LABUHA – Pabrik bahan baku baterai kendaraan listrik pertama di Indonesia yang memproduksi campuran padatan hidroksida dari nikel dan kobalt (Mixed Hydroxide Precipitate/MHP) resmi berproduksi di Kawasi, Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Pemurnian nikel dengan proses hidrometalurgi High Pressure Acid Leach (HPAL) ini memiliki kapasitas produksi MHP sebesar 365 ribu ton per tahun dan merupakan bahan baku dasar baterai kendaraan listrik yang ramah lingkungan.

Harita Group, pengelola Kawasan Industri Pulau Obi, melalui Halmahera Persada Lygend mengembangkan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang saat ini memasuki fase produksi MHP. MHP merupakan produk dari proses pengolahan dan pemurnian nikel kadar rendah sebelum diproses lebih lanjut menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat. Saat ini Harita juga sedang mengembangkan fasilitas produksi lanjutan untuk menghasilkan nikel sulfat dan kobalt sulfat, yang merupakan material utama baterai kendaraan listrik.

Stevi Thomas, Komisaris Utama Halmahera Persada Lygend, mengatakan Halmahera Persada Lygend merupakan fasilitas pengolahan dan pemurnian bijih nikel kadar rendah (Limonite) dengan teknologi hydrometallurgy yang dikenal dengan High Pressure Acid Leach. Konstruksi HPAL dimulai pada Agustus 2018 dan siap berproduksi secara komersial.

“Ini menjadi pabrik HPAL pertama di Indonesia,” kata Stevi, Rabu (23/6).

Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, menyampaikan bahwa pemerintah akan mendukung pengembangan HPAL di Indonesia. Industri ini ikut berkontribusi untuk mewujudkan cita-cita dalam upaya penurunan kadar emisi dari penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil.

“Kita sangat bangga karena menjadi saksi sejarah berdirinya HPAL di Indonesia. Indonesia bisa membuktikan mampu. Ini akan menjadi pengembangan hilirisasi ke depan dan mendukung industri kendaraan listrik,” ujarnya, saat hadir dalam peresmian operasional pabrik didampingi oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Investasi/Kepala Badan Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Gubernur Maluku Utara KH. Abdul Gani Kasuba, Bupati Halmahera Selatan Usman Sidik, serta sejumlah pejabat lainnya.

Pemurnian nikel dengan teknologi hidrometalurgi HPAL menghasilkan produk yang sangat bermanfaat dalam upaya mengurangi emisi, serta sangat mendukung konservasi mineral, khususnya nikel. Teknologi HPAL mampu mengolah nikel kadar rendah yang selama ini tidak diolah. Kini material nikel kadar rendah di Indonesia telah memiliki nilai tambah dan menjadi produk yang sangat strategis.

“Industri ini harus kita dukung bersama. Halmahera Persada Lygend adalah pabrik pertama bahan baku baterai kendaraan listrik di Indonesia dan nantinya akan muncul di wilayah lainnya,” kata Luhut.

Dia menekankan bahwa industri ini akan menyerap lebih dari 20 ribu tenaga kerja nantinya. Pembangunan daerah akan lebih cepat. “Ini adalah aset bangsa. Kita harus lindungi. Namun lingkungan juga harus dijaga,” ujar Luhut.

Usman Sidik, Bupati Halmahera Selatan, mengatakan bahwa dengan sumber daya yang dimiliki, dan berkembangnya industri nikel di Halsel, akan membantu pembangunan daerah. Ia berharap, perkembangan industri ini di dorong dengan percepatan pembangunan dan pengembangan industri lainnya, tidak hanya nikel.

Stevi Thomas menambahkan, kehadiran pabrik pemurnian nikel kadar rendah pertama di Indonesia ini yang juga sebagai Proyek Strategis Nasional akan sangat bermanfaat untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.

Harita Group adalah perusahaan yang berafiliasi dengan PT Harita Jayaraya yang bergerak dalam bidang pertambangan. Harita Group beroperasi di Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara melalui beberapa perusahaan afiliasinya, yaitu Trimegah Bangun Persada, Gane Permai Sentosa, Megah Surya Pertiwi, dan Halmahera Persada Lygend, dan seluruhnya merupakan Obyek Vital Nasional yang beroperasi di wilayah yang sama di Pulau Obi.

Keseluruhan operasi diintegrasikan dalam bentuk Kawasan Industri dan merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional sesuai dengan Perpres Nomor 109 Tahun 2020, di mana Trimegah Bangun Persada bertindak selaku pengusul dan pelaksana.

Harita Group memiliki dua Izin Usaha Pertambangan (IUP), pabrik peleburan (smelter), dan pabrik pemurnian di Pulau Obi. Komitmen Harita Group dalam hilirisasi sumber daya alam dilakukan melalui beroperasinya smelter Megah Surya Pertiwi (MSP) sejak 2016 yang memanfaatkan proses pirometalurgi RKEF untuk mengolah bijih nikel kadar tinggi dengan produk berupa Feronikel. Melalui Halmahera Persada Lygend, Harita Group juga telah memasuki tahap produksi pengolahan dan pemurnian nikel dengan teknologi hidrometalurgi HPAL. Teknologi HPAL mampu mengolah nikel kadar rendah yang selama ini tidak diolah menjadi produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan turunan berupa Nikel Sulfat (NiSO4) dan Kobalt Sulfat CoSO4) yang merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik. Material bijih nikel tersebut memanfaatkan hasil tambang yang dioperasikan oleh Trimegah Bangun Persada dan Gane Permai Sentosa.(RA)