JAKARTA – Sudah jatuh tertimpa tangga. analogi itu yang tepat bagi industri migas di Indonesia saat ini hingga kuartal I 2020. Berbagai target tinggi yang dipatok pada awal tahun semuanya harus sirna dan direvisi. Harga minyak sejak awal tahun terus tertekan, puncaknya adalah pada awal Maret, harga melorot hingga dibawah US$30 per barel dan hingga kini belum juga naik signifikan. Pukulan telak berikutnya adalah pandemi virus Covid-19 yang membuat konsumsi energi, termasuk migas juga menurun secara drastis. Belum lagi dengan kesehatan para pekerja migas yang harus menyesuaikan diri dengan kegiatan operasi yang harus terus berlangsung di tengah pandemi.
SKK Migas telah merevisi target produksi tahun ini. Untuk produksi minyak, target turun sebesar 10 ribu barel per hari (bph) dari semula 735 ribu bph menjadi 725 ribu bph. Target tersebut adalah target teknis yang disepakati dalam Work Plan and Budget (WPNB) berdasarkan kemampuan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Untuk target APBN adalah 755 ribu bph. Target produksi gas juga turun menjadi 5.727 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dari target WPNB sebesar sebesar 5.959 MMSCFD. Target APBN adalah sebesar 6.670 MMSCFD.
Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengatakan tekanan terhadap industri migas nasional cukup berat dan kompleks. SKK Migas harus melakukan evaluasi terhadap seluruh proyek hulu migas yang telah direncanakan tahun ini. Salah satu proyek yang paling terdampak adalah proyek Lapangan Merakes yang digarap ENI.
“Jelas terpengaruh. Tadi telah disampaikan, Merakes tertunda hingga 2021. Problem semua hampir sama karena Covid-19, maka mobilitas barang semakin terganggu dan aktivitas proyek jadi terpengaruh,” kata Dwi dalam video conference, Kamis (16/4).
Dampak Covid-19 terhadap hulu migas dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti transformasi material terpaksa lebih lama, pengiriman matrial dari luar negeri karena pekerjaan juga yang terbatas dan proses pengangkutan, inspeksi kinerja peralatan dan fasilitas lebih lama. Apabila datangkan pekerja luar negeri juga terkendala, karena Indonesia sudah menetapkan larangan kedatangan orang dari luar negeri.
“Lalu mobilisasi pekerja ke lokasi lebih sulit karena perizinan dan waktu karantina. Persetujuan pengurusan perizinan dapat memakan waktu lebih lama, kegiatan manufaktur peralatan migas tertunda, keterbatasan jumlah personel khusuny di offshore, produktiitas tenaga kerja menurun dan juga engineering,” ungkap Dwi.
Dwi memastikan sisa proyek pada tahun ini akan mengalami pergeseran target penyelesaian. Tapi ia masih berharap semua proyek masih bisa selesai pada tahun ini kecuali Merakes yang sebelumnya ditargetkan selsai pada akhir tahun ini maka digeser pada tahun depan. Hingga kuartal I, baru ada empar proyek yang rampung dari total 12 proyek.
Proyek Strategis Nasional (PSN) yang saat ini sedang dikerjakan beberapa KKKS juga diproyeksi akan mengalami kemunduran antara tiga hingga enam bulan dari target awal. Beberapa PSN hulu migas yang saat ini sedang dalam tahap konstruks adalah Proyek Jambaran Tiung Biru yang dikerjakan PT Pertamina EP Cepu dan proyek Tangguh Train 3 yang dikerjakan BP.
Data SKK Migas menyebutkan hingga saat ini progress proyek Jambaran Tiung Biru sudah mencapai 57,91% atau dibawah target yang seharusnya sudah mencapai 58,17%.
“Untuk JTB yang tadinya kuartal III 202, saat ini masih kami review. Kami berharap masih di 2021, karena ini sumber-sumber gas yang sangat dibutuhkan industri Jawa Timur,” kata Dwi.
Untuk Tangguh train 3, realisasi hingga Maret untuk fasilitas onshore mencapai 80,94% dari target 79,61%. Untuk fasilitas offshore 98,05% dari target 98,94%. “Tangguh mengalami kemunduran. Kami diskusikan agar kemunduran tidak bergeser dari 2021 atau dari target kuartal III 2021. Kami berharap rampung kuartal IV 2021,” katanya.
Tidak hanya itu, proyek PSN lain seperti proyek Lapangan Abadi Gas Masela juga turut terkena dampak kondisi saat ini terutama dari sisi pencarian pembeli gas. “Abadi Masela kesulitan marketing gas-nya dengan harga gas seperti sekarang memang peminat pembeli masih terkendala,” tukas Dwi.
Kemudian dari sisi target investasi hulu migas nasional, SKK Migas juga memperkirakan tidak akan mencapai target awal yang dicanangkan yakni sebesar US$13,8 miliar. Hinga kuartal I saja realisasina baru mencapai US$ 2,87 miliar atau 21% dari target. “Untuk akhir tahun tahun kemungkinan akan ada penurunan investasi, karena harga minyak rendah,” kata Dwi.
Keberlangsungan Bisnis
Menurut Dwi, beberapa upaya telah dan akan dilakukan pemerintah untuk menjaga keberlangsungan bisnis migas nasional. Pertama adalah melakukan koordinasi dengan KKKS untuk mereview rencana kerja 2020, Sebagian besar KKKS telah mengusulan perubahan Work Plan and Budget (WPNB). Kemudian melakukan comperhensive assessment terkait opsi harga minyak dan keekonomian.
“Lalu evaluasi penundaan planned shutdown. Kami harap dengan harga rendah bisa percepat planned shutdown,” ujarnya.
SKK Migas juga melakukan koordinasi dengan stakeholder soal mobilisasi barang dan personel. KKKS diminta melakukan negosiasi ulang kontrak yang ada dalam rangka efisiensi biaya. “Dengan penurunan harga minyak diharapkan cost bisa ditekan,” ujarnya.
Lalu mengajukan pada menteri ESDM usulan pemberian paket stimulus pada KKKS. “Sudah kami sampaikan ke kementerian ESDM terhadap tindak lanjut stimulus menteri berikan arahan dan sangat mendukung agar keekonomian kontraktor bisa terjaga. Masuk penundaan dana Abandonment Site Restoration (ASR) 2020,” kata Dwi.(RI)
Komentar Terbaru