JAKARTA – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan penyaluran BBM Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) atau solar akan melebihi kuota yang ditetapkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019 akibat penyaluran yang tidak tepat sasaran.
M Fanshurullah Asa, Kepala BPH Migas, mengatakan berdasarkan prediksi yang dihimpun BPH Migas bersama dengan PT Pertamina (Persero) dan Hiswana Migas, hingga Juni 2019 volume penyaluran solar subsidi sudah melebihi 50% dari kuota. Ini dipicu konsumsi solar di beberapa daerah yang meningkat dan melampui kuota yang sudah ditetapkan.
“Fokus mengendalikan BBM JBT yang diprediksi akan over quota. Kami berkali-kali dari BPH Migas dan Pertamina sudah prediksi akan terjadi over kuota dari 14,5 juta Kilo Liter (KL) untuk solar, over quota sebesar 0,8 juta KL hingga 1,3 juta KL. Kami sudah sepakat melalui sidang komite BPH Migas untuk melaksanakan pengendalian ini,” kata Fanshurullah di kantor BPH Migas, Jakarta, Rabu (21/8).
Menurut dia, beberapa faktor membengkaknya konsumsi solar justru disebabkan tindakan penyelewengan oleh konsumen di sektor usaha, terutama pertambangan. Sedikitnya ada 10 wilayah yang diduga terjadi peningkatan konsumsi solar secara tidak wajar, yakni di Provinsi Kalimantan Timur, Riau, Kepulauan Riau, Lampung, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Bangka Belitung.
Adapun kelebihan kuota di Kaltim mencapai 124,6%, Kepulauan Riau 119,9%, Lampung 113 %, Riau 111%, lalu Sulawesi Tenggara 109,4 %, Sulawesi Barat 109,2%, Sumatera Barat 108,8%, Sulawesi Selatan 108,8%, Jawa Timur 108,7% dan Bangka Belitung 108,3%.
“Over kuota paling banyak Kalltim 124% bulan ke bulan. Jadi kemakan dari bulan ke bulan,” kata Fanshurullah.
Berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh BPH Migas, realisasi volume JBT Jenis Minyak Solar sampai dengan Juli sebesar 9,04 juta KL (62%) dan diproyeksikan sampai dengan akhir tahun 2019 sebesar 15,31 – 15, 94 juta KL, artinya ada potensi over kuota sebesar 0,8-1,4 juta KL (5,5 -9,6%).
Menurut Fanshurullah, sektor yang menggunakan BBM subsidi hingga menyebabkan kelebihan kuota adalah sektor perkebunan dan pertambangan. Padahal seharusnya kedua sektor itu menggunakan solar nonsubsidi alias solar untuk industri.
“Ini di daerah industri tambang dan perkebunan yang sedang menggeliat,” ujar Fanshurullah.
BPH Migas pun melakukan tahap pengendalian penyaluran solar. Surat edaran pengaturan pembelian Jenis BBM Tertentu (JBT) Jenis Minyak Solar yang berlaku efektif sejak 1 Agustus 2019 meliputi:
1. Dilarang menggunakan JBT Jenis Minyak Solar bagi kendaraan bermotor untuk pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari 6 (enam) buah dalam kondisi bermuatan ataupun tidak bermuatan;
2. Maksimal pembelian JBT Jenis Minyak Solar untuk angkutan barang roda 4 (empat) sebanyak 30 liter /kendaraan /hari, roda 6 (enam) atau lebih sebanyak 60 liter/ kendaraan/hari dan kendaraan pribadi sebanyak 20 liter/kendaraan/ hari;
3. Dilarang menggunakan JBT Jenis Minyak Solar untuk kendaraan bermotor dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar merah, mobil TNI/ Polri, sarana transportasi air milik Pemerintah;
4. Dilarang menggunakan JBT Jenis Minyak Solar untuk mobil tangki BBM, CPO, dump truck, truck trailer, truk gandeng dan mobil molen (pengaduk semen);
5. Dilarang melayani pembelian JBT Jenis Minyak Solar untuk Konsumen Pengguna Usaha Mikro, Usaha Perikanan, Usaha Pertanian, Transportasi air yang menggunakan motor tempel dan Pelayanan Umum tanpa menggunakan Surat Rekomendasi dari Instansi berwenang;
6. PT Pertamina (Persero) perlu mengatur titik lokasi SPBU yang mendistribusikan JBT Jenis Minyak Solar dengan mempertimbangkan sebaran Konsumen Pengguna termasuk pengaturan alokasi ke masing-masing SPBU;
7. PT Pertamina (Persero) wajib menyediakan BBM Non Subsidi (Pertamina Dex dan Dexlite) untuk mengantisipasi terjadinya antrian di SPBU;
8. Meminta PT Pertamina (Persero) untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah, TNI dan Polri untuk ikut mengawasi penyaluran JBT Jenis Minyak Solar;(RI)
Komentar Terbaru