JAKARTA – Pemerintah mengingatkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) minyak dan gas bumi di Indonesia untuk segera berbenah mengoptimalkan kegiatan operasi migas. Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan realisasi produksi siap jual atau lifting migas menjadi perhatian khusus pemerintah. Bahkan jajaran SKK Migas dan Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDMĀ ditegur Menteri ESDM, Ignasius Jonan lantaran realisasi lifting KKKS yang sebagian besar dibawah target.
“Pemerintah sangat concern dengan kinerja lifting. Ini kan terkait pendapatan negara, itu kan lifting dan harga. Maka karena lifting ini kami kena marah,” kata Dwi di Kementerian ESDM Jakarta, Senin (29/7).
Data SKK Migas menyebutkan kinerja enam dari 10 kontraktor minyak terbesar belum mencapai target lifting pada semester I 2019. Dari enam KKKS yang mengalami penurunan kinerja, lima di antaranya merupakan anak usaha PT Pertamina (Persero).
“Dari 10 besar ada enam KKKS yang lifting (minyak) turun. Dari enam itu lima adalah (milik) Pertamina, yaitu Pertamina EP, PHM, PHE OSES, PH ONWJ dan PKHT. Ini memang menjadi concern, ” kata Dwi.
Dalam data realisasi semester I menunjukkan bahwa lifting PT Pertamina EP sebesar 75.293 barel per hari (bph) atau 89% dari target sebesar 85.000 bph. PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) realisasi sebesar 34.680 bph atau 69% dari target 50.400 bph. PHE OSES lifting hingga semester I 27.841 bph atau 87% dari target 32.000 bph. PHE ONWJ realisasi sebesar 28.405 bph atau 86% dari target 33.090 bph. Serta Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) realisasi liftingnya 95% dari target atau 10.663 bph dari target 11.248 bph.
Kinerja serupa juga dialami pada lifting gas, terutama pada pengelolaan Blok Mahakam. Lifting gas di Blok Mahakam baru 60% dari target atau sebesar 662 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dari target 1.100 MMSCFD. Kemudian Pertamina EP lifting sebesar 768 MMSCFD atau 95% dari target 810 MMSCFD.
Evaluasi Pertamina
Pemerintah berharapĀ Pertamina mengevaluasi dan mencari terobosan mengatasi masalah tersebut. “Kami berharap Pertamina melakukan upaya-upaya untuk perbaikan agar lifting ini jangan sampai mana nanti mana yang diambil Pertamina sebagai operator malah terjadi penurunan,” kata Dwi.
Jika dilihat dari data yang ada, sebagian besar permasalahan penurunan lifting migas dialami blok-blok terminasi yang baru dikelola Pertamina dalam dua tahun terakhir. Untuk itu, harus ada langkah konkrit di blok-blok terminasi tersebut. Masalah transisi dalam alih kelola menjadi poin krusial yang harus segera dibenahi.
“Aspek implementasi teknologi, terutama transfer of knowladge dan proses investasi yang mesti harus jalan cukup cepat. Kami harapkan nanti manajemen dan pekerja Pertamina bisa lebih fokus memperbaiki kinerja,” kata Dwi.(RI)
Komentar Terbaru