JAKARTA-PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, melalui anak usahanya, PT Pertamina Power Indonesia (PPI), dikabarkan tengah mencari mitra baru untuk proyek pembangkit listrik (independent power producer/IPP) berbahan bakar gas berkapasitas 1.200 megawatt di Bangladesh. Marubeni Corp, perusahaan multinasional asal Jepang yang menjadi mitra PPI dalam konsorsium untuk proyek IPP tersebut bersama mitral lokal dari Bangladesh, kabarnya telah disingkirkan.
Sumber Dunia Energi yang mengetahui rencana proyek PPI di Bangladesh membisikkan, Pertamina tidak memperbarui consortium agreement dengan Marubeni yang berakhir 27 Juni 2019. Salah satu pertimbangan Pertamina tidak meneruskan partnership adalah pengalaman kurang elok BUMN di sektor energi terintegrasi tersebut dengan Marubeni di PT Jawa Satu Power—perusahaan konsorsium untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1 di Cilamaya, Karawang.
“Manajemen PPI mendapatkan pengaduan dari Humpuss (anggota konsorsium Floating Storage Regasification Unit Proyek PLTGU Jawa-1 di PT Jawa Satu Regas) bahwa Marubeni meminta Humpuss memberikan 10% sahamnya kepada salah satu perusahaan lokal. Humpuss memohon konfirmasi kepada PPI apabila permintaan ini juga merupakan arahan dari PPI,” ujar sumber.
Menurut sumber, manajemen PPI telah melaporkan kepada Direksi Pertamina ihwal persoalan tersebut. Rupanya, manajemen PPI tidak pernah memberikan arahan apapun terkait masalah itu. Apalagi pemilihan anggota konsorsium FSRU dilakukan secara transparan. “Yang dilaporkan oleh manajemen PPI kepada Direksi Pertamina adalah bahwa anggota konsorisum FSRU adalah PPI 26%, Humpuss 25%, Marubeni 25%, Exmar 19% (sebelum pergantian oleh MOL), dan Sojitz 10%,” ujarnya.
Sumber menyebutkan, keanggotaan konsorsium FSRU telah dilaporkan kepada Direksi Pertamina. Dengan demikian, lanjut sumber, apabila ada perubahan atau penambahan anggota konsorsium harus melalui mekanisme yang sama dan bukan atas tunjuk langsung. Apalagi mekanisme pemberian saham (sharedown) yang merupakan mekanisme di luar sistem dan tidak governance.
“Infonya, permintaan Marubeni ini ditolak oleh Humpuss karena mereka telah terpilih melalui mekanisme yang dilaksanakan oleh konsorsium secara fair dan transparan. Tindakan (Marubeni) ini melanggar etika bisnis dan melecehkan sistem Pertamina yang telah dijalankan dalam proses pemilihan keanggotaan konsorsium FSRU,” ujar sumber.
Sumber menyebutkan, manuver tak elok Marubeni tak hanya terjadi di proyek PLTGU Jawa 1, tapi juga di Proyek IPP Bangladesh. Marubeni dikabarkan tengah menyiapkan strategi demi menjalankan proyek IPP Bangladeh tanpa PPI. “Langkah Marubeni ini bisa dinilai sebagai upaya mendepak PPI dari IPP Bangladesh, padahal ownership proyek justru ada pada PPI,” jelas sumber.
Marubeni, tambah sumber, mengabaikan fakta bahwa proyek IPP Bangladesh berada dibawah payung kerja sama Government to Government (G to G) antara Indonesia dan Bangladesh. Dalam proyek itu, Pertamina merupakan pemilik proyek dan yang berhak mentukan partnership.
“Bila kabar manuver Marubeni ini benar, itu tidak hanya melecehkan Pertamina sebagai project owner IPP Bangladesh, juga melukai hubungan bilateral Indonesia-Bangladesh. bisa dipastikan ini bukan intensi dari Pemerintah Jepang. Sayangnya, Marubeni tak cukup sensitif dan dewasa menyikapi situasi ini” katanya.
