JAKARTA- PT Adaro Energt Tbk (ADRO), emiten energi terintegrasi, mencatatkan kenaikan pengupasan lapisan penutup hingga semester I 2021 sebesar 115,22 juta bcm atau naik 12% dari 103,01 juta bcm (year-on-year). Pengupasan lapisan tanah penutup merupakan proses pemindahan lapisan tanah penutup yang bertujuan mengambil bahan galian yang berada di bawahnya.
Mahardika Putranto, Corporate Secretary & Investor Relations Head PT Adaro Energy Tbk, mengatakan peningkatan pengupasan lapisan penutup sejalan dengan panduan Adaro untuk meningkatkan pengupasan lapisan penutup pada tahun ini. “Sepanjang Januar-Juni 2021, nisbah kupas Adaro Energi tercatat 4,35x,” ujar Mahardika Putranto, seperti dikutip dari siaran pers di laman perseroan.
Menurut Mahardika, Adaro Energy akan mempertahankan panduan nisbah kupas untuk 2021 yang ditentukan sebesar 4,8x. Perusahaan juga akan mengejar target tersebut pada kuartal yang bercurah hujan lebih rendah.
Moncernya kinerja pengupasan lapisan penutup Adaro Energy tak diimbangi oleh produksi dan penjualan. Sepanjang Januari-Juni 2021, produksi batu bara perusahaan 26,49 juta ton, turun 3% dibandingkan periode sama tahun lalu 27,29 juta ton. Namun, secara kuartalan, produksi Adaro naik 6% dari 12,87 juta ton di kuartal I 2021 menjadi 13,62 juta ton pada kuartal II 2021.
Sementara itu, volume penjualan perusahaan juga turun 5% menjadi 25,78 juta ton pada semester I 2021 dibandingkan 27,13 juta ton pada periode sama tahun lalu.
Kendati demikian, lanjut Mahardika, kondisi industri yang lebih kondusif dengan harga batu bara yang mencatat rekor tertingginya dalam 10 tahun terakhir semakin menunjang strategi perusahaan menaikkan dan mencapai panduan nisbah kupas demi memungkinkan fleksibilitas operasional jangka panjang. Perusahaan juga akan melanjutkan upaya meningkatkan produksi.
Menurut Mahardika, pasar batu bara termal seaborne pada kuartal II 2021 masih terdampak oleh keterbatasan suplai, karena negara-negara pemasok utama seperti Indonesia dan Australia masih kesulitan untuk meningkatkan produksi walaupun harga lebih tinggi. Cuaca buruk berkontribusi terhadap pengetatan suplai di Indonesia karena musim hujan yang berkepanjangan serta keterlambatan pasokan alat berat.
“Para penambang Indonesia juga sulit mengatasi peningkatan jumlah kasus COVID-19 di antara para pekerja garis depan. Di saat yang sama, antrean kapal Australia semakin menumpuk karena keterbatasan kapasitas throughput pelabuhan, sementara para pembeli batu bara 6.000 NAR di Asia bagian timur laut bersaing mendapatkan batu bara untuk mengisi persediaan guna menyambut musim panas,” ujarnya.
Faktor-faktor suplai dan permintaan ini memperkuat harga batu bara Newcastle di sepanjang kuartal II. Selama periode ini, suplai dari Kolombia melemah, dan hanya suplai dari Amerika Serikat dan Rusia yang menunjukkan pertumbuhan secara y-o-y, dengan dukungan kapasitas pelabuhan Rusia yang baru dan peningkatan harga seaborne yang menunjang volume ekspor Amerika Serikat.
“Di sisi impor, permintaan batu bara seaborne ditopang oleh beberapa faktor, misalnya pengisian persediaan untuk musim panas, penurunan kinerja PLTA dan kenaikan harga gas di Asia bagian timur laut, serta pertumbuhan permintaan pembangkit listrik batu bara termal sebesar 10% y-o-y di China,” katanya.
Walaupun permintaan di China kuat, mulai Maret di seluruh negara ini dilakukan pemeriksaan keselamatan tambang yang kemudian menurunkan persediaan tambang dan pelabuhan sampai ke level yang lebih rendah daripada 2020. Hal ini mendorong lonjakan harga batu bara domestik hingga mencatat rekor-rekor tertinggi. Lebih lanjut, impor batu bara China dari April sampai Juni menguat di tengah pengetatan suplai. Pasalnya, larangan tak resmi China terhadap batu bara Australia masih berlaku, permintaan terhadap batu bara Indonesia tetap tinggi.
Tingginya permintaan dari China juga memperkuat harga batu bara Indonesia, yang naik hampir setiap minggu selama kuartal II 2021. Di sisi lain, pertumbuhan permintaan dari India lemah akibat pembatasan sosial yang dilakukan karena gelombang COVID-19 kedua serta penumpukan persediaan akibat kenaikan produksi batu bara domestik, yang memberikan tekanan pada impor batu bara termal oleh pembangkit listrik.
Di Asia Tenggara, minat spot turun secara y-o-y karena peningkatan produksi listrik terbarukan dan peningkatan jumlah kasus COVID-19. Di Eropa, walaupun impor batu bara secara tahunan terus berkurang, impor pada enam bulan pertama 2021 meningkat karena rendahnya persediaan gas dan batu bara secara ekonomis lebih menguntungkan dibandingkan dengan harga gas.
“Karena keterbatasan suplai dan kenaikan permintaan listrik, harga seaborne mencatat rekorrekor tertinggi. Batu bara 6.000 NAR Australia melampaui level AS$100/ton dan terus meningkat sampai bulan Juni hingga hampir mencapai AS$130/ton,” tutur Mahardika.
Harga batu bara Indonesia memecahkan rekor tertinggi ketika harga rata-rata bulanan pada Juni untuk batu bara 4.200 GAR hampir mencapai AS$60/ton, sementara batu bara 5.000 GAR hampir mencapai AS$85/ton. Kenaikan harga berlanjut pada Juli 2021, dengan harga batu bara Australia 6.000 NAR melebihi AS$150/t dan harga batu bara Indonesia 4.200 GAR dan 5.000 GAR masing-masing mencapai rentang atas AS$60-an/t dan AS$90-an/t. (DR)
Komentar Terbaru