan gas di blok A bukan perkara mudah lantaran berada di remote area serta dengan karakteristik High Pressure, High Temperature drilling sehingga proses pengolahan gas membutuhkan Central Processing Plant (CPP) dengan CO2 dan H2S removal.
Lalu proyek pengembangan Integrated upstream and LNG di blok Senoro-Toili dengan mitra dari Jepang dan Korea. “Proyek ini didanai 15 bank internasional,” ujar Myrta.
Pengembangan Senoro-Toili memiliki cadangan gas mencapai 1,5 Triliun Cubic Feet (TCF) dan ada tambahan 2,7 TCF yang telah tersertifikasi. Rencananya pengembangan fase 2 proyek ini akan menghasilkan gas untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan petrokimia.
Milestone penting berikutnya adalah pengelolaan blok Block B8/38, Bualuang, Thailand. Minyak pertama kali berproduksi sejak tahun 2008. Kini telah masuk pengembangan fase 4 dengan tiga pengeboran sumur baru, empat kerja ulang sumur serta pengeboran 12 sumur pengembangan. Kemudian ada produksi gas di proyek Meliwis, di Madura. Gas di sana ditemukan tahun 2016 dan dengan cepat mampu diproduksikan pada tahun 2020 dengan total investasi mencapai US$80 juta untuk pengembangan cadangan gas sebesar 25 Billion Cubic Feet (BCF).
Selanjutnya di sektor ketenagalistrikan adalah akan onstreamnya Riau CCPP berkapasitas 275 MW pada kuartal IV tahun ini. Lalu milestone penting lainnya sepanjang kuartal I lalu Medco melalui anak usahanya Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) telah memproduksi 48 Mlbs tembaga dan 34 Koz emas dengan terus mengakses bijih dari fase 7. Saat ini tengah dilakukan pengembangan fase 8.
Tidak hanya dari sisi produksi. Kegiatan eksplorasi juga terus dilakukan. Ini penting untuk menjaga keberlanjutan operasi perusahaan. Ada dua milestone eksplorasi yang mampu dicapai ditengah pandemi COVID-19 pada tahun lalu. Pertama adalah kesuksesan kegiatan eksplorasi di blok B South Natuna Sea yang mampu menemukan sumber daya migas dan telah melalui proses gas flow test atau adanya aliran gas. Serta suksesnya proses steam flow test di Wilayah Kerja Panas Bumi Ijen. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ijen rencananya akan dibangun dengan perkiraan kapasitas 110 MW.
Pandemi COVID-19 benar-benar memberikan dampak serius di segala lini termasuk dirasakan juga oleh Medco. Untuk itu manajemen telah menetapkan strategi secara terukur agar target keuangan dan kinerja produksi bisa tercapai.
Manajemen merevisi target hingga akhir tahun 2021. Beberapa poin revisi terkait produksi migas yang merupakan bisnis utama Medco. Semula manajemen menetapkan target produksi migas tahun ini sebesar 101 ribu barel setara minyak per hari (Barrel Oil Equivalent Per Day/BOEPD), namun direvisi menjadi 95 ribu BOEPD. Menurut Myrta, manajemen memproyeksi konsumsi energi sepanjang tahun ini masih belum akan maksimal.
Selain itu ada beberapa kondisi teknis yang sebabkan adanya penurunan produksi migas seperti unplanned shutdown di fasilitas Aceh dan Vietnam yang sebabkan berkurangnya produksi sebesar 2 ribu – 3 ribu BOEPD. Lalu ada rendahnya permintaan gas di wilayah Jawa Timur, Aceh serta Singapura yang disebabkan adanya pasokan LNG di sana.
“Arahan manajemen produksi 95 ribu BOEPD. Demand mungkin belum full recovery. Saat kuartal I kita masih 101 ribu BOEPD tapi kita estimasi sedikit lebih rendah. Ini sebagai antisipasi atas demand yang belum maksimal,” kata Myrta.
Untuk tahun ini Medco mengalokasikan dana belanja modal atau Capital Expenditure (Capex) sebesar US$215 juta dengan rincian sebesar US$150 juta diperuntukan untuk bisnis migas sementara sisanya US$65 juta untuk bisnis power atau tenaga listrik.
“Power fokus di Riau IPP dan Ijen dan US$150 juta banyak fokus di blok B Natuna South Sea,” ungkap Myrta.
Dia menjelaskan pendanaan untuk Capex tahun ini berasal dari berbagai sumber. Untuk bisnis migas misalnya berasal dari dari operational cash flow, Sementara power untuk Riau IPP pendanaan berasal dari project financing. “Itu sudah close dan sudah berjalan,” kata Myrta.
Sementara untuk biaya produksi migas juga harus tetap dibawah US$10 BOE. Pada tahun ini strategi kebijakan bisnis yang diambil Medco harus tetap disiplin dalam pengeluaran. “ Tapi tetap mempertahankan fleksibilitas jika permintaan energi pulih,” ungkap Myrta.
Komentar Terbaru