JAKARTA – Ikatan Ahli Teknik Perminyakan indonesia (IATMI) memprediksi masih ada cadangan minyak dalam jumlah besar yang bisa diproduksikan di Blok Rokan, termasuk di lapangan-lapangan yang selama ini dianggap tua dan telah menurun produksinya. Hadi Ismoyo, Sekretaris Jenderal IATMI, mengatakan lapangan tersebut selama ini memiliki umur yang tidak muda dan jika diproduksi setiap sumur rata-rata sebesar 100 barel per hari (bph). Namun demikian dengan strategi, teknik serta investasi yang tepat produksinya bisa ditingkatkan cukup signifikan.
Ada tiga wilayah utama yang menyimpan cadangan besar dan harus terus dijaga produksi minyaknya yakni Minas, Duri dan Telisa. Realisasi produksi minyak di Rokan tergantung berapa banyak Pertamina mau melakukan pengeboran
“Satu sumur yang konvensional itu kalau di Telisa sekitar 100 barel per hari (bph). Kalau pakai teknologi Horizontal Well Multi Stage Hydraulic Fracturing bisa 300 bph, bahkan ada yang sampai 500 bph. Tinggal mengalikan mau berapa ratus sumur. Jangan hanya cuma puluhan, enggak nendang,” kata Hadi kepada Dunia Energi, Senin (26/7).
Menurut data IATMI, jumlah sumur di Blok Rokan sangat banyak yakni sekitar 15 ribuan sumur termasuk sumur sumur eksplorasi dan Plug and Abanden (P&A). “Sekitar 80%-nya yang masih aktif,” kata Hadi.
Dia menegaskan Pertamina tidak boleh setengah-setengah untuk mengelola blok Rokan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Jika mau Blok Rokan produksinya tidak anjlok setelah dikelola maka investasinya harus agresif dan masif seperti yang selama ini digaungkan manajemen.
“Kalau Telisa prospect itu harus sumur baru loh. Tidak bisa reaktivisi sumur yang aktif. Kecuali pas ada yang mati mungkin beberapa bisa dimanfaatkan, misalnya dengan deepening (pendalaman), cost saving, tapi ya enggak banyak dan ribet. Lebih gampang new drilling,” kata Hadi.
Jaffee Arizon Suardin, Direktur Utama PHR, menegaskan pengeboran adalah salah satu upaya menjaga produksi blok Rokan, dari target 192 sumur yang tidak bisa direalisasikan oleh existing operator akan dilanjutkan oleh PHR, termasuk sumur-sumur yang direncanakan oleh PHR.
“Kami perkirakan dengan asumsi 70 sumur belum bisa diselesaikan saat alih kelola, jumlah sumur yang bisa dibor sampai Desember 2021 akan mencapai sekitar 164 sumur,” kata Jaffee.
Julius Wiratno, Deputi Operasi SKK Migas, mengungkapkan selain gencarnya pengeboran setelah alih kelola ke Pertamina, kegiatan EOR ditargetkan juga sudah mulai memberikan dampaknya terhadap produksi minyak. Ada indikasi kenaikan produksi dengan dilakukannya pengeboran sumur secara nasif selama masa transisi operatorship. Dalam pembahasan rencana kerja dan anggaran (work plan and budget/WP&B) 2022 yang sedang berlangsung, juga ada indikasi produksi minyak akan naik pada 2022.
“Perkiraan mungkin akan kembali ke 175 ribu-180 ribu bph. Dengan pengembangan yang masif tentu saja akan memberi kontribusi langsung untuk produksi dan lifting,” kata Julius.
Sepanjang semester I tahun ini lifting minyak Blok Rokan hanya berada di level 160 ribuan bph. Hingga akhir 2021 juga ditargetkan lifting dari sana hanya sekitar 166 ribu bph.
Menurut Julius, pada tahun-tahun berikutnya, produksi minyak Blok Rokan akan terus meningkat. Pasalnya, Pertamina akan menerapkan teknologi EOR surfaktan di blok tersebut. Rencana pengembangan (Plan of Development/POD) implementasi EOR ditargetkan dapat disetujui pada tahun ini juga.
“Kami sedang kerja keras untuk approval PoD EOR. Ini untuk segera bisa diimplementasikan dengan chemical yang cocok dan bisa mendukung ke arah full scale secepatnya,” kata Julius.(RI)
Komentar Terbaru