JAKARTA – Pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di Tanjung Buli, Halmahera Timur hingga kini belum beroperasi. Padahal dari sisi konstruksi, pembangunan pabrik smelter tersebut sudah mencapai 97,98% dan siap untuk beroperasi. Hanya saja smelter yang seharusnya sudah beroperasi sejak 2019 itu belum memiliki pasokan listrik.
Manajemen Mineral Industry Indonesia (MIND ID) sebagai induk dari Antam dalam holding tambang menargetkan pabrik smelter berkapasitas pengolahan 13.500 ton ini bisa mulai beroperasi pada tahun ini seiring dengan ketersediaan pasokan listrik. Namun demikian itu juga belum bisa dipastikan lantaran kepastian pasokan listrik masih belum jelas. Akhirnya proyek yang digadang-gadang bisa memberikan nilai tambah bagi negara karena sebagai proyek hilirisasi ini justru berpotensi besar menyebabkan kerugian bagi negara.
Orias Petrus Moedak, Direktur Utama MIND ID, mengatakan sudah memberikan tugas khusus kepada direksi Antam untuk bisa mencari jalan keluar agar smelter bisa segera beroperasi. Jika proyek dilanjutkan sekarang orientasinya bukan untuk mendapatkan keuntungan, namun untuk menyelamatkan uang negara yang sudah dikeluarkan. Pasalnya, negara telah menyuntikkan langsung dananya sebesar Rp 3,5 triliun melalui Penyertaan Modal Negara (PMN).
“Harus secara gamblang disampaikan kalau proyek ini dilanjutkan lebih ke penyelamatan apa yang sudah di-spend (dikeluarkan negara). Ini dana dari PMN sekitar Rp 3,5 triliun, tetapi tidak bisa sampai tuntas karena listriknya tidak ada,” kata Orias disela rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (30/6).
Dia menuturkan harusnya akhir Juni 2020 sudah ada kepastian dari PLN apakah bisa memasok listrik ke smelter. Jika tidak maka Antam akan mencari sumber tenaga baru dari pihak ketiga lainnya.
Untuk jalankan rencana ini ternyata juga tidak mudah lantaran harga listrik yang ditawarkan juga sudah tinggi yang tentu akan berpengaruh pada biaya operasional smelter nantinya. “Harga listirk masih belasan sen. tapi kami konsultasi dengan berbagai stakeholder sebagai penyelamatan total loss (rugi) dari Rp 3,5 triliun ini,” kata Orias.
Smelter Feronikel Antam yang menghabiskan dana investasi sebesar US$ 289 juta (asumsi Rp 14.000 per dollar AS) seharusnya commissioning operation date (COD) pada 2019. Adapun pembangkit listrik smelter dibangun dengan menggunakan skema suplai pasokan listrik bridging power plant IPP (pembelian listrik ke pihak ke III) yang dibangun oleh PT BGP dan harusnya selesai pada Juli 2019. Hanya saja perusahaan tersebut gagal menyediakan listrik yang dibutuhkan lantaran ada masalah finansial.
Dana Amin, Direktur Utama Antam, menjelaskan apa yang terjadi di proyek smelter feronikel Antam harus dilihat secara menyeluruh sejak proyek ini mulai dikerjakan. Seluruh proyek ini murni dibawah pengawasan manajemen Antam, termasuk dalam penyediaan pembangkit listriknya melalui proses tender.
Ada dua konstruksi yakni smelter dan konstruksi pembangkit listriknya yang berjalan beriringan. Konstruksi smelter dikerjakan PT Wijaya Karya Tbk dan pembangkit dikerjakan PT BGP dan konsorsium.
“Saat tender dan konstruksi pembangkit listrik mengalami gangguan, proses bangun smelter jalan terus. ini terjadi sejak 2012 sampai selesai Juli 2019. Jadi pada 2019 terjadi bahwa realitanya demikian,” ungkap Dana.
Dia menuturkan pemerintah turut serta menggelontorkan dana secara langsung melalui PMN untuk proyek smelter ini lantaran jadi bagian dari proyek hilirisasi mineral dari pemerintah. Sisanya merupakan kas dari Antam.
Menurut Dana, dari sisi perencanaan pasti antara smelter dan pembangkit listrik didesain secara bersamaan, hanya saja memang ada kekurangan dari sisi manajemen resiko pembangkit listrik. “Secara perencaanaan antara smlter dan pembangkit listrik secara common sense pasti disamakan. tapi dari sisi risk management miss saat pembangunan pembagkit listirknya,” kata dia.
Maman Abdurrahman, Anggota Komisi VII DPR, mengaku heran dengan perencanaan pembangungn smelter feronikel Antam. Dia meminta manajemen Antam bisa menjelaskan secara detail masalah yang terjadi di sana tanpa ada yang ditutupi.
“Bangunnya sambil tidur, pas selesai baru sadar listriknya mana. Ini gila, ngawur, saya berpikir bapak-bapak di Antam saat bangun smelter itu sambil tidur. Itu harus disampaikan kenapa bisa terjadi seperti itu. Untuk breakdown detail project yang terhambat atau menemui masalah. Jangan tutupi masalah, harus ada keterbukaan,” jelas Maman.
Dia menyesalkan dengan kondisi ini lantaran kini negara dan Antam ternyata hanya berinvestasi bukan untuk untung tapi hanya sekedar menekan kerugian. “Spend uang cuma buat menekan kerugian,” tegas dia.
Alex Noerdin, Wakil Ketua Komisi VII DPR juga mempertanyakan keengganan manajemen Antam untuk membeberkan alasan pasti atas kesalahan dalam proyek feronikel ini. Menurutnya ada sesuatu yang tidak disampaikan dengan terbuka kepada publik. “Kenapa enggak ambil tindakan? Pasti ada sesuatu yang tidak kita ketahui,” kata Alex.
Anehnya direksi Antam juga siap menjelaskan detail permasalahan hanya tidak dalam forum terbuka tapi di forum terbatas. “Mungkin kami nanti akan jelaskan di forum lebih terbatas,” kata Dana.(RI)
Maaf. PT.BGP sbg pihak ketiga penyedia energi listrik itu perusahaan apa ya? Kok enak saja “tinggal glangggang colong playu” ngomong “jumbilit” terus kabur tanpa kabar? Maaf pak PLN.
ini ada perbaiman bos, dari awal tender smelternya udah gak beres WIKA dan pertnernya harus di investigasi