JAKARTA – Indonesia termasuk salah satu negara yang meratifikasi kesepakatan Paris (Paris Agreement) terkait dengan perubahan iklim. Ratifikasi itu ditandatangani pada pertemuan tingkat tinggi yang dihadiri Presiden Joko Widodo pada 15 Desember 2015. Paris Agreement telah menyepakati target untuk menurunkan suhu rata-rata bumi sebesar maksimal 2°C, bahkan diupayakan penurunan suhu bumi mencapai 1,5°C.
Untuk mencapai target itu, berbagai negara mengupayakan pemangkasan emisi karbon (carbon emission), yang membentuk emisi gas rumah kaca hingga mencapai nol persen (zero carbon).

Fahmy Radhi, Pakar Ekonomi Energi dari Universitas Gajah Mada, mengatakan bahwa untuk mencapai zero carbon, berbagai sektor di antaranya transportasi, industri, pertambangan, dan sektor kelistrikan, dituntut untuk memberikan kontribusi signifikan pada pencapaian zero carbon di Indonesia. “PLN harus menggunakan 100% energi baru terbarukan (EBT) untuk seluruh pembangkit listrik PLN,” kata Fahmi, Senin (24/5).

Padahal hingga akhir 2020, kata dia, bauran energi primer untuk pembangkit listrik masih didominasi oleh batu bara sebesar 57,22%, disusul gas 24,82%, BBM 5,81%, sedangkan porsi EBT baru mencapai sebesar 12,15%. Dengan bauran energi tersebut, PLN harus menetapkan berbagai langkah strategis untuk bisa menggunakan 100% EBT agar Indonesia dapat mencapai zero carbon pada 2050.

Fahmy menerangkan, kendati kapasitasnya masih kecil, PLN sudah menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan Tenaga Listrik Surya Atap (Rooftop). PLN juga telah mengembangkan berbagai inovasi terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batu bara, sehingga PLTU tersebut menghasilkan listrik yang lebih ramah lingkungan.

“PLN harus terus berinovasi untuk menghasilkan energi ramah lingkungan secara terus-menerus (continuous improvement),” ujarnya.

Selain itu, PLN juga telah berupaya untuk mendorong penggunaan kompor listrik untuk menggantikan kompor gas LPG, utamanya LPG 3Kg yang import contents dan subsidi cukup besar. Dukungan pengembangan kendaraan listrik di Indonesia dilakukan dengan menyediakan fasilitas pengisian listrik di berbagai tempat strategis. Emisi karbon kendaraan listrik lebih rendah dibandingkan penggunaan BBM. Diperkirakan penggunaan kendaraan listrik dapat menurunkan emisi karbon hingga sebesar 29%. Penggunaan energi listrik juga sesuai dengan ketentuan EURO-4 dalam penggunaan energi kendaraan bermotor, yang ramah terhadap lingkungan.

Menurut Fahmy, mengingat sektor kelistrikan termasuk penyumbang emisi karbon (Carbon Emission) yang cukup besar, PLN dituntut konsisten dan terus-menerus dalam menerapkan berbagai langkah strategis untuk mencapai 100% EBT bagi seluruh pembangkit listrik PLN pada 2050.

“Dengan pencapaian itu, tidak diragukan lagi PLN memberikan kontribusi signifikan terhadap pencapaian zero carbon di Indonesia, sesuai dengan kesepakatan Paris Agreements,” kata Fahmy.(RA)