JAKARTA – Pemerintah menjamin perencanaan pembangunan infrastruktur sektor ketenagalistrikan lebih mengedepankan pembangkit yang lebih ramah lingkungan (hijau) berbasis Energi Baru Terbarukan. Rencana ini seiring dengan target penambahan pembangkit hingga mencapai 40.967 Mega Watt (MW) dalam kurun waktu 10 tahun.
Penambahan target tersebut tertuang dalam rancangan penyusuanan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021 – 2030. “Kita targetkan dalam 10 tahun ini termasuk 2021 kurang lebih ada 41 ribu Mega Watt tambahan pembangkitnya,” kata Rida Mulyana Direktur Jenderal Ketenagalistrikan (29/5).
Rida merinci sekitar 34.528 MW telah selesai didiskusikan dengan PLN, sementara 6.439 MW masih dalam tahap diskusi lanjutan. Dalam roadmap yang ada, pada tahun ini penambahan kapasitas ditargetkan sebesar 8.915 MW didominasi PLT Uap/Mulut Tambang sebesar 4.688 MW dan PLT Gas/Gas Uap/Mesin Gas/Mesin Gas dan Uap sebesar 3.467 MW. Sisanya sebesar 22 MW bersumber dari PLT Diesel dan sekitar 737 MW dari pembangkit EBT yang terdiri dari PLT Air, PLT Panas Bumi, PLTBio, PLT Hibrid dan PLT Surya.
Rida menegaskan, penyusunan RUPTL kali ini akan lebih banyak menempatkan porsi EBT hingga mencapai 48% dan sisa 52% masih akan ditopang pembangkit berbahan fosil. “Dibandingkan RUPTL yang sekarang dimana komposisi EBT 30% dan fosil 70%, sekarang kita perbarui untuk 2021-2030 yang kita susun lebih hijau,” ungkapnya.
Penyusuanan RUPTL “Hijau” ini sejalan dengan target bauran EBT sebesar 23% di tahun 2025. Rida pun menjelaskan agar Biaya Pokok Produksi (BPP) tidak mengalami kenaikan dengan mendahulukan pembangkit EBT yang tidak banyak meningkatkan BPP, mendorong lebih banyak Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), mendorong PLTU Cofiring dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan, mengembangkan PLTP dan PLTA dengan jadwal yang realistris dan program dedieselisasi dengan pembangkit EBT.
Darmawan Prasodjo Wakil Direktur Utama PLN menyatakan dengan besaran kapasitas terpasang saat ini mencapai 63,2 GW, maka penambahan sekitar 40 GW dalam 10 tahun ke depan akan membuat total kapasitas terpasang mencapai hampir 100 GW. “Penambahan EBT sekitar 16,1 GW atau mendekati 40% terdiri dari PLTA, PLTP dan EBT lainnya,” kata Darmawan.
RUPTL: Barometer Investasi di Sektor Listrik
Penyusuan RUPTL Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021 – 2030 bakal segera dipercepat proses penyelesaiannya demi menarik investor di ketenagalistrikan. Saat ini, RUPTL masih membutuhkan beberapa masukan dari Menteri ESDM.
“Intinya draft RUPTL ini masih berproses, masih diskusi, masih mengidentifikasi beberapa. Banyak yang sudah kami sepakati, tapi ada juga yang memerlukan arahan dari pimpinan,” jelas Rida.
Adapun beberapa pokok permasalahan yang harus disesuaikan dalam RUPTL tersebut adalah target rasio elektrifikasi 100% pada tahun 2022. “Ini menyangkut akses keadilan dan menjadi bagian penting dalam komponen (penyesuaian) RUPTL,” kata Rida.
Selanjutnya pemerintah akan menjaga keseimbangan neraca daya setiap sistem tenaga lsitrik untuk kecukupan pasokan tenaga listrik. Selanjutnya, pencapaian target bauran EBT 23% mulai tahun 2025 dan menjaga agar BPP tidak naik, tidak lagi menambha PLTU batu bara kecuali yang sudah financial closing atau konstruksi.
Selain itu, Pemerintah akan merelokasi pembangkit untuk mengurangi over supply di Jawa, melakukan percepatan interkoneksi dalam pulau dan antarpulau dalam rangka peningkatan keadalan, penurunan BPP dan sharing resource energi terbarukan, serta meningkatkan porsi pembangkit EBT menjadi 48%.
Berdasarkan aturan yang ada, RUPTL disusun setiap 10 tahun dan dimungkinkan dilakukan perubahan apabila hasil evaluasi perlu dilakukan perbaikan atau ditemukan hal-hal yang perlu diperbaiki. Perubahan juga bisa terjadi karena ada diskresi Menteri ESDM atau Gubenur sesuai dengan kewenangannya. “Berkaca dari situ, RUPTL merupakan barometer investasi dan cerminan kebijakan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur di sektor ketenagalistrikan,” ujar Rida.
Komentar Terbaru