JAKARTA – PT PLN (persero) sepertinya gerah dengan banyaknya tuduhan masyarakat tentang kenaikan tagihan listrik yang dianggap mendadak dan diam-diam. I Made Suprateka Executive Vice President Corporate Communcation and CSR PLN, menjelaskan penelusuran mengenai keluhan tagihan listrik yang membengkak telah dilakukan PLN. Berdasarkan temuan di lapangan meroketnya tagihan diakibatkan perhitungan meteran listrik dan tingkat pemakaian daya itu sendiri oleh masyarakat bukan karena kenaikan tarif seperti yang banyak dituduhkan. Apalagi tarif listrik tidak mengalami penyesuaian sesuai dengan keputusan pemerintah.
Menurut Made, tagihan listrik bulan April berdasarkan rata-rata pemakaian daya tiga bulan terakhir. Skema ini tidak mencatat secara pasti tingkat konsumsi listrik pelanggan. Padahal di akhir Maret konsumsi listrik rumah tangga meningkat seiring dengan kebijakan work from home (WFH).
Sebagai ilustrasi, pemakaian daya di Desember 2019 hingga Februari 2020 masing-masing sebesar 50 kilo watt hour (kWh). Sesuai skema perhitungan rata-rata tiga bulan maka pemakaian listrik pada Maret sebesar 50 kWh. Meskipun faktanya di dua pekan terakhir Maret itu ada lonjakan sekitar 20 kWh yang berati total pemakaian daya sebesar 70 kWh.
Selanjutnya selama April 2020, masih ada WFH yang membuat kecenderungan konsumsi listrik terus meningkat. Misalnya total pemakaian daya naik di April sebesar 90 kWh.
Kemudian pada awal Mei, PLN mengeluarkan kebijakan baru yang meminta pelanggan untuk melaporkan secara mandiri angka meteran melalui aplikasi Whatsapp maupun pencatatan meteran secara manual yang masih dilakukan di beberapa wilayah. Itu berarti pemakaian daya tercatat tidak lagi merujuk pada rata-rata pemakaian per tiga bulan.
Made mengatakan pemakaian pada Maret telah terlanjur tercatat 50 kWh sementara pemakaian aslinya 70 kWh, sehingga pemakaian daya sebesar 20 kWh dipindahkan (carry over) pada Mei yakni 110 kWh. Adapun rinciannya 90 kWh pemakaian di sepanjang April dan 20 kWh daya di Maret yang belum ditagihkan pada April. Hal ini yang membuat tagihan listrik terkesan membengkak.
“Ada 20 kWh yang belum tertagih. Kami carry over di April pada saat pelanggan membayar untuk Mei. Terjadi penumpukan penggunaan daya yang tidak tertagih karena menggunakan asumsi rata-rata tiga bulan. Yang tertagih 110 kWh, biasanya 50 kWh seolah naik 200% lebih,” kata Made dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (6/5).
PLN kata Made, akan memperbaiki penjelasan informasi pada setruk tagihan tentang adanya penambahan daya tersebut sehingga informasi tersampaikan dengan jelas. “Jadi bisa dibandingkan dengan penggunaan bulan lalu. Kalau ada perubahan angka bisa dikontrol disana,” jelasnya.
M Ikhsan Asaad, General Manager PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya, menuturkan sejauh ini sudah ada 2.900 pengaduan masyarakat mengenai tagihan listrik ke PLN. Dia menyatakan 94% keluhan ternyata pemakaian daya sesuai meteran dan langsung diberikan penjelasan kepada masyarakat. Ikhsan mengakui masih ada koreksi pemakaian daya sebanyak 6% dari total keluhan yang tercatat tersebut karena terjadi perbedaan antara angka yang tertera di meteran dan ditagihan.
Ikhsan memastikan PLN akan bertanggung jawab dengan adanya perbedaan ini. Jika terbuktu jumlah tagihan lebih besar dari meteran maka akan kita perhitungkan di bulan berikutnya. “Enggak usah kuatir akan dikembalikan. Ini segera kami selesaikan. Kalau pun tidak puas akan kami datangi rumah pelanggan supaya memahami kondisi ini,” kata Ikhsan.(RI)
Gak propesional banget..hitungan pake perkiraan.