JAKARTA – Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM mencatat sebanyak 24 pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan total kapasitas 510,65 Megawatt (MW) yang dibangun produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) yang menandatangani Power Purchase Agreement (PPA) dengan PT PLN (Persero) sejak 2017 hingga tahun ini masih belum mendapatkan kepastian pendanaan atau belum Financial Closing (FC). Total PPA yang ditandatangani sejak 2017 hingga 2020 sendiri ada 83 PPA, terdiri dari 70 PPA pada 2017 dengan total kapasitas 1.206,52 MW, kemudian lima PPA pada 2018 total kapasitas 366,9 MW, tujuh PPA dengan total kapasitas 52,99 MW dan satu PPA dengan kapasitas 145 MW pada 2020 yakni PLTS Terapung Cirata.
Berdasarkan data dari Ditjen EBTKE, 20 IPP dari total 24 IPP yang telah menandatangani PPA pada 2017 atau total kapasitas pembangkit listrik mencapai 314,16 MW.
“PPA 2019 tiga IPP total kapasitas 51 MW. Pada 2020 masih proses itu 145 MW,” kata Harris, Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan, disela konferensi pers virtual, Selasa (28/7).
Menurut Harris, klasifikasi 24 IPP tersebut adalah persiapan FC. Jadi tidak semuanya serta merta mengalami kesulitan mendapatkan pendanaan karena sebenarnya sudah mendapatkan calon perbankan yang akan memberikan pinjaman, hanya saja ada syarat yang belum dapat dipenuhi.
“Ada yang sudah mendapatkan komitmen bank. Tapi syaratnya FC belum lengkap. Ada yang masih cari pendanan. PPA sudah efektif tapi masih proses FC. Lalu, masih ada yang menyiapkan jaminan penawaran,” ungkap dia.
Selain itu, ada delapan IPP yang sudah diterminasi kontrak PPA-nya karena sudah melebihi batasan waktu untuk mencari kepastian pendanaan. Delapan PPA yang diterminasi tersebut semunya yang ditandatangani pada 2017 dengan total kapasitas 23,5 MW.
Untuk pembangkit listrik yang telah beroperasi ada 24 pembangkit terdiri dari 21 pembangkit yang PPA ditandatangani pada 2017 dengan total kapasitas 434,757 MW lalu ada dua pembangkit yang PPA diperoleh 2018 dengan kapasitas total 2 MW serta pembangkit yang PPA-nya ditandatangani pada 2019 dengan kapasitas 0,8 MW.
Ada juga pembangkit yang telah memasuki masa konstruksi dengan total kapasitas 799,71 MW, terdiri dari PPA yang ditandatangani pada 2017 yang melibatkan 22 IPP dengan total kapasitas pembangkit 434,11 MW. Lalu ada tiga IPP yang menandatangani PPA pada 2018 dengan total kapasitas 364,9 MW serta tiga IPP juga menandatangani PPA pada 2019 dengan kapasitas 0,7 MW.
FX Sutijastoto, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, mengakui perlu ada upaya lebih keras untuk menggenjot bauran energi EBT, karena rata-rata per tahun pertumbuhan pembangkit EBT hanya sekitar 500 MW.
“Kalau kami cermati, terlihat perkembangan dalam tiga tahun terakhir hanya tumbuh 500 MW per tahun. Itu kalau ke depan tanpa effort apa-apa, dalam lima tahun, hanya akan tambah 2.500 MW, sehingga di 2024 hanya 12.800 MW untuk EBT,” ungkap Sutijastoto.
Menurut dia, proyeksi itu tentu sangat signifikan jika dibanding dengan target yang dipatok pemerintah. “Untuk 23% kita perlu kapasitas EBT pada 2024 harus sekitar 20 ribu MW. Sehingga gap cukup signifikan, dan inilah perlu upaya-upaya percepatan,” kata Sutijastoto.
Pemerintah akan bergerak melalui penataan kembali aturan main EBT akan lebih menarik bagi para investor. Ini penting agar nantinya EBT bisa bersaing dengan energi fosil yang sampai sekarang memang harus diakui masih dinilai bisa hasilkan listrik lebih murah bagi masyarakat.
“Di sini kami melakukan langkah-langkah restructuring dan refocusing program-program EBT. Utamanya adalah membangun kebijakan agar EBT itu mempunyai level, mempunyai area kompetisi yang seimbang dengan energi fosil dan konvensional,” kata Sutijastoto.(RI)
[…] with PLN failed to meet their financial closing deadlines. Moreover, between 2018 to 2020, only 13 new PPAs on renewable energy were signed. This was worsened by the slow progress in the drafting of a […]
[…] (PPPs) with PLN did not meet the financial closing deadlines. Also, only between 2018 and 2020 13 new PPAs on renewable energy. This was exacerbated by the slow progress in drafting a law on renewable […]
[…] PLN gagal memenuhi tenggat waktu jatuh tempo keuangan mereka. Juga, hanya dari 2018 hingga 2020 13 PPA BaruS Energi terbarukan ditandatangani. Hal ini diperparah dengan lambatnya kemajuan RUU Energi […]
[…] with PLN failed to meet their financial closing deadlines. Moreover, between 2018 to 2020, only 13 new PPAs on renewable energy were signed. This was worsened by the slow progress in the drafting of a […]
[…] PLN failed to fulfill their monetary closing deadlines. Furthermore, between 2018 to 2020, solely 13 new PPAs on renewable power had been signed. This was worsened by the gradual progress within the drafting […]
[…] with PLN failed to meet their financial closing deadlines. Moreover, between 2018 to 2020, only 13 new PPAs on renewable energy were signed. This was worsened by the slow progress in the drafting of a […]
[…] with PLN failed to meet their financial closing deadlines. Moreover, between 2018 to 2020, only 13 new PPAs on renewable energy were signed. This was worsened by the slow progress in the drafting of a […]
[…] PLN failed to fulfill their monetary closing deadlines. Furthermore, between 2018 to 2020, solely 13 new PPAs on renewable power had been signed. This was worsened by the sluggish progress within the drafting […]
[…] with PLN failed to meet their financial closing deadlines. Moreover, between 2018 to 2020, only 13 new PPAs on renewable energy were signed. This was worsened by the slow progress in the drafting of a […]