Dunia Energi mencoba konfirmasi masalah ini kepada Marubeni. Slamet Muhadi, Direktur Anak Perusahaan Marubeni di Indonesia, tak merespons pertanyaan yang dikirimkan via WA. Pada kesempatan sebelumnya, Slamet mengaku hanya menangani proyek pembangkit listrik di Indonesia. “Saya tidak dalam posisi bisa menjawab pertanyaan itu,” ujarnya kepada Dunia Energi.
Manajemen Humpuss pun terkesan tiarap. Theo Lykatompey, salah seorang komisaris Humpuss, menyatakan masalah tersebut adalah isu di antara sponsor proyek PLTGU Jawa 1. “Kami cuma kontraktor saja, jadi no comment,” katanya saat dikonfirmasi Dunia Energi, Jumat (8/11).
Dharmawan Samsu, Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) sekaligus Komsaris Utama PPI, juga tak memberikan respons. Pertanyaan yang dikirim via WA, hingga berita ini diturunkan, belum dijawab. Adapun Sekretaris Perusahaan Pertamina Tajuddin Noor, juga tak menjawab enam pertanyaan yang dikirim via WA kepada mantan direktur keuangan PT Pertamina Patra Niaga tersebut, terkait kerjasama Pertamina dengan Marubeni di proyek IPP di Bangladesh. Tanggapan yang diberikan atas WA tersebut pun sangat normatif. “Pertanyannya berat banget. Aku butuh waktu dulu ya, kebetulan lagi banyak rapat,” jawab Tajuddin dalam WA kepada Dunia Energi, Rabu (6/11).
Ginanjar Sofyan, Direktur Utama PPI, yang dihubungi terpisah juga tak memberikan jawaban memuaskan. Pertanyaan yang dikirim via WA pun hanya dijawab pendek. “We are doing business with ethic,” ujarnya kepada Dunia Energi.
Calon Kuat
IPP Bangladesh, dengan investasi sekitar US$ 1,8 miliar, berada di bawah naungan kerja sama G to G Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Bangladesh. MoU pengembangan IPP berkapasitas 1.200 MW itu dilakukan oleh Dirut PPI Ginanjar Sofyan dan Chairman Bangladesh Power Development Board (BPDB) Khaled Mahmood di Dhakka, Bangladesh, 28 Januari 2018. Penandatanganan nota kesepahamantu disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan PM Bangladesh Syeh Hasina.
Kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari MoU sebelumnya di sektor energi yang diteken Kementerian ESDM dan Ministry of Power, Energy, and Mineral Resources of the People’s Bangladesh pada 15 September 2017. Dalam proyek ini, BPDB akan bertindak sebagai pembeli listrik. Proses penyelesaian konstruksi proyek ini diproyeksikan tiga tahun setelah tahap financial close dicapai.
Pertamina (PPI) diberi kuasa penuh untuk memilih mitra atau anggota konsorsium, salah satunya dalah Marubeni. Adanya pengalaman buruk dengan Marubeni di proyek PLTGU Jawa 1 serta performa di Bangladesh yang mengecewakan, PPI akhirnya mengganti Marubeni di proyek itu.
Sumber menyebutkan, mitra PPI untuk IPP Bangladesh awalnya ada 10 shortlist partner. Selain Marubeni, beberapa perusahaan asal Jepang juga masuk dalam nominasi calon mitra PPI. Mereka adalah Sumitomo, Mitsubishi, Mitsui, GNF, dan Sojitz. Di luar itu ada juga GDF Suez/ENGIE, Kepco, dan Posco.
“Dengan adanya pengalaman buruk di PLTGU Jawa 1, PPI kemungkinan membatasi kolaborasinya hanya dengan perusahaan-perusahaan Jepang yang menduduki ranking tiga besar. Calon pengganti Marubeni merupakan perusahaan yang dikenal sangat santun dan menjunjung tinggi etika bisnis,” ujar sumber. (DR/RA/RI)
Komentar Terbaru