JAKARTA – Indonesia diyakini memiliki kandungan logam tanah jarang melimpah sehingga berpotensi menjadi salah satu pemasok global yang saat ini masih didominasi China. Karakteristik material yang istimewa menjadikan logam tanah jarang sangat diminati industri, terutama industri maju dan strategis seperti industri elektronik, otomotif, perminyakan, kedirgantaraan, dan pertahanan.
Djarot S Whismubroto, Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), mengatakan saat ini sudah ada pilot plant di Bangka milik PT Timah Tbk untuk pemisahan logam tanah jarang yang berasal dari pasir monasit. Pasir monasit termasuk mineral radioaktif, maka harus mendapat rekomendasi dari BATAN.
“Posisi kami sebagai technology provider untuk pemisahan tanah jarang dari unsur uranium dan thorium, sekaligus pemberi rekomendasi bila pihak swasta ingin mengekploitasi mineral tersebut,” kata Djarot kepada Dunia Energi, Selasa (18/6).
Mineral monasit merupakan hasil samping dari penambangan bijih timah. Dalam hal ini PT Timah sangat berkepentingan dalam industri pengembangan mineral monasit sebagai produk penambangannya.
Djarot menambahkan, BATAN juga telah mengembangkan sarana penelitian dan pengembangan untuk penguasaan teknologi proses logam tanah jarang yang didesain oleh Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN). Pilot Plant tersebut diberi nama Pilot Plant Pemisahan Uranium, Torium, dan Logam Tanah Jarang dari Monasit (PLUTHO).
Saat ini pemerintah Indonesia telah memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan logam tanah jarang dan menjadikannya sebagai salah satu program prioritas nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Secara komersial logam tanah jarang dan paduannya banyak digunakan pada perangkat elektronik seperti memori komputer, DVD, ponsel, catalytic converter, magnet, lampu neon, dan baterai isi ulang. Banyak baterai isi ulang yang dibuat dengan senyawa logam tanah jarang.
Permintaan baterai didorong oleh kebutuhan untuk pembuatan perangkat elektronik portabel seperti komputer portabel dan kamera. Sejumlah senyawa tanah jarang juga diperlukan sebagai sumber daya pada setiap kendaraan listrik dan kendaraan listrik hibrida.
“Harapannya adalah, produksi tanah jarang ikut mampu berkontribusi dalam industri elektronik, baterai dan untuk mendukung program mobil listrik,” tandas Djarot.(RA)
Komentar Terbaru