JAKARTA – Kepala Divisi Niaga PT PLN (Persero) Benny Marbun mengungkapkan, pemakaian listrik di Indonesia tumbuh signifikan mencapai 9,96% per tahun, seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi di Tanah Air.
Benny menuturkan, pemakaian listrik hingga Mei 2013 mencapai 16,07 Tera Watt hour (TWh), lebih tinggi dibandingkan dengan pemakaian listrik pada Mei 2012 sebesar 14,61 TWh, atau naik 9,96% per tahun. “Pertumbuhan konsumsi listrik adalah salah satu indikator pertumbuhan ekonomi,” jelasnya di Jakarta, Minggu, 16 Juni 2013.
Kondisi ini, lanjutnya, memberikan optimisme bergeraknya perekonomian Indonesia, yang ditandai oleh pertumbuhan konsumsi listrik dari segmen Industri yang masih tetap tinggi, sekitar 10%. Ia menenrangkan, bila sampai April 2013 pertumbuhan konsumsi kWh segmen industri sebesar 9,0%, angka sampai dengan Mei 2013 sebesar 10,0%.
“Angka ini menunjukkan sektor penggerak utama perekonomian tetap bergairah, yang pada akhirnya diharapkan dapat menyediakan tambahan lapangan pekerjaan, dan mengurangi kemiskinan,” ujarnya.
Secara akumulatif, lanjut Benny lagi, dari Januari sampai dengan Mei 2013, penjualan listrik tumbuh 7,6% dibanding penjualan listrik periode yang sama tahun lalu. Namun, pertumbuhan yang relatif rendah ini secara akumulatif tidak lain karena rendahnya penjualan listrik pada Januari 2013 dan Februari 2013 sebagai dampak dari banjir besar yang melanda sebagian Jakarta, Bekasi, dan Karawang.
Selain itu, tambahnya, tentu tidak terelakkan juga dampak psikologis pengenaan tarif listrik baru yang mendorong konsumen, terutama konsumen bisnis, mengendalikan pemakaian listriknya.
Pemakaian listrik yang mulai tinggi, jelasnya, kembali terjadi pada Maret dan April 2013 memberikan gambaran bahwa perekonomian telah pulih dari dampak banjir, dan kegiatan usaha serta industri telah berjalan normal kembali.
Menurutnya, PLN telah berkomitmen menjadi badan usaha yang menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Karenanya, perkembangan pertumbuhan penjualan listrik ini dipantau secara khusus.
Untuk mendukung pertumbuhan konsumsi yang menggerakkan perekonomian, ucapnya, pasokan listrik kepada sektor-sektor produktif, seperti konsumen komersil dan industri, tetap mendapat perhatian khusus agar kualitas dan keberlangsungan pasokan listrik dari waktu ke waktu semakin baik, termasuk pemenuhan kebutuhan listrik smelter (pabrik pengolahan mineral tambang).
Insentif Menjaga Keseimbangan
PLN, kata Benny, juga memantau dengan serius tekanan terhadap nilai tukar rupiah, terhadap mata uang asing. Tekanan nilai tukar uang ini dapat saja berdampak kepada menurunnya konsumsi listrik, dari industri yang menggunakan bahan baku dominan impor dan produksinya dipasarkan di Indonesia, seperti industri peralatan elektronik.
Namun di sisi lain, ujarnya, konsumsi listrik diharapkan meningkat dari industri yang produksinya menggunakan bahan baku dominan lokal dan pemasarannya ekspor, seperti industri pengolahan ikan, kayu, dan turunannya.
Karenanya, kata Benny, untuk menjaga keseimbangan pergerakan perekonomian melalui peningkatan produksi industri, PLN kini mendekati dan memberi kemudahan bagi calon industri yang menggunakan bahan baku dominan lokal, yang pasar produksinya ekspor maupun lokal.
“Keseimbangan ini diharapkan dapat mengurangi dampak tekanan mata uang asing terhadap rupiah Indonesia, dan dampak dari masih lesunya perekonomian Eropa dan Amerika,” pungkasnya.
(Iksan Tejo / duniaenergi@yahoo.co.id)
Komentar Terbaru