JAKARTA – PT Pertamina memulai rangkaian uji coba produksi BBM berjenis Gasoil berbahan dasar Crude Palm Oil (CPO) yang dicampur dengan minyak mentah melalui sistem co-processing di fasilitas Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) yang berada di kilang Dumai yang berkapasitas 12,6 Million Barel Steam Per Day (MBSD).
CPO yang digunakan adalah jenis yang telah diolah dan dibersihkan getah serta baunya atau dikenal dengan nama RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil). RBDPO tersebut kemudian dicampur dengan sumber bahan bakar fosil di kilang dan diolah dengan proses kimia sehingga menghasilkan bahan bakar solar ramah lingkungan.
Nandang Kurnaed, General Manager Pertamina RU II, mengungkapkan Co-processing atau pengolahan bahan bakar dengan penggabungan bahan baku minyak fosil dan bahan baku minyak nabati dilaksanakan dengan menggunakan katalis berteknologi tinggi hasil pengembangan yang dilaksanakan di Research and Technology Center Pertamina bersama Institut Teknologi Bandung (ITB).
Pengembangan katalis ini telah dilakukan sejak 2008 hingga terciptanya katalis generasi kedua yang secara optimal menjadi elemen pendukung co-processing di Kilang RU II.
“Kita perlu berbangga hati bahwa anak bangsa dapat menciptakan katalis yang selama ini didapatkan dari luar negeri. Setelah melalui beberapa tahun penelitian, katalis yang diberi nama Katalis Merah Putih ini telah siap digunakan,”kata Nandan, Jumat (17/5).
Penggantian katalis lama dengan versi baru ciptaan dalam negeri mulai dijalankan pada Februari 2019. Injeksi bahan baku minyak nabati pun mulai dilaksanakan pada Maret 2019.
Dari hasil uji coba, pengolahan dengan sistem co-processing di unit DHDT ini dapat menyerap feed RBDPO hingga 12 %.
“Pencampuran langsung RBDPO dengan bahan bakar fosil di kilang ini secara teknis lebih sempurna dengan proses kimia, sehingga menghasilkan komponen gasoil dengan kualitas lebih tinggi karena angka cetane mengalami peningkatan hingga 58 dengan kandungan sulphur lebih rendah”, ujar Nandang dalam keterangan tertulisnya.
Mohamad Nasir, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, mengatakan dengan penggunaan 10-12% feed dari minyak nabati dapat menciptakan penghematan biaya yang biasa dikeluarkan untuk melakukan impor minyak mentah hingga US$ 1,6 juta per tahun. “Dengan serapan 10% saja negara sudah bisa berhemat banyak. Ke depannya semoga bisa lebih meningkat lagi,” kata Nasir.
Uji coba pengembangan BBM nabati jenis gasoline (minyak bensin) melalui sistem co-processing sebelumnya juga sudah dilakukan di Kilang Refinery Unit (RU) III Plaju Sumatera Selatan.(RI)
Komentar Terbaru