JAKARTA – Perpanjangan kontrak yang diberikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik kepada PT Koba Tin untuk menambang timah di Bangka – Belitung, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menyebutkan, sesuai UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 dan peraturan pelaksananya, kegiatan usaha pertambangan minerba hanya dapat dilakukan melalui perpanjangan Kontrak Karya (KK) atau PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) dalam bentuk IUP (Izin Usaha Pertambangan) Khusus.
Namun bukannya tunduk pada aturan UU Minerba, Jero Wacik justru menerbitkan Surat Menteri ESDM Nomor: 2373/34/MEM.B/2013 tertanggal 28 Maret 2013, yang memperpanjang kegiatan operasi penambangan Koba Tin selama 3 bulan, terhitung sejak 1 April 2013 dengan merujuk pada Pasal 112B ayat (8) dan (9) PP No.24 Tahun 2012.
Disebutkan pula dalam surat itu, izin perpanjangan untuk Koba Tin tersebut bersifat sementara. Yakni sembari menunggu hasil evaluasi KK Koba Tin, oleh Tim Independen Evaluasi KK Koba Tin. “Harus diingat, sejak terbitnya UU Minerba maka rezim kontrak pertambangan sudah dihapuskan, digantikan dengan rezim perizinan. Namun rezim UU Minerba tidak mengenal izin sementara,” tandas Marwan.
Dengan demikian, kata Marwan lagi, perpanjangan KK Koba Tin melalui surat Menteri ESDM tersebut, batal demi hukum karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Demikian pula SK Pembentukan Tim Independen Evaluasi KK Koba Tin, juga tidak sah secara hukum.
Marwan pun menilai, dengan memberi kesempatan kepada Koba Tin tetap menambang selama 3 bulan, dan tetap mengizinkan beroperasinya kegiatan tambang seperti biasa, maka Menteri ESDM telah dengan sengaja melanggar ketentuan yang terdapat dalam UU Minerba.
“Tindakan Menteri ESDM ini dapat dikenakan delik pidana, karena membiarkan operasi pertambangan minerba tanpa izin yang dibenarkan peraturan perundangan. “IRESS dengan ini menuntut agar pemerintah segera menghentikan kegiatan operasi PT Koba Tin di Provinsi Bangka – Belitung,” tegas Marwan di Jakarta, Rabu, 12 Juni 2013.
Pro Kepentingan Asing
Perlu diketahui, lanjut Marwan, sebelum kontraknya berakhir, PT Koba Tin telah mengirim permohonan perpanjangan kontrak kepada pemerintah, pada 6 Januari 2011. Dengan demikian, ujarnya, terlepas apakah permohonan tersebut dipenuhi, sebenarnya cukup banyak waktu bagi pemerintah untuk mengambil keputusan.
“Namun kenyataannya keputusan diambil saat kontrak akan segera berakhir. Lantas mengapa ketidak-profesionalan aparat pemerintah ini harus dibayar dengan keputusan yang melanggar peraturan?,” ucap mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini.
Sesuai fakta dan dokumen yang dimiliki IRESS, Marwan menilai kontrak Koba Tin memang sangat tidak layak untuk diperpanjang. Sejak 2009, 2010, 2011 hingga 2012, Koba Tin telah merugi masing-masing US$ 6,1 juta, US$ 4,1 juta, US$ 6.3 juta dan US$ 37 juta. Dengan demikian negara tidak memperoleh penerimaan pajak sama sekali dari KK ini.
Koba Tin pun mempunyai kewajiban utang kepada kontraktor jasa pertambangan, yang berpotensi mengganggu kestabilan perusahaan ke depan. Bahkan, akibat penyelewengan keuangan, PT Timah yang memiliki 25% saham di Koba Tin telah kehilangan nilai saham sekitar Rp 65 miliar.
Di sisi lain, ungkap Marwan, PT Timah dan Pemerintah Provinsi Bangka Belitung telah berulangkali menyatakan minat, untuk mengelola wilayah tambang yang akan ditinggalkan oleh Koba Tin. Oleh sebab itu, sangat wajar, konstitusional, dan menguntungkan rakyat, jika KK Koba Tin tidak diperpanjang dan wilayah kerjanya diserahkan kepada BUMN dan BUMD.
Sebaliknya, jika Kementerian ESDM masih saja mencari berbagai cara dan alasan untuk memberi perpanjangan kontrak kepada Koba Tin, rakyat pantas bertanya, ada apa dibalik sikap Menteri Jero Wacik yang justru mengutamakan kepentingan asing dan para pemburu rente?
“IRESS ingin agar pemerintah berpegang pada amanat Pasal 33 UUD 1945, dan menjaga martabat bangsa. Bahwa sumber daya timah di Bangka Belitung harus digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, melalui pengelolaan oleh BUMN dan BUMD,” tegas Marwan lagi.
(Iksan Tejo / duniaenergi@yahoo.co.id)
Komentar Terbaru