STABAT, LANGKAT– PT Pertamina EP, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di bawah pengawasan SKK Migas, kembali memberi kontribusi dalam sinergi badan usaha milik negara (BUMN). Anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor hulu migas itu bersinergi dengan PT Pertamina Drilling Service Indonesia (PDSI).

“Pertamina EP memberi kontribusi sekitar 65% terhadap pendapatan PDSI dari total 90% kontribusi perusahaan dalam kelompok usaha Pertamina. Sisanya berasal dari PT Pertamina Hulu Energi hingga PT Pertamina Geothermal Energi. Dari perusahaan non-Grup Pertamina baru berkontribusi 10%, antara lain dari Medco, Chevron, dan Repsol,” ujar Budhi Nugraha Pangaribuan, Direktur Utama PDSI, di Stabat, Langkat, Sumatera Utara, Minggu (30/12).

Budhi Nugraha Pangaribuan, Direktur Utama PDSI. (Foto: A Tatan Rustandi/Dunia-Energi)

Tahun ini, PDSI memproyeksikan dapat membukukan pendapatan US$ 237 juta dan tumbuh 15% pada 2019 menjadi US$ 272,4 juta. Sebanyak US$ 177,06 juta proyeksi pendapatan PDSI pada 2019 akan dikontribusi dari proyek yang didapat PDSI dari Pertamina EP. Sejalan dengan itu, laba bersih anak usaha Pertamina di bidang jasa pengeboran migas ini akan meningkat jadi sedikitnya US$ 20,9 juta.

Sementara untuk laba bersih 2019 Budi berharap naik mencapai US$ 20,9 juta dari proyeksi 2018 sekitar US$ 19-20 juta. “Laba tahun depan diproyeksikan 7,7% dari target pendapatan 2019,” kata Budi.

Budi menggambarkan, pendapatan 2018 sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2018 yang ditetapkan sebesar US$ 237 juta. Adapun laba bersih 2018 di atas RKAP US$ 12,9 juta. Selain itu, naik dari realisasi laba 2017 sebesar US$ 18 juta.

Sejalan target kinerja keuangan, PDSI menganggarkan belanja modal (capital expenditure) 2019 sebesar US$ 140 juta, atau melonjak dari 2018 sebesar US$ 70 juta. Belanja modal tahun depan terdiri atas US$ 100 juta untuk pengembangan bisnis seperti pembelian alat baru dan US$ 40 juta untuk alat produksi. “Belaja modal naik karena peluang banyak, apalagi dengan adanya wilayah kerja baru, di samping ada sejumlah replacement alat,” kata dia.

PDSI juga menganggarkan belanja modal untuk pembelian alat baru mulai bor dengan daya 550 tenaga kuda (horse power/HP) senilai US$ 5 juta hingga berdaya 1.500-2500 HP yang seharga US$ 20 juta. Saat ini, PDSI memiliki 41 rig yang beroperasi di darat (onshore). Jumlah rig ini diklaim sebagai nomor satu di Indonesia.

Budi mengatakan, selama ini PDSI menggarap proyek pengeboran migas di dalam negeri yang berada di darat . “Kami juga siap menggarap peluang proyek di luar negeri dan lepas pantai (offshore), bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan asing,” katanya. (DR)