JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah merampungkan draf Peraturan Presiden tentang Energi Baru Terbarukan (EBT). Draf tersebut sudah diserahkan ke Kementerian Sekretariat Negara dan tinggal menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo.
FX Sutijastoto, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, mengatakan beleid tentang EBT akan mencakup aturan harga pembangkit listrik yang dihasilkan dari EBT. Pada aturan yang baru, pemerintah juga akan memberlakukan feed in tariff yang juga akan mempertimbangkan besaran investasi dan juga daya beli masyarakat.
“Sudah ada di presiden, tinggal di tanda tangan. Coming soon lah, semester satu ini,” kata Sutijastoto di Jakarta, Senin (3/2).
Dengan adanya aturan baru tersebut diharapkan gairah investasi pembangkit listrik sektor EBT bisa meningkat, sehingga pada akhirnya masyarakat bisa mendapatkan listrik dengan harga terjangkau. Keekonomian investor diutamakan dalam aturan baru agar semua rencana bisa terealisasi.
“Harganya diperbaiki, pokoknya menjabarkan di UU energi bahwa harga keekonomiannya wajar. Ini untuk mendorong agar pengusaha-pengusaha dalam negeri sama daerah itu berkembang,” ungkap Sutijastoto.
Dalam beleid terbaru nanti tarif EBT akan flat dalam kurun waktu 12 tahun pertama sejak pembangkit mulai beroperasi. Ini dimaksudkan agar para pelaku usaha bisa memperoleh kepastikan pengembalian modal usaha. Setelah 12 tahun tarif tersebut akan turun, namun tetap dengan penerapan flat tarif hingga berakhirnya masa kontrak.
“Sampai 12 tahun tinggi, setelah itu turun hingga berakhir masa kontrak. Kan ada yang kontraknya 30 tahun, ada yang 25 tahun. Dua tahap saja agar modal pengembang cepat balik,”katanya.
Untuk kontrak jual beli listriknya berlaku selama 30 tahun, maka evaluasi pertama harga listrik baru akan dilakukan setelah 18 tahun. Setelah itu, harga jual listrik ke PT PLN (Persero) akan turun dan berlaku tetap hingga kontrak berakhir.
Nantinya tidak semua jenis pembangkit EBT akan diatur harga jual listriknya diatur dalam Perpres. Khusus untuk panas bumi akan dibuat aturan khusus sebagai turunan dari Perpres tersebut.(RI)
Komentar Terbaru