JAKARTA – Sebagai salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia dan dengan posisi strategisnya di Asia Tenggara, Indonesia diyakini dapat memimpin dalam mentransformasi sistem energinya dari sekarang. Dekarbonisasi sistem energi Indonesia dapat membawa dampak signifikan bagi kawasan dan menginspirasi negara lain untuk mempercepat transisi energi.

“Komitmen politik dan kepemimpinan yang kuat dari Presiden Jokowi akan sangat diperlukan untuk mewujudkan hal ini,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Kamis (27/5) .

Menurut Fabby, langkah pertama dan krusial dari upaya dekarbonisasi adalah dengan mencapai puncak emisi selambatnya pada 2030. Dengan dukungan kebijakan yang kuat, pembangkit energi terbarukan dapat dikembangkan dengan masif disertai dengan penurunan kapasitas pembangkit listrik fosil.

“Sisa waktu semakin menipis untuk menghadapi krisis iklim yang semakin mengancam. Namun, NDC (Nationally Determined Contribution)
Indonesia masih kurang ambisius dalam memenuhi Persetujuan Paris untuk menjaga suhu bumi di bawah 2 derajat, apalagi dibawah 1,5 derajat celcius,” kata Fabby.

Hal ini terlihat dari dokumen Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) 2050 dalam mitigasi perubahan iklim, yang hanya
menargetkan netral karbon pada 2070.

Laporan terbaru Institute for Essential Services Reform (IESR) yang berjudul “Deep decarbonization of Indonesia’s energy system: A pathway to zero emissions by 2050” menunjukkan bahwa secara teknologi dan ekonomi, sektor energi Indonesia mampu mencapai nol emisi karbon pada 2050.

Laporan ini merupakan kajian komprehensif pertama di Indonesia yang menggambarkan peta jalan mencapai emisi nol karbon pada 2050 di sistem energi.

“Ini merupakan tonggak penting mengingat saat ini aksi mitigasi di sektor energi tidak cukup ambisius,” ujar Fabby.

Sementara, emisi dari sektor energi diperkirakan akan meningkat menjadi 58% pada tahun 2030, sebagaimana ditunjukkan dalam skenario business as usual (BAU) dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, terutama didorong oleh peningkatan konsumsi energi final.

Laporan “Deep decarbonization of Indonesia energy system: A pathway to zero emission by 2050” adalah studi IESR bekerja sama dengan Agora Energiewende, dan Lappeenranta University of Technology (LUT).

Menggunakan Model Transisi Sistem Energi yang dikembangkan oleh Lappeenranta University of Technology, laporan ini memperlihatkan bahwa Indonesia mampu menggunakan 100% energi terbarukan di sektor kelistrikan, industri, dan transportasi. “Model yang menggunakan analisis skenario secara terperinci untuk Indonesia ini didesain menggunakan resolusi hitungan waktu per jam dan terdiri dari wilayah-wilayah yang saling terhubung, sehingga sangat relevan untuk model transisi energi di Indonesia serta memastikan pasokan energi yang stabil di segala jam dan wilayah,” ujar Christian Breyer, Professor Ekonomi Surya di LUT.(RA)