JAKARTA– Pagebluk Covid-19 memberi dampak luar biasa, salah satunya sektor batu bara. PT Adaro Energy Tbk (ADRO), emiten pertambangan batu bara, merasakan pengaruh pagebluk Covid yang melanda dunia sejak akhir 2019 hingga saat ini. Hal itu terbukti dari penurunan pendapatan dan laba bersih perseroan sepanjang semester I 2020 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya dipicu oleh pelemahan harga batu bara.
Garibaldi Thohir, Direktur Utama Adaro Energy, mengatakan kendati perlambatan ekonomi globalserta penurunan aktivitas industri memberi tekanan yang besar terhadap permintaan maupun harga batu bara, Adaro Energy mencapai hasil yang membuktikan upaya maksimal untuk mempertahankan kinerja dan likuiditas yang tinggi di tengah tantangan makro dan industri yang sedang dihadapi.
“Kami tidak dapat memungkiri bahwa kinerja Adaro pada semester I 2020 tidak kebal dari dampak penurunan permintaan batu bara yang terjadi karena wabah Covid-19,” ujar Garibaldi dalam keterangan di laman perseroan.
Kendati begitu, Garibaldi optimitisis Adaro Energy tetap memaksimalkan upaya untuk terus berfokus pada keunggulan operasional bisnis inti perusahaan, meningkatkan efisiensi dan produktifitas operasi, menjaga kas, dan mempertahankan posisi keuangan yang solid di tengah situasi sulit yang berdampakterhadap sebagian besar dunia usaha. Walaupun masih harus menghadapi tantangan ini untuk beberapa saat ke depan, Adaro yakin bahwa fundamental sektor batu bara dan energi di jangka panjang tetap kokoh, terutama karena dukungan aktivitas pembangunan di negara-negara Asia.
Sepanjang semester I 2020, Adaro Energy mencatatkan pendapatan bersih US$ 1,36 miliar, turun 23% dibandingkan periode sama tahun lalu. Perusahaan berhasil menekan biaya operasi 14% dari US$ 1.211 jutamenjadi US$ 1.040 juta. Laba inti turun 39% dari US$ 371 juta menjadi US$ 227 juta dan EBITDA operasional turun 33% menjadi US$ 465 juta dari US$ 691 juta.
“Karena kondisi pasar yang lemah, kami merevisi proyeksi 2020, yaiu produksi 52 juta-54 juta ton, EITDA operasional US$600 juta-US$ 800 juta dan belanja modal US$ 200 juta-US$250 juta,” katanya.
Garibaldi mengatakan penurunan pendapatan sebesar 23% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang terutama diakibatkan oleh penurunan harga jual rata-rata (ASP) sebesar 18% serta penurunan volume penjualan. Lockdown yang diterapkan banyak negara pengimpor batu bara untuk mengatasi Covid-19 mengakibatkan penurunan terhadap permintaan listrik industri, yang disusul oleh penurunan permintaan batu bara pada semester I 2020.
“Di periode ini, volume produksi batu bara Adaro Energy mencapai 27,29 juta ton, yang setara dengan penurunan 4% year-on-year (y-o-y) dibandingkan periode sama tahun lalu . Karena kondisi pasar yang sulit, kami merevisi panduan produksinya untuk tahun ini menjadi 52-54 juta ton,” katanya.
Beban pokok pendapatan pada periode hingga Juni 2020 turun 14% y-o-y menjadi US$$1.040 juta karena Adaro Energy mencatat penurunan nisbah kupas maupun pembayaran royalti kepada pemerintah. Biaya kas batu bara per ton (tidak termasuk royalti) turun 14% y-o-y seiring penurunan nisbah kupas dan harga bahan bakar. Total konsumsi dan harga bahan bakar masing-masing turun 13% dan 22%. Penurunan harga bahan bakar membantu penurunan biaya kas batu bara pada semester I 2020.
“Di masayang sulit ini, kami tetap berfokus pada pengendalian biaya dan mempertahankan operasi yang efisien di sepanjang rantai pasokan batu baranya yang terintegrasi vertikal,”ujar kakak kandung Menteri BUMN ini. (RA)
Komentar Terbaru