JAKARTA – Proses panjang pengembangan Lapangan Gas Abadi Masela sudah memasuki babak akhir. Inpex Corporation sebagai operator pelaksana proyek akhirnya mencapai kesepakatan dengan pemerintah terkait beberapa poin utama yang dituangkan dalam Head of Agreement (HoA) yang ditandatangani beberapa waktu lalu.
Dalam HoA pemerintah sepakat memberikan beberapa insentif kepada kontraktor yang diharapkan mampu mengkerek keekonomian proyek sehingga sang kontraktor bisa segera memgembangkan potensi gas besar yang siap diproduksi di Masela.
Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) merinci insentif tersebut termasuk investment credit sebesar 80% dan Internal Rate of Return (IRR) yang disepakati mencapai 15%.
Lalu apakah insentif ini akan memberikan dampak signifikan dalam keekonomian proyek yang sudah terkatung-katung selama 20 tahun tersebut?
Hadi Ismoyo, Wakil Ketua Umum Ikatan Alumni Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), mengatakan bahwa jika dibandingkan dengan proyek-proyek migas lainnya di dunia, IRR sebesar 15% tidaklah terlalu besar, bahkan sejatinya masih dibawah keinginan pelaku usaha. Padahal perusahaan tidak hanya melihat dari sisi teknis tapi juga melakukan perbandingan dengan proyek lainnya dalam mengusulkan IRR.
“IRR 15% bagi pelaku migas kelas dunia itu bukan excellent. Rata-rata perusahaan besar itu minta 20%. Diadu dengan proyek seluruh dunia. Jadi IRR 15% itu sejatinya berat juga untuk investor,” kata Hadi kepada Dunia Energi, Kamis (20/6).
Sementara dengan mendapatkan investment credit berarti kontraktor berhak meminta ganti kepada pemerintah sebesar persentase tertentu atas nilai investasi yang berhubungan langsung dengan pembangunan fasilitas produksi. Pengembalian ini akan menjamin biaya lain yang tak bisa terganti melalui sistem cost recovery. Dalam kasus proyek Masela pemerintah memberikan investment credit sebesar 80%.
Menurut Hadi, pasti sudah diperhitungkan oleh pemerintah agar proyek Masela berjalan dengan keekonomian yang diinginkan.
“Enggak masalah 80%. Ujungnya kan keekonomian proyek. Instrumen itu untuk mencapai term kesepakatan para pihak. Ujungnya adalah Term and Condition (T&C) yang fair bagi kedua belah pihak,” kata Hadi.
Namun investment credit 80% terbilang cukup besar. Rata-rata investment credit diberikan hanya 5%-20%. Pemberian investment credit tidak bisa disamaratakan, dan tergantung dari tingkat kesulitan proyek yang dikerjakan.
“Tergantung proyeknya. Jadi tidak bisa besar kecilnya. Namun dengan simulasi invesment credit tersebut apakah lapangan tersebut menjadi ekonomis apa tidak,” katanya.
Pembahasan Panjang
Dwi mengatakan besaran investment credit dan IRR kepada Inpex sudah melalui pembahasan cukup panjang. Besaran untuk investment credit misalnya memang baru pertama diterapkan untuk proyek migas di Indonesia. Itu pun mempertimbangkan tingkat kesulitan proyek, jadi tidak serta merta proyek migas lain mendapatkan hal serupa. Ini juga yang menjadi keputusan menteri ESDM agar bisa bagi hasil yang didapatkan oleh negara tidak tergerus. Selain itu juga ada insentif berupa indirect tax yang akan diberikan Kementerian Keuangan
“Besaran 80% itu di-exercise-exercise dan itu pertama tidak seleuruh investasi, yang mendapatkan hak fasilitas invesment credit itu hanya untuk yang offshore, persetujuan pak menteri,” katanya.
Dwi menambahkan angka 80% dimasukan dalam kaitan upaya untuk mengamankan split, tapi IRR masih wajar. Split berjangka panjang, berbeda dengan investment credit yang jangka pendek dan hanya yang offshore. “Jadi tidak dimasukkan untuk onshore, itu hanya sekali ini saja,” tukas Dwi.
Adapun bagi hasil atau split sebesar masing-masing sebesar 50%. Namun itu juga masih berubah akan tetapi jatah pemerintah paling kecil sebesar 50%. Apabila biaya bisa ditekan maka bagian pemerintah akan bisa lebih besar, namun jika biaya membengkak pemerintah tetap mendapatkan bagi hasil minimal 50%.
“Sekarang pemerintah itu sejelek-jeleknya 50, itu yang kita patok. Kalau kita yakin bisa lebih rendah (biayanya), bagian negara bisa naik,” kata Dwi.(RI)
Komentar Terbaru