JAKARTA- PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero), dua badan usaha milik negara di sektor energi, menjalin sinergi dengan kerja sama pasokan gas untuk pembangkit. Pertamina melalui subholding PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) akan melakukan gasifikasi terhadap 52 lokasi pembangkit dengan total kapasitas sekitar 1,8 Giga Watt.
Kerjasama ini tertuang dalam Heads of Agreement (HoA) antara Pertamina dan PLN untuk menjalankan program gasifikasi PLN dengan menyediakan gas hasil regasifikasi LNG. Pendatanganan HoA ini dilakukan oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini di Jakarta (27/2).
“Sinergi BUMN untuk menjadi solusi bagi ketahanan energi nasional yang berkelanjutan. Dengan adanya kerjasama ini akan menambah serapan gas domestik, yang merupakan komitmen nyata dari pertamina untuk memberikan kontribusi penggunaan energy mix,” ujar Nicke dalam keterangan tertulis yang diterima Dunia-Energi.
Menurut Nicke, ruang lingkup HoA meliputi penyediaan pasokan dan infrastruktur LNG dimana biaya pokok penyediaan tenaga listrik lebih rendah dibandingkan High Speed Diesel (HSD). Untuk itu, lanjutnya, Pertamina telah menunjuk dan menugaskan PGN sebagai subholding gas untuk penyediaan pasokan dan infrasruktur LNG untuk pembangkit listrik PLN sejak Februari 2020.
Pelaksanaan penyediaan pasokan dan infrastruktur LNG untuk 52 titik pembangkit listrik PLN, akan dilakukan dalam empat tahap dari wilayah Sumatera hingga Papua. PGN terus melakukan koordinasi, penyelarasan kegiatan dan kerjasama pemanfaatan asset atau fasilitas, dalam rangka percepatan gasifikasi.
Pelaksanaan program ini akan dilakukan secara bertahap, dimulai dari tahap pertama dengan kapasitas 430 Mega Watt di wilayah Krueng Raya, Nias, Gilimanuk, Tanjung Selor, Sorong dan Jayapura pada 2020.
Selanjutnya, tambah Nicke, Program Gasifikasi akan dilakukan dengan klasterisasi yang terdiri dari klaster Bali Nusa Tenggara, Pontianak, Sulawesi dan Maluku Papua.
Implementasi program ini dapat memberikan benefit berupa potensi penghematan dari konversi HSD ke Gas sekitar Rp 3 triliun per tahun. Secara makro, program ini diharapkan dapat memberikan multiplier efek bagi pertumbuhan ekonomi khususnya sektor industri di 52 titik lokasi tersebut.
“Sebaran ke 52 titik lokasi ini berada di pelosok-pelosok yang memiliki kompleksitas distribusi. Kita akan membawa LNG dan membangun virtual pipeline, mini regasification, mini LNG plant, dan sebagainya. Jika berhasil, berarti hal ini merupakan suatu achievement luar biasa karena belum pernah dilakukan di tempat lain,” tambah Nicke.
Skema bisnis yang akan dilakukan ini adalah skema bisnis yang optimal dan efisien sesuai dengan operasional pembangkit listrik di masing-masing wilayah.
“Pembangkit Listrik menjadi pemakai gas bumi yang cukup besar. Dengan kondisi ini, penyaluran pasokan gas untuk PLN termasuk program strategis. Bagaimanapun listrik dibutuhkan masyarakat maupun industri untuk produktivitas sehari-hari,” jelas Nicke.
Nicke berharap, optimalisasi portofolio LNG untuk gasifikasi pembangkit listrik PLN menjadi bagian dari upaya untuk mendorong peningkatan utilisasi gas bumi domestik demi efisiensi energi dan menekan defisit neraca perdagangan.
Ke depan dengan pertumbuhan energi yang terus meningkat, Nicke juga optimistis Pertamina sebagai Holding Migas akan semakin agresif mengembangkan infrastruktur gas bumi ke seluruh wilayah nusantara dan kehandalan pasokan gas yang semakin terjamin. (RA)
Komentar Terbaru