JAKARTA – PT Pertamina (Persero) mendukung Rancangan Undang-Undang mengenai Energi Baru Terbarukan (EBT). Kehadiran UU EBT nantinya diharapkan juga turut memastikan delapan inisiatif strategis program green transition yang diusung Pertamina berjalan dengan baik.
Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengatakan beberapa tren pada sektor oil and gas serta power mengalami akselerasi, terutama untuk low carbon focus & policies dengan semakin besarnya tuntutan ESG serta green financing yang mendorong percepatan transisi energi menuju EBT.
Sambil menunggu RUU EBT, Pertamina tetap melanjutkan langkahnya dalam pengembangan EBT dengan delapan inisiatif. Pertama, memanfaatkan potensi kelapa sawit yang besar untuk berinvestasi dalam Proyek Green Refinery di Plaju, Dumai dan Cilacap.
“Melalui proses terbaik, Pertamina menghasilkan Biodiesel 30 dan Green Diesel D-100 dengan bahan baku minyak sawit, minyak terbarukan lainnya, dan minyak jelantah,” ungkap Nicke, Jumat (30/4).
Kedua, Pertamina juga mengembangkan proyek biomass menjadi biogas dan bioethanol di Sei Mangkei. Dengan potensi Mikroalga di perairan luas Indonesia dan mampu memproduksi Algae terbesar ke-3 di kawasan ekonomi Asia Pasifik, Pertamina akan menjadikan mikroalga sebagai bahan untuk memproduksi biofuel. Menurut Nicke Pertamina telah berhasil mengembangkan fasilitas 5000 liter microalga photobioreactor dan sedang berjalan untuk mencapai skala komersial budidaya dan produksi pada 2025.
Ketiga, Pertamina telah mempelopori pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia dengan kapasitas total 1,8 Giga Watt (GW).
Keempat, Pertamina juga menjalankan inisiatif pemanfaatan green hydrogen dengan listrik di area geothermal yang total potensinya mencapai 8.600 KG per hari. Green Hydrogen akan dimulai di Pembangkit Geothermal Ulubelu untuk digunakan di pabrik polypropylene Kilang Plaju.
Kelima, berkolaborasi dengan BUMN lain di antaranya PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Aneka Tambang Tbk dan juga PT PLN (Persero) untuk melakukan pengembangan ekosistem dari EV Baterai dalam Indonesia Battery Holding (IBH) yang akan bergerak dari mining sampai recycling.
Keenam, Pertamina mengoptimalkan pemanfaatan gas untuk kebutuhan transportasi, rumah tangga, dan industri di seluruh Indonesia. Saat ini, Pertamina telah mengembangkan infrastruktur gas yang terintegrasi dengan Floating Storage Refinery Unit (FSRU) dan lebih dari 10.000 km pipa gas di Indonesia dan merupakan saluran pipa terpanjang di Asia Tenggara. Selain itu, Pertamina juga memperkuat gasifikasi di kilang dan pembangkit, termasuk regasifikasi di Cilacap, Terminal Teluk Lamong, LNG Badak, dan 52 pembangkit lainnya.
“Untuk mendukung pembangkit listrik PLN, perusahaan akan mengonversi pembangkit listrik yang masih menggunakan diesel beralih menjadi gas,” kata Nicke.
Ketujuh, untuk pembangkit listrik, Pertamina juga terus meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan melalui solar power plant di berbagai area operasi.
Kedelapan, untuk pendekatan inklusif Circular Carbon Economy, Pertamina akan mengaplikasikan Carbon, Capture, Use and Storage atau CCUS pada beberapa lapangan migas untuk meningkatkan produksi.
“Pertamina memiliki komitmen kuat pada pengembangan EBT. Dalam RJPP, Pertamina telah menetapkan target EBT yang tahun 2035 porsinya mencapai 30%. Dengan delapan inisiatif tersebut, kami yakin target dapat tercapai,” kata Nicke.(RI)
Komentar Terbaru