JAKARTA – Berdasarkan Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia Indonesia memiliki target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2030 sebesar 29 % dan 41 % dengan dukungan internasional.

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), mengatakan target NDC pada tahun 2030, yaitu penurunan emisi GRK sebesar 29 % atau setara dengan 834 juta ton CO2e. Khusus pada sektor energi, target pengurangan karbon sebesar 314 juta ton CO2e.

“Angka tersebut terbagi dalam beberapa sub sektor yaitu energi efisiensi sebesar 41,76 juta ton CO2e, Energi Baru Terbarukan (EBT) 183,66 juta ton CO2e, energi bersih 74,00 juta ton CO2e, fuel switching 9,59 juta ton CO2e, dan agriculture, forestry and other land use (AFOLU) 5,00 juta ton CO2e,” kata Siti, dalam acara dialog nasional bertema “Sustainable Energy: Green and Clean”, Kamis (28/1).

Siti menekankan bahwa Kementerian LHK (KLHK) selaku National Focal Point (NFP) pada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), selalu memberikan dukungan agar kelima sektor dalam NDC yaitu sektor energi, limbah, industrial processes and production use (IPPU), pertanian, dan kehutanan, dapat mencapai target pengurangan emisi.

Dia menjelaskan, dalam upaya mendorong pencapaian target NDC pada sektor EBT adalah mendorong Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk bioenergi, pemanfaatan jasa lingkungan air untuk teknologi mikrohidro, pemanfaatan sampah menjadi energi listrik, dan pemanfaatan panas bumi atau geothermal.

“Kementerian LHK terus mendorong pengembangan Hutan Tanaman Industri untuk bioenergi atau singkatnya adalah Hutan Tanaman Energi (HTE). Pelepasan kawasan hutan 6,91 juta Hektare (Ha) yang 78,39 % adalah sawit yang juga berpotensi untuk menjadi sumber bioenergi. Selain itu, izin pinjam pakai kawasan hutan seluas 0,44 juta Ha adalah HTI untuk sektor energi,” ujar Siti.

Hal lain dari Kementerian LHK untuk mendukung pemanfaatan EBT adalah adanya kebijakan dan regulasi usaha pengembangan hutan tanaman energi yaitu Peraturan Menteri (Permen) LHK Nomor 62 Tahun 2019 dan Nomor 11 Tahun 2020. Kemudian, penerapan sistem agroforestry pada hutan tanaman dimaksudkan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan dan energi. Kementerian LHK juga telah menyusun nota kesepahaman dengan Kementerian ESDM tentang pengembangan EBT di kawasan hutan.

Siti menegaskan bahwa Indonesia termasuk negara yang cukup baik dalam upaya pengendalian perubahan iklim. Tren positif Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim dibuktikan dengan keberhasilan kinerja pengurangan emisi GRK periode 2014-2016 dengan volume pengurangan emisi sekitar 20,3 juta ton CO2e.

“Hasil positif tersebut membuat Indonesia menerima dana sebesar US$ 103,8 juta dari Green Climate Fund (GCF) melalui skema Result Based Payment (RBP). Melalui skema yang sama juga, Indonesia menerima US$ 56 juta dari Norwegia atas keberhasilan penurunan emisi GRK,” tandas Siti.(RA)