JAKARTA – Pabrik smelter feronikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di Halmahera Timur masih belum mendapatkan pasokan listrik. Alhasil smelter yang progres pembangunannya diklaim sudah mencapai 97,98% justru mangkrak atau tidak ada kelanjutan.
Abdul Wahid, Anggota Komisi VII DPR, menilai janji adanya sinergi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang digaungkan Kementerian BUMN belum berjalan maksimal. Padahal rencananya sudah berkomitmen dengan PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik smelter tersebut.
“Membangun smelter tanpa pasokan listrik menjadi bukti sinergi antar-BUMN tidak berjalan dengan baik. Belum lagi ada indikasi proses tender yang tidak transparan,” kata Abdul Wahid, Kamis (8/4).
Terkait pasokan listrik untuk smelter, diketahui tender lelang pengadaan power plant telah digelar sejak 2017. Namun belakangan terungkap kalau proses tender itu berbelit-belit.
Berdasarkan informasi yang diterima Dunia Energi ada surat dari PLN yang dikirim ke PT Antam tetanggal 23 Juli 2020. Dalam surat yang ditandatangani Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan Bob Saril, PLN menawarkan harga sebesar Rp595,65 per kilo watt per hour (kwh).
Dalam surat itu tertera bahwa pada Agustus 2021 PLN menjanjikan smelter sudah commercial operation date atau COD.
Namun alih-alih memberi tanggapan kepada PLN, Antam justru membuka tender baru dengan menggandeng pihak ketiga atau swasta sebagai procurement agent.
Menurut Wahid, jika Antam melakukan tender ulang, dan pemenangnya mengantongi harga lebih besar dari yang ditawarkan PLN, maka tidak tertutup kemungkinan adanya permainan oknum di dalam tubuh Antam.
“Itu tidak menutup kemungkinan, karena di BUMN masih banyak budaya makelar. Jika itu yang terjadi, sudah tidak betul itu. Menteri BUMN harus tegur pimpinan BUMN tersebut,” kata dia.
Pembangunan smelter feronikel Antam menjadi sorotan lantaran tidak kunjung beroperasi. Padahal konstruksi pabrik sudah selesai sejak tahun lalu. Masalah utamanya adalah tidak ada pasokan listrik yang mengalir untuk menghidupi mesin-mesin pabrik smelter. Kerugian negara pun di depan mata lantaran ada Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp3,5 triliun yang digelontorkan untuk proyek hilirisasi mineral tersebut.
Smelter feronikel Antam seharusnya beroperasi (Commissioning Operation Date/COD) pada 2019. Pembangkit listrik smelter dibangun dengan menggunakan skema suplai pasokan listrik bridging power plant IPP (pembelian listrik ke pihak ke III) yang dibangun PT BGP dan harusnya selesai pada Juli 2019. Hanya saja perusahaan tersebut gagal menyediakan listrik yang dibutuhkan lantaran ada masalah keuangan.
Erick Thohir, Menteri BUMN, sebelumnya pernah menyatakan kekecewaan terhadap kondisi mangkraknya smelter Antam.
“PMN yang diterima ternyata tidak bisa maksimal. Sangat aneh kalau kita membangun smelter, tapi listriknya tidak ada,” kata Erick.
Erick melihat sinergi BUMN yang sering digaungkan tidak berjalan. Menurut dia, investasi pemerintah lewat PMN ini harusnya tidak bisa project based. “Tapi proses bisnis yang harus dijalankan bersama-sama,” kata Erick.(RI)
Pertanyaannya, apa yg harus dilakukan seluruh elemen terkait agar segera beroperasi pabrik itu
Masyarakat lingkar tambang harusnya sadar dan segera lakukan gerakan utk hentikan sementara aktifitas produksi sampai pabrik operasi.
Jangan cuma menyimak saja, jadi penonton didaerah sendiri. Kalau bukan sekarang, kapan lagi.