JAKARTA – PT PLN (Persero) akan mendorong pemanfaatan material Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menjadi bahan baku keperluan berbagai sektor yang dapat mendorong ekonomi nasional.
Darmawan Prasodjo, Wakil Direktur Utama PLN, mengatakan optimalisasi pemanfaatan tersebut dilakukan menyusul dikategorikannya FABA menjadi Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Kami mengapresiasi setinggi-tingginya atas langkah pemerintah dalam hal ini Kemenko Marinves, Kementerian LHK, dan KPK yang telah berkolaborasi untuk menjadikan FABA menjadi limbah Non B3,” kata Darmawan Prasodjo, dalam diskusi yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara virtual, Senin (22/3)
Dari hasil uji karakteristik FABA yang dilaksanakan Kementerian LHK pada tujuh kategori yaitu mudah menyala, mudah meledak, reaktifitas, korosifitas, hingga Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan Lethal Dose 50 (LD50) yang sample-nya berasal dari beberapa PLTU, FABA yang dihasilkan tidak mengandung unsur yang membahayakan lingkungan. Best practice dari beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa, India juga tidak memasukan FABA ke dalam kategori limbah B3.
Meskipun telah menjadi limbah non B3, seluruh syarat persetujuan lingkungan tetap dipenuhi sesuai standar dan ketentuan Nasional yang telah mengacu pada standar prosedur internasional Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental Practices (BEP).
PLN memastikan tidak akan membuang limbah-limbah tersebut tetapi akan lebih mengoptimalkan pemanfaatannya, karena dapat memberikan nilai ekonomi atas limbah tersebut, terutama bagi masyarakat.
PLN meyakini pemanfaatan FABA dapat mendorong ekonomi nasional karena dapat memberikan nilai ekonomi dari hasil pemanfaatan limbah tersebut untuk berbagai hal di sektor konstruksi, infrastruktur, pertanian dan lainnya. Berbagai sektor diharapkan bisa ikut serta memanfaatkan FABA, mulai dari UMKM, bisnis, industri, hingga pemerintah.
“Kami telah melakukan berbagai uji coba dan mengembangkan agar FABA di beberapa lokasi, dan hasilnya luar biasa,” ungkap Darmawan.
Di PLTU Tanjung Jati B yang berlokasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, FABA sendiri telah berhasil menjadi berkah bagi masyarakat sekitar. Berbekal izin dari Kementerian LHK, PLTU Tanjung Jati B menyulap FABA menjadi batako, paving dan beton pracetak yang digunakan untuk kegiatan CSR pembangunan rumah warga tidak mampu di sekitar pembangkit tersebut.
Sebagai gambaran, satu rumah bertipe 72 yang dibangun membutuhkan sekitar 1.600 batako yang menyerap 11 ton FABA untuk pembuatannya.
Sepanjang tahun 2020, PLTU Tanjung Jati B telah berhasil menyalurkan 115.778 buah paving dan 82.100 batako dari FABA untuk pembangunan infrastruktur. Setelah tahun lalu membukukan 15.241 paving dan 20.466 batako.
PLN juga kini tengah melakukan riset dengan menggandeng arsitek dan kontraktor untuk membangun rumah yang seluruh bagiannya bisa memanfaatkan FABA, mulai dari atap, tembok, sampai bagian lantainya. Sementara besi yang menjadi tiang pondasi kita coba gunakan bambu. Kami yakin ini akan membuat biaya untuk pembangunan rumah menjadi lebih murah.
Di Ombilin, Sumatera Barat, FABA dimanfaatkan untuk rehabilitasi lahan tambang PT AIC dan penghijauan di Gunung Tandikek. FABA bisa menetralisir asam tambang dan juga menyuburkan lahan. Hasilnya lahan tersebut semakin subur dan hijau.
Selain itu, di PLTU Asam Asam memanfaatkan FABA sebagai road base (lapisan jalan) dalam pembuatan akses jalan. PLTU Suralaya memanfaatkan FABA sebagai bahan baku batako, paving block dan bahan baku di industri semen.
Darmawan mengatakan, penelitian terus dilakukan agar pemanfaatannya semakin maksimal.
“Paling penting ini menjadi momentum era baru pengelolaan FABA. Dengan ditetapkannya FABA menjadi material non B3, PLN yakin akan membawa manfaat banyak bagi negara dan masyarakat,” kata Darmawan.(RA)
Komentar Terbaru