JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), subholding gas dibawah PT Pertamina (Persero) mengalokasikan sekitar 40% belanja modal (capital expenditure/capex) tahun depan untuk anak usahanya di sektor hulu, PT Saka Energi Indonesia.
Arie Nobelta Kaban, Direktur Keuangan PGN, mengungkapkan hampir 50% dari total alokasi belanja modal 2020 untuk mendukung rencana Saka mengakuisisi blok migas. Pada 2020, PGN mengalokasikan dana investasi sebesar US$ 700 juta.
“Alokasi Saka US$280 juta, akuisisi sekitar US$70 juta-US$ 100 juta,” kata Arie ditemui di Jakarta, Selasa (9/12).
Menurut Arie, sisa anggaran investasi akan dialokasikan untuk pengembangan blok Pangkah yang baru mendapatkan hak perpanjangan kontrak dari pemerintah.
Saka Energi telah meneken kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC) untuk 20 tahun mulai 8 Mei 2026. Ketika meneken kontrak, Saka menjanjikan komitmen kerja pasti (KKP) lima tahun pertama senilai US$ 64,05 juta. Kegiatan yang dijanjikan mencakup lima studi G&G, akuisisi data seismik 3D 500 km2, dan empat sumur eksplorasi.
Saka Indonesia Pangkah Limited merupakan operator sekaligus pemegang saham mayoritas 65%, dengan mitranya Saka Indonesia Pangkah BV memegang 25% dan Saka Pangkah LLC 10%. Saka melanjutkan pengelolaan Blok Pangkah lantaran menilai cadangan migas yang ada masih bagus.
Arie mengatakan dalam strategi akuisisi, Sak didorong untuk mengambil alih blok yang telah memproduksi gas dibanding minyak, sehingga bisa mengamankan pasokan gas untuk PGN.
“Kami evaluasi, tetapi kayaknya (blok) gas, minyaknya mungkin tidak terlalu besar. Ada beberapa alternatif yang belum diputuskan,” ungkap Arie.
Gigih Prakoso, Direktur Utama PGN, mengatakan PGN membuka opsi untuk mensinergikan Saka dengan Pertamina. Jika ini terjadi maka Saka akan langsung berada dibawah holding migas. Tidak langsung dibawah PGN. Dari sisi model bisnis, Saka memiliki kesamaan dengan Pertamina yang juga bergerak di sektor hulu.
“Memang benar Saka dalam proses bicara dengan Pertamina agar bisa diintegrasikan Pertamina. Nature bisnis Saka beda dengan PGN yang utility company, sehingga secara risiko dan bisnis lebih cocok disinergikan ke Pertamina,” ungkap Gigih.
Hingga September 2019, lifting migas Saka tercatat sebesar 29.622 boepd, turun 27% dibanding dengan periode yang sama 2018 sebesar 40.552 boepd. Produksi minyak pada sembilan bulan pertama di 2019 sebesar 1,5 juta barel dan gas 23,62 triliun british thermal unit.
Nofriadi, Direktur Utama Saka Energi, mengungkapkan untuk mendorong peningkatan produksi migas Saka hingga menjadi 50 ribu barel setara minyak per hari (boepd) pada 2024, tidak bisa mengandalkan aset blok migas yang telah dimiliki.
Pihaknya mengevaluasi berbagai aset migas di dalam maupun luar negeri. Namun, dia lebih optimis terkait rencana akuisisi blok migas di dalam negeri. “Yang mendekati [selesai diakuisisi] di Indonesia,” kata Nofriadi.(RI)
Komentar Terbaru