JAKARTA – Pemerintah mengakui penerapan kewajiban biodiesel 100% sebagai bahan bakar atau B100 membutuhkan waktu dan persiapan panjang. Untuk itu sambil menunggu persiapan tersebut, peningkatan penggunaan biodiesel akan dilakukan secara bertahap.
Rini Soemarno, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengatakan dalam kerja sama antara PT Pertamina (Persero) dengan Eni sudah disepakati bahwa pengembangan akan difokuskan terlebih dulu memproduksi biodiesel campuran 50% atau B50 sebelum benar-benar 100% menggunakan Crude Palm Oil (CPO).
“Jadi untuk menggantikan full solar menurut saya masih makan waktu. Jadi kalau kita belum bisa menggantikan full solar semua, mungkin kita bikin full-nya B50, bukan B100,” kata Rini ditemui di Kementerian BUMN Jakarta, Senin (18/2).
Menurut Rini, perubahan rencana dalam mengejar target bukanlah hal besar, karena pada dasarnya target yang dipatok pemerintah tetap agar Pertamina bisa memproduksi B100.
Kilang Plaju yang merupakan bagian dari kerja sama pengembangan green refinery Pertamina-Eni untuk tahap awal baru akan bisa mengolah dan memproduksi B50.
“Bu Nicke (Dirut Pertamina) sudah membuat perjanjian awal dengan Eni untuk membangun refinery di Plaju, mungkin B50 pertama. CPO jadi B50, tapi nantinya target kita B100. Harapan kita, kita mau menggantikan solar dengan betul-betul B100,” ungkap Rini.
Bahkan, menurut Rini jika sudah rampung, Kilang Plaju nantinya akan mampu mengolah, tidak hanya CPO menjadi bahan bakar tapi berbagai bahan baku nabati lainnya. “Bukan hanya pake CPO, tapi bisa pakai ampas tebu, bisa pakai kaliandra, bisa macam-macam,” tandasnya.
Konversi Kilang Plaju menjadi green refinery pertama di Indonesia telah dilakukan Pertamina melalui serangkaian kajian dan ujicoba. Pada Agustus – September 2018, telah dilakukan ujicoba dengan metode Advanced Cracking Evaluation (ACE) Test yang menunjukkan RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) berpotensi dapat diolah di Kilang Plaju dengan skema co-processing.
Co-Processing merupakan salah satu opsi metode produksi green-fuel melalui proses pengolahan bahan baku minyak nabati dengan minyak bumi secara bersamaan menjadi green fuel.
Pada Oktober – November 2018, dilanjutkan penyiapan berbagai sarana dan prasarana seperti line, tangki dan jetty serta sekaligus menyiapan dry stock RBDPO. Pada Desember 2018, telah dilakukan ujicoba skema co-processing dengan injeksi RBDPO secara bertahap 2,5 hingga 7,5%. Hasilnya, bahan bakar ramah lingkungan bisa diproduksi dengan octane number hingga 91,3.(RI)
Komentar Terbaru