JAKARTA – Secara global, energi surya dianggap telah menjadi raja listrik karena mencatatkan pertumbuhan tahunan tertinggi dibanding energi terbarukan lain, yakni rerata 37% per tahun sejak 1990. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) juga terus menghasilkan harga terendah pembangkltan listrik. Laporan IEA tentang energi terbarukan mempredlksikan pertumbuhan PLTS akan meningkat dari 100 gigawatt (GW) per tahun pada 2019 menjadi 220 GW/tahun pada 2040.

Di sisi lain, pemanfaatan energi surya di Indonesia belum optimal. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi energi surya dl Indonesia mencapai 207 GW. Perhitungan Institute Essential Services Reform (IESR) untuk bangunan perumahan saja di seluruh Indonesia menunjukkan potensi hingga 655 GWp.

“Untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang potensi teknis PLTS skala besar di Indonesia, termasuk untuk identifikasi proyek potensial yang dapat menjadi bagian dari grand strategy pemerintah untuk mengejar target energi terbarukan, diperlukan perhitungan potensi teknis energi surya fotovoltaik yang lebih detail,” ungkap Daniel Kurniawan, penulis kajian “Beyond 207 Gigawatts: Unleashing Indonesia’s Solar Potential”, dalam diskusi virtual baru-baru ini.

Dalam kajian “Beyond 207 Gigawatts: Unleashing Indonesia’s Solar Potential” yang merupakan kerjasama IESR dengan Global Environmental Institute (GEI), adalah langkah awal untuk mendorong percepatan pengembangan energi surya di Indonesia. Dengan pemetaan berbasis geographIc Information system (GIS), IESR melakukan perhitungan potensi teknls untuk pengembangan PLTS skala besar di Indonesia.

Perhitungan ini dilakukan dengan asesmen lahan dan medan yang cocok untuk pengembangan PLTS, kemudian dengan mempertimbangkan potensi produksi listrik surya di masing-masing lokasi, dapat diketahui potensi teknis dalam bentuk kapasitas dan produksi energi.

“Pemetaan berbasis GIS ini mampu memberikan gambaran detail hingga tingkat kabupaten dan kota,” ujar Daniel.

Perhitungan potensi teknis berbasis GIS dilakukan dalam empat langkah, dimana secara umum langkah ini bertujuan untuk rnendapatkan data dan peta luasan lahan yang sesuai untuk dibangun PLTS fotovoltalk (suttable area, km2), potensi teknis kapasitas PLTS fotovoltaik (technical potential capaCIty, GWp), serta rnendapatkan data dan peta potensi teknis pembangkitan listrik dari PLTS fotovoltaik (technical potential generation, TWh/tahun).

Langkah pertama menganalisis pengecualian lahan, yaitu pengecualian kemiringan. pengecualian penggunaan lahan (berdasarkan data tutupan lahan KLHK), serta pengecualian kawasan lindung (seperti cagar alam, suaka margasatwa, dan lainnya). Setelah pengecualian lahan dilakukan, daIam Iangkah kedua, potensi teknis kapasitas (dalam gigawatt peak) dapat diestimasi dengan mengkonversi luasan yang sesuai dengan faktor pengonversi (power densny), dimana faktor 0.041 GWp/km2 digunakan dalam hitungan ini. Kemudian pada Iangkah ketiga, pemetaan output PLTS fotovoltaik rata – rata (PVOUT) digunakan untuk menghitung potensi teknis pembangkltan listrik (dalam terawatt-hour per tahun) yang nilainya kemudian digabungkan ke dalam data GIS batas provinsi, sehingga didapat data (label dan peta) potensi teknis pembangkutan per provinsi (Iangkah keempat). Sebagai catatan, pengecualian lahan dibuat dalam empat skenario berbeda untuk memberikan estimasi batas atas dan bawah.

Menurut Daniel, berdasarkan temuan penilaian tersebut, potensi teknis energi surya fotovoltaik Indonesia berkisar antara 16 hingga 95 kali Iebih besar dibandingkan dengan estimasi Kementerian ESDM saat ini (207 GW). Selain dapat digunakan untuk memperbarui data potensi energi terbarukan Indonesia, temuan dari laporan tersebut juga dapat menjadi informasi bagi pembuat kebijakan, PT PLN (Persero), pelaku usaha, dan pemangku kepentingan terkait lainnya untuk mendorong pengembangan energi surya yang lebih masif dan agresif di Indonesia.

“Rincian perhitungan sampai ke tingkat kabupaten dan kota dapat digunakan untuk mengidentifikasi lokasi potensial untuk pengembangan PLTS skala besar,” kata Daniel.(RA